Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Investasi One Global Gallery Disorot Usai Likuidasi CII Group di Australia

Investasi One Global Gallery Disorot Usai Likuidasi CII Group di Australia Kredit Foto: WE
Warta Ekonomi, Jakarta -

Investasi Iwan Sunito melalui One Global Gallery di Indonesia menjadi sorotan menyusul keputusan Pengadilan Tinggi New South Wales, Australia, yang menetapkan likuidasi terhadap CII Group Pty Ltd. Keputusan hukum itu tercantum dalam Putusan No. NSWSC 318/2025 dan telah dilaporkan ke Australian Securities and Investments Commission (ASIC) serta diumumkan secara resmi pada 28 Maret 2025.

Putusan pengadilan tersebut mengungkap bahwa dana yang disetor Iwan Sunito hanya cukup untuk menutup biaya administrator, tanpa jaminan pembayaran kepada para kreditur. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran serius terkait niat restrukturisasi yang diusung oleh CII Group.

CII Group diketahui sebelumnya merupakan pemegang hingga 50 persen saham di Crown Group Holdings—perusahaan properti ternama di Sydney yang turut membesarkan nama Sunito sebagai pengembang.

Baca Juga: ONE Global Capital: Pasca Diakuisisi Valuasi One Global Gallery Melonjak

Pada saat bersamaan, Iwan Sunito mempromosikan investasi baru di Indonesia melalui akuisisi pusat perbelanjaan One Global Gallery di Sydney yang sebelumnya bernama The Grand Eastlakes. Proyek ini dikelola lewat bendera baru, One Global Capital.

Dalam artikel Kompas.com tanggal 27 Maret 2025, Sunito mengklaim bahwa nilai aset meningkat lebih dari 40 persen dengan tingkat hunian mencapai 90 persen. Ia juga menjanjikan dividen yang akan dibagikan lebih cepat dari rencana awal. “Dengan lonjakan nilai dari One Global Gallery hingga lebih dari 40 persen dari nilai awal akuisisi, memungkinkan kami membagikan dividen kepada para pemegang saham lebih cepat dari rencana awal,” ujar Sunito.

Menurut Sunito, peningkatan tarif sewa serta pendapatan berulang dari sektor perhotelan turut mendorong pertumbuhan nilai mal setelah proses akuisisi dan rebranding.

Namun, keberhasilan promosi ini dinilai sebagian pihak perlu dicermati secara lebih hati-hati. Financial planner dari Finansialku, Rista Zwestika, mengingatkan risiko berinvestasi pada aset yang masih terkait proses hukum. “Jika terjadi perusahaan yang dilikuidasi, kamu sebagai pemegang saham berada di urutan terakhir yang berhak menerima aset, setelah perusahaan membayar pajak, karyawan dan melunasi utang,” ujar Rista, dikutip dari IDN Times.

Baca Juga: CIIC East Ventures-Temasek: Startup Punya Kesempatan Bawa Pulang Rp10 Miliar

Upaya Iwan Sunito untuk mencegah likuidasi CII Group sebelumnya telah ditolak oleh Pengadilan. Dalam laporan Peter Gosnell dari Insolvency News Online (iNO) pada 9 April 2025, diketahui bahwa permohonan Sunito untuk mengajukan skema penyelamatan atau Deed of Company Arrangement (DoCA) tidak diterima Hakim Ashley Black.

Sunito melalui administrator dari Greengate Advisory, yakni Patrick Loi dan John Chand, berupaya menunda sidang likuidasi. Namun hakim menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak memiliki dasar kredibel.

“Permohonan ini... meskipun disampaikan dengan moderasi dan elegansi, tidak dapat menyembunyikan kenyataan bahwa permohonan ini tidak memiliki dasar yang masuk akal,” tegas Hakim Black dalam putusannya.

Dana sebesar AUS$100.000 yang ditempatkan oleh Sunito di akun trust hanya cukup untuk membayar honorarium administrator, tidak mencakup kewajiban terhadap kreditur. Pengadilan akhirnya menunjuk Michael Brereton dan Sean Wengel dari William Buck sebagai likuidator resmi untuk menyelesaikan aset dan kewajiban CII Group.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: