Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Akademisi: Revisi PP 109/2012 Sarat Intervensi Asing

Akademisi: Revisi PP 109/2012 Sarat Intervensi Asing Kredit Foto: Antara/Adeng Bustomi

Momentum G20 dinilai Pakar Kebijakan Publik UNJANI Riant Nugroho juga menjadi peluang yang baik dalam menunjukan kedaulatan Indonesia di hadapan negara-negara lain. Termasuk berdaulat dalam mengembangkan kebijakan-kebijakannya tanpa ada intervensi-intervensi dari pihak luar. Oleh karenanya penyusunan regulasi-regulasi nasional perlu menjadi representasi dari kedaulatan Indonesia itu sendiri. 

“Yang saya sampaikan Negara  Republik Indonesia berdaulat penuh untuk mengembangkan kebijakannya. Kedua, PP yang sudah ada, sudah baik untuk kepentingan Indonesia, jadi dijalankan saja dulu, tidak perlu diubah. Jika perlu itu pun berupa evaluasi dan dievaluasi oleh tim independen profesional lintas bidang, tidak kemudian hanya karena ada isu internasional yang dikait-kaitkan dengan lokal oleh sejumlah lembaga, kemudian diusulkan diubah. Apalagi, evaluasi kebijakan bersimpulan dua, ada perubahan ataupun tidak perlu ada perubahan,” jelas Riant. 

Kepala Seksi Penyiapan Konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Hendra Kurnia Putra menyepakati hal tersebut. Sebagai negara yang memiliki kedaulatan, dalam penyusunan regulasi nasional, intervensi asing apalagi dari negara lain tidak boleh menjadi pertimbangan. Sama halnya dengan ketentuan-ketentuan internasional. Indonesia tidak perlu meratifikasi ketentuan-ketentuan internasional yang bertentangan dengan kepentingan-kepentingan nasional, apalagi menjadikannya dasar untuk merevisi sebuah peraturan yang sudah sesuai dengan konteks Indonesia. Jika memang PP 109/2012 ingin direvisi, seyogyanya terdapat suatu kajian yang menelaah dan mengevaluasi implementasinya selama ini yang dapat menjawab dengan jelas perlu tidaknya revisi tersebut.

Hendra menambahkan pentingnya pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan regulasi, dengan berpegangan pada beberapa parameter. Pertama, perlunya mendengar masukan-masukan masyarakat, kedua, masukan-masukan tersebut perlu dipertimbangkan, dan terakhir adalah ihwal penjelasan mengapa masukan-masukan masyarakat ditolak atau diterima. Partisipasi disebut Hendra menjadi salah satu unsur penting dalam penyusunan perundang-undangan agar bisa mencerminkan realitas kebutuhan masyarakat.

“Hal ini mutlak perlu dipenuhi sebab setiap proses perumusan kebijakan, termasuk revisi PP 109/2012. harus memenuhi asas-asas penyusunan perundang-undangan, terutama asas keterbukaan dan partisipasi publik. Pemerintah harus memberikan ruang meaningful participation bagi masyarakat sesuai dengan amanah Mahkamah Konstitusi,” papar Hendra.

Hal ini pula yang dituntut oleh Ary Fatanen, Ketua Bidang Advokasi dan Pendidikan Konsumen Pakta Konsumen. Pemerintah telah sepatutnya memberikan hak partisipatif dalam penyusunan-penyusunan kebijakan industri hasil tembakau (IHT). Sebab menurutnya, selama ini penyusunan kebijakan IHT memang sangat minim melibatkan konsumen.

“Kami berharap pemerintah memenuhi hak partisipatif kami terkait kebijakan IHT yang nantinya tentu berhubungan dengan kami selaku konsumen. Harapan kami besar agar pemerintah bisa mendengar apa yang diinginkan oleh konsumen,” jelasnya. 

Ia juga berharap bahwa kebijakan-kebijakan IHT lebih mengutamakan kepentingan nasional alih-alih mengakomodasi intervensi-intervensi asing. Selain dapat mengeliminasi hak-hak konsumen, intervensi-intervensi tersebut tersebut juga sangat berpotensi menganggu kestabilan ekonomi nasional hingga mencederai kedaulatan negara.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: