Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Truk ODOL Merajalela, MTI Sarankan Revisi UU Lalu Lintas

Truk ODOL Merajalela, MTI Sarankan Revisi UU Lalu Lintas Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat mendesak pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai langkah konkret mengatasi maraknya truk over dimension over loading (ODOL) di jalan raya.

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno, menilai Pasal 184 dalam UU tersebut menjadi akar dari persaingan tarif angkutan barang yang tidak sehat.

“Pasal itu membuka ruang perang tarif yang membuat pengusaha truk menekan biaya semaksimal mungkin demi memenangkan tender. Dampaknya, banyak truk kelebihan dimensi dan muatan, yang akhirnya merusak jalan dan membahayakan keselamatan,” ujar Djoko, dalam keterangan resmi dikutip Rabu (14/5/2025).

Baca Juga: MTI Desak Pemerintah Serius Tangani ODOL

Pasal 184 mengatur tarif angkutan barang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan perusahaan angkutan umum, tidak ditetapkan pemerintah seperti halnya angkutan umum. Menurut Djoko, ketentuan ini menyebabkan tarif tidak terkendali dan mendorong pelanggaran spesifikasi kendaraan.

Djoko juga menyoroti ketimpangan beban biaya antar moda transportasi. Menurutnya, angkutan barang jangan hanya bertumpu pada jalan raya. Moda rel dan laut dinilai masih belum diberdayakan secara optimal.

"KA logistik dikenai PPN 11 persen, pakai BBM non-subsidi, dan masih dikenakan track access charge. Sementara angkutan jalan pakai BBM subsidi, tak kena PPN, dan bebas biaya jika lewat jalan arteri. Ini tidak adil," tegasnya.

Data Bappenas 2023 mencatat, biaya logistik nasional mencapai 14,29% dari PDB, dengan biaya transportasi sebesar 8,79%. Sementara skor Logistics Performance Index (LPI) Indonesia hanya 3,0, tertinggal dari negara ASEAN lain seperti Singapura (4,3), Malaysia (3,6), dan Thailand (3,5).

Djoko mendorong pemerintah menyusun roadmap jangka panjang penghapusan ODOL yang konkret dan terintegrasi. Tahapan bisa dibagi menjadi jangka pendek (2025–2026), menengah (2027–2029), dan panjang (2030–2045), serta dimulai dari proyek-proyek pemerintah dan BUMN.

Baca Juga: Pemerintah Mau Benahi Truk ODOL, Aptrindo: Harus Ada Roadmap Yang Jelas

Ia juga menekankan pentingnya pemberantasan pungli, pemberlakuan upah standar pengemudi, hingga pembangunan sekolah pengemudi truk dan bus seperti halnya sekolah bagi pilot dan masinis.

“Truk ODOL sudah terlalu lama jadi momok. Menghentikan operasinya adalah langkah aman dan bijak untuk mencegah kecelakaan dan menjaga infrastruktur,” ujarnya.

Djoko mengingatkan, sejumlah kecelakaan maut seperti di Ciawi (5/2), Purworejo (7/5), dan Semarang (9/5) melibatkan truk bermuatan berlebih dan telah menimbulkan korban jiwa serta kerugian besar.

Pemerintah sebelumnya telah menargetkan kebijakan zero ODOL efektif pada 2026. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang dan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi telah menyepakati penerapannya. Sementara, Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan kebijakan tersebut akan diatur dalam peraturan presiden mengenai penguatan logistik nasional, termasuk skema insentif bagi pelaku usaha.

Pada Februari 2025, Presiden Prabowo melalui Kantor Staf Kepresidenan juga telah mengundang 11 instansi dan kelompok masyarakat, termasuk MTI, untuk membahas keselamatan transportasi. Pemerintah dinilai mulai serius menangani isu ini, namun revisi regulasi menjadi krusial untuk memastikan perubahan yang berkelanjutan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: