Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pajak E-Commerce Bisa Jadi Bumerang? CORE Minta Pemerintah Gak Gegabah!

Pajak E-Commerce Bisa Jadi Bumerang? CORE Minta Pemerintah Gak Gegabah! Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menilai kebijakan Kementerian Keuangan melalui PMK Nomor 37 Tahun 2025 merupakan langkah logis untuk meningkatkan kepatuhan pajak di sektor digital. Namun, ia mengingatkan bahwa implementasinya harus bertahap dan disesuaikan dengan kesiapan infrastruktur.

“Melibatkan platform sebagai simpul pemungutan bisa membantu menjangkau pelaku usaha yang sebelumnya tidak terdata,” ujar Yusuf kepada Warta Ekonomi, Selasa (15/7/2025).

PMK 37/2025 mewajibkan platform digital memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari omzet bruto penjual dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar. Kebijakan ini menuai sorotan dari pelaku UMKM karena berpotensi mengganggu arus kas.

Baca Juga: Pajak E-Commerce Jadi Wujud Perlakuan Setara bagi UMKM

Yusuf menilai bahwa pendekatan pemotongan di awal transaksi bisa menjadi beban tambahan bagi UMKM, terutama yang masih merintis usaha atau belum memahami sistem perpajakan.

“Pemotongan di awal transaksi dapat mengganggu arus kas dan menimbulkan resistensi. Oleh karena itu, penting agar penerapannya tidak dilakukan secara seragam. Pengecualian atau ambang batas tertentu sangat diperlukan untuk memberi ruang adaptasi,” tegasnya.

Ia juga menyoroti tantangan dalam sosialisasi dan literasi digital yang belum merata di berbagai wilayah. Tanpa edukasi dan komunikasi yang efektif, kebijakan berisiko menciptakan ketimpangan baru di sektor digital.

“Tantangan lain yang tidak bisa diabaikan adalah soal sosialisasi. Sulit menilai sejauh mana kebijakan ini telah dipahami secara merata karena datanya terbatas,” ujarnya.

Baca Juga: E-Commerce Kena Pajak, Asosiasi Minta Kelonggaran

Yusuf mendorong pemerintah membuka ruang dialog lebih luas dengan pelaku usaha dan menyederhanakan proses administrasi, termasuk dengan memanfaatkan teknologi digital dan sistem pelaporan real-time.

“Pelajaran penting dari negara lain adalah perlunya integrasi API dan sistem pelaporan digital untuk meningkatkan efisiensi pajak. Ini yang seharusnya jadi perhatian utama ke depan,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: