
Koordinator Forum Penyelamat Eksistensi (Formasi) Kagama, Defiyan Cori, mempertanyakan dasar hukum pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penyelesaian AD/ART Kagama.
Menurutnya, pembentukan satgas tersebut tidak memiliki landasan konstitusional karena bukan merupakan produk Musyawarah Nasional (Munas).
"Jika pembentukan Satgas Penyelesaian AD/ART ini adalah amanat Munas, seharusnya ada dokumen ketetapan Munas yang menjadi dasar hukumnya. Tanpa itu, satgas ini tidak memiliki pijakan yang sah," tegas Defiyan kepada awak media di Jakarta, Rabu (5/2).
Formasi Kagama juga menyoroti langkah kepemimpinan Kagama saat ini, yang diketuai oleh Basuki Hadimuljono dengan Ketua Harian Budi Karya Sumadi, dalam membentuk satgas tersebut.
Defiyan menilai tindakan ini sebagai upaya mengoreksi hasil Munas yang telah mengesahkan AD/ART, sehingga menimbulkan pertanyaan mendasar.
"Asumsinya, AD/ART sudah disahkan dalam Munas. Jika demikian, mengapa setelah Munas masih perlu dibentuk satgas? Ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam tata kelola organisasi," lanjutnya.
Defiyan mengingatkan, mengutip hasil putusan Munas XIV Kagama, yang digelar September 2024 lalu, mandat kepada Ketua Umum PP Kagama hanya sebatas mencatatkan AD/ART hasil perubahan dalam Munas ke notaris.
"Tidak ada mandat kepada Ketum untuk merevisi AD/ART yang sudah diketok dalam forum Munas," kata Defiyan, ekonom konstitusi yang pernah lama berdinas di Bappenas.
Baca Juga: Formasi Desak BKS Mundur dari Ketua Harian PP Kagama, Alumni Dorong Munaslub
Sudah Ada Berita Acara
Berdasarkan informasi dari sumber internal kepengurusan Kagama, Defiyan mengungkapkan, sudah ada berita acara yang ditandatangani oleh pimpinan sidang Munas yang menyatakan bahwa AD/ART telah diterima.
"Kalau berita acara sudah ada dan ditandatangani, mengapa sekarang masih ada satgas penyelesaian hasil Munas? Apakah satgas ini punya kewenangan untuk mengutak-atik AD/ART yang telah disahkan?" tanyanya.
Defiyan juga mempertanyakan manfaat atau keuntungan dari pembentukan satgas ini bagi organisasi. "Apa untungnya bagi Kagama? Bukankah hal ini justru akan menimbulkan ketidakpastian dalam kepengurusan dan aturan organisasi?" imbuhnya.
Sehubungan dengan itu, Formasi Kagama menyerukan kepada para pemilik suara sah, utamanya unsur Pengurus Daerah (Pengda) dan Pengurus Cabang (Pengcab) dalam Kagama, untuk bersuara dan mempertimbangkan menarik dukungan terhadap kepemimpinan saat ini.
"Kami mengajak seluruh pemilik suara untuk mengevaluasi dan mempertanyakan legitimasi langkah-langkah yang diambil oleh pengurus Kagama dalam menjaga marwah organisasi," tutup Defiyan.
Bukan Ajang Ketok Palu
Terpisah, Ketua Pengda Kagama Sulawesi Barat Salman Dianda Anwar mengatakan, dalam forum Munas XIV di Ancol, dirinya dan beberapa peserta lain sudah menyampaikan agar pimpinan sidang memberi kesempatan kepada peserta untuk bicara.
"Tujuannya agar Munas Kagama bukan menjadi ajang ketok-ketok palu, tetapi alpa membicarakan substansi visi dan misi Kagama ke depan," ujarnya.
Dalam Munas Ancol, lanjut Salman, pihaknya juga mempersoalkan tidak transparannya kepengurusan Kagama periode lalu. Salah satunya, tidak ada laporan arus kas organisasi, meliputi uang masuk dan uang keluar, serta saldo kegiatan.
"Wajar kalau tidak transparannya pengurus dalam laporan keuangan, membuat peserta menaruh syak wasangka: jangan-jangan Kagama menerima sumbangan ilegal dari pihak-pihak tertentu," tambah Salman.
Organisasi Tanggap Bencana
Diketahui, rapat Satgas Penyelesaian Hasil-hasil Munas XIV Kagama setidaknya telah berlangsung dua kali, yakni pada tanggal 16 Januari dan 20 Januari 2025 di Rumah Kagama, Jalan Palmerah Utara, Jakarta.
Satgas ini dibentuk berdasarkan SK Ketua Umum PP Kagama Nomor 05/KPTS/PP-KAGAMA/I/2025 tanggal 15 Januari 2025, dengan tiga tugas utama. Pertama, menyelesaikan naskah AD/ART sebagaimana tersebut dalam Putusan Munas XIV Kagama.
Kedua, menyelesaikan naskah GBHK dan Rekomendasi Eksternal sebagaimana tersebut dalam Putusan Munas XIV Kagama. Dan.ketiga, menyusun naskah Peraturan PP Kagama yang dianggap perlu.
Menanggapi hal ini, Defiyan Cori menyebut pembentukan satgas tersebut sebagai sesuatu yang aneh. Menyerupai organisasi tanggap bencana atau organisasi untuk menjaga kasus khusus.
"Yang tidak banyak alumni tahu, Pak Ketum Basuki dan Mas Sekjen Nezar Patria dikelilingi oleh orang-orang Budi Karya. Sangat mungkin Ketum dan Sekjen tidak paham kepentingan-kepentingan terselubung mereka," pungkas Defiyan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement