Dukung Ekonomi Sirkular, Coca-Cola hingga Amandina Perkuat Infrastruktur Daur Ulang
Kredit Foto: Ida Umy Rasyidah
Perusahaan multinasional mempercepat investasi untuk memperkuat infrastruktur daur ulang di Asia Tenggara seiring meningkatnya kebutuhan negara-negara ASEAN membangun ekosistem ekonomi sirkular yang lebih terstruktur. Dorongan ini mencakup penguatan sistem extended producer responsibility (EPR), penambahan fasilitas pengolahan material, hingga kolaborasi lintas sektor untuk meningkatkan kapasitas pengumpulan dan pemrosesan kemasan.
Coca-Cola menjadi salah satu pemain global yang menegaskan komitmennya melalui kerja sama dengan pemerintah, industri daur ulang, dan organisasi masyarakat sipil di berbagai negara.
Director Packaging Sustainability Coca-Cola, Umesh Madhavan, mengatakan perusahaan memperluas kemitraan lokal guna memperkuat sistem pengumpulan serta infrastruktur daur ulang, termasuk advokasi EPR di Indonesia dan Malaysia serta implementasi Deposit Return System (DRS) yang dirancang di Singapura.
Baca Juga: ASEAN Kompak Susun EPR, Ekonomi Sirkular Siap 'Naik Kelas'
“Mengatasi tantangan pengelolaan sampah serta keterbatasan infrastruktur memang tidak mudah, namun Coca-Cola berkomitmen untuk melakukan aksi bersama guna mempercepat kemajuan. Upaya kami mencakup advokasi EPR yang terstruktur di Malaysia dan Indonesia, serta DRS di Singapura. Melalui investasi dan kolaborasi berkelanjutan, kami berkomitmen membantu mengurangi sampah kemasan plastik,” ujarnya, dikutip Kamis (27/11/2025).
Penguatan investasi juga datang dari fasilitas daur ulang lokal seperti Hiroyuki Industries di Malaysia dan Amandina Bumi Nusantara di Indonesia. Kedua fasilitas tersebut menyediakan kapasitas pemrosesan material yang menjadi fondasi penting dalam membangun sistem EPR nasional, sekaligus memenuhi kebutuhan industri terhadap bahan baku daur ulang berkualitas tinggi.
Di sisi lain, lembaga filantropi turut mendorong peningkatan standar sosial dalam rantai pasok. Mahija Foundation menekankan pentingnya transisi yang etis bagi pemulung dan sektor informal yang selama ini menjadi tulang punggung sistem pengumpulan. Chairwoman Mahija Foundation, Ardhina Zaiza, mengatakan bahwa aspek kemanusiaan harus menjadi bagian integral dari transformasi menuju ekonomi sirkular formal.
“Ekonomi sirkular harus bersifat inklusif dan beretika dengan mengintegrasikan prinsip HAM dan standar kerja yang adil, kami menyediakan transparansi yang diperlukan mitra seperti CCEP dan Amandina. Tujuannya agar material yang diproses tidak hanya berkelanjutan secara lingkungan, tetapi juga bertanggung jawab secara sosial,” jelasnya.
Terlepas dari kemajuan tersebut, kawasan ASEAN masih menghadapi tantangan besar mulai dari keterbatasan data sampah, kapasitas infrastruktur yang belum merata, hingga kebutuhan pendanaan jangka panjang. Namun meningkatnya minat industri besar dan kesiapan fasilitas lokal menunjukkan munculnya momentum baru untuk membangun rantai pasok daur ulang yang lebih efisien dan kompetitif di Asia Tenggara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement