Deputi Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) kawasan Eropa dan Timur Tengah Ketut Suardana memuji Film Dokumenter Pilihan produksi Ruang Migran yang mengisahkan PMI yang terjebak radikalisme. Saat hadir dalam diskusi dan penayangan film ini di pada Jumat, 20 April 2024 di @America Jakarta, Pacific Place Mall Jakarta, Ketut mengatakan film dokumenter 'Pilihan' ini memberikan arti penting dalam menjawab fungsi literasi digital di kalangan pekerja migran Indonesia. “Selama ini kita hanya mendengar-mendengar saja, kita hanya membaca, itupun kurang lengkap, kurang komprehensif. Akan tetapi, ketika kita menonton film ternyata lebih lengkap lagi,” katanya.
Menurut Ketut film ini berperan penting untuk mengedukasi para calon pekerja Migran yang akan bekerja di berbagai negara supaya tidak terjebak menjadi korban. “Beberapa ancaman bagi pekerja migran adalah digitalisasi dan literacy-skill. Ini juga penting kita harus ajarkan bagaimana pekerja migran memahami literasi digital itu terutama kemampuan untuk bermain digital dengan baik,” katanya.
Deputi Bidang Kerjasama Internasional Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Andhika Chrisnayudhanto yang hadir dalam diskusi dan penayangan film ini mengatakan selama ini propaganda dan narasi para ekstrimis ini tersebar melalui media digital berperan penting pada proses terekrutnya para Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke dalam dunia kekerasan ekstrem. “Berdasarkan catatan BNPT tahun 2015 sampai 2023 ada sekitar 94 Warga Negara Indonesia yang kebetulan adalah Pekerja Migran Indonesia yang dipulangkan karena mereka terlibat atau terafiliasi dengan kekerasan ekstrem,” ujarnya.
Propaganda dari kelompok keras baik itu kelompok yang sifatnya radikalisme, terorisme internasional maupun di dalam negeri sangat berpengaruh. Menurut Andhika pada tahun 2017 ada catatan dari Institute for Peace and Conflict (IPAC) ada sekitar 50 perempuan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ternyata sudah terpapar paham radikal.
Film pendek “Pilihan” mengisahkan kisah tiga Pekerja Migran Indonesia yang saling bertolak belakang. Penggunaan teknologi di kalangan Pekerja Migran menjadi penyelamat atau boomerang. Sutradara film Ani Ema Susanti kebetulan seorang mantan pekerja migran Hongkong menelusuri kisah mantan pekerja migran lainnya yang punya latar belakang berbeda. Teknologi yang digunakan Masyitoh, seorang Pekerja Migran Indonesia cerdas yang mengejar impiannya dengan menyelesaikan kuliahnya di Singapura hingga siap pulang ke Indonesia dengan investasi yang telah dipersiapkannya selama menjadi pekerja migran. Sementara di sisi lain, Listyowati seorang Pekerja Migran Indonesia yang juga menggunakan teknologi malah terlibat jaringan ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme. Melalui film ini penonton diajak untuk melakukan refleksi dan melihat pentingnya literasi digital.
Produser Eksekutif film dokumenter "Pilihan" Noor Huda Ismail mengatakan pembuatan film memang ditujukan kepada PMI. Ia menjelaskan film akan diputar oleh kementerian/lembaga terkait, seperti Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) untuk diputar dan disaksikan oleh PMI sebelum diberikan pelatihan yang dibutuhkan.
Menurutnya masalah migrasi ini adalah permasalahan internasional. Saat ini pihaknya sudah memproduksi 15 film yang mengupas masalah migran. “Terorisme ini hanya permasalahan kecil. Masih banyak lagi yang lebih besar. Film yang kami produksi semua fokusnya adalah social-relation, hubungan keluarga maupun pertemanan,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement