Kredit Foto: Satpol PP
Satpol PP DKI Jakarta menutup sejumlah depot air minum isi ulang (DAMIU) yang tidak memenuhi standar kesehatan dan izin operasional dalam penertiban yang berlangsung pada 10–11 Desember 2025 di Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Langkah ini diambil untuk memastikan keamanan air minum warga setelah ditemukan bakteri E. coli dan total coliform dalam sejumlah sampel yang diuji Laboratorium Kesehatan Daerah, serta maraknya depot tanpa Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS).
Penindakan pada Rabu, 10 Desember di Jakarta Selatan menemukan plusieurs depot beroperasi tanpa SLHS dan tidak melakukan uji laboratorium berkala. Sehari setelahnya, operasi serupa dilakukan di Jakarta Barat. Penertiban ini mengikuti kegiatan awal pada 13–14 Oktober 2025 yang menyoroti masalah serupa di sejumlah titik.
Dalam apel pembukaan operasi, Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian Tempat Usaha Satpol PP DKI Jakarta, Eko Saptono, menegaskan bahwa langkah ini merupakan respons terhadap laporan publik.
“Apel hari ini adalah untuk menjawab pengaduan dari masyarakat terkait dengan izin-izin dan juga depot air yang tidak memenuhi (standar) kesehatan,” ujarnya.
Baca Juga: Jaga Industri AMDK, Aspadin Diharapkan Semakin Solid dan Transparan
Data pemerintah menunjukkan rendahnya kepatuhan DAMIU terhadap standar sanitasi. Di DKI Jakarta, hanya 22 dari 2.541 depot (0,9%) yang memegang SLHS. Situasi ini sejalan dengan kondisi nasional: per April 2024, hanya 1.755 dari 78.378 depot (2,2%) yang memiliki sertifikat tersebut.
Kualitas air minum isi ulang turut menjadi perhatian. Survei Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) 2023 dari Kementerian Kesehatan menyebut air isi ulang sebagai sumber air minum paling banyak terkontaminasi E. coli. Temuan akademik memperkuat kondisi tersebut. Peneliti UGM pada 2025 mencatat hampir separuh sampel air isi ulang di sejumlah wilayah mengandung E. coli, sementara riset UNPAD pada 2017 menunjukkan pola serupa.
Kontaminasi bakteri dalam air minum berpotensi memicu penyakit diare, gangguan pencernaan akut, dan risiko kesehatan jangka panjang. UNICEF mencatat diare masih menjadi tiga besar penyebab kematian balita di Indonesia, yang salah satunya dipicu konsumsi air tercemar.
Pelanggaran yang ditemukan dalam penertiban meliputi ketiadaan izin, tidak adanya uji laboratorium rutin, fasilitas produksi yang tidak higienis, filter dan lampu UV yang tidak berfungsi, serta depot yang menyediakan galon bermerek. Praktik ini melanggar Kepmenperindag No. 651/MPP/Kep/10/2004 yang melarang penyediaan galon bermerek untuk mencegah penyesatan konsumen dan pelanggaran hak merek.
Baca Juga: Berperan Strategis dalam Ekosistem Manufaktur RI, Industri AMDK Dituntut Lebih Inovatif
Regulasi tersebut juga mewajibkan DAMIU menyerahkan galon isi ulang secara langsung tanpa stocking untuk meminimalkan risiko kontaminasi, namun temuan di lapangan menunjukkan banyak depot tidak mematuhi ketentuan ini.
Satpol PP DKI melakukan penyegelan dengan mengacu pada Perda No. 4/2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah dan Perda No. 8/2007 tentang Ketertiban Umum. Aturan ini menjadi dasar bagi petugas untuk memeriksa, menutup, dan memberikan sanksi administratif kepada depot yang melanggar.
Eko Saptono meminta pelaku usaha DAMIU segera melengkapi izin, menjaga fasilitas produksi, dan memastikan seluruh operator memahami kaidah higiene sanitasi.
“Saya berharap masyarakat yang memiliki usaha depot air minum isi ulang dapat mengurus perizinan dengan benar, terutama memastikan kualitas air yang diproduksi agar tidak membahayakan masyarakat luas,” ucapnya.
Penertiban ini menjadi sinyal bahwa pengawasan terhadap DAMIU akan diperketat, sekaligus ajakan bagi pelaku usaha dan masyarakat untuk memastikan air minum yang dikonsumsi memenuhi standar kesehatan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement