BI Ungkap Banjir Dan Longsor di Sumatera Tekan Pertumbuhan Ekonomi Nasional 0,017%
Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Bank Indonesia (BI) menyoroti dampak bencana banjir dan longsor di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat terhadap perekonomian nasional. Terhentinya aktivitas ekonomi selama 32 hari akibat bencana tersebut diperkirakan menekan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0,017 persen.
Deputi Gubernur BI Aida S. Budiman mengatakan, perhitungan tersebut masih bersifat sementara. Metode yang digunakan BI adalah dengan melihat hilangnya aktivitas ekonomi selama periode bencana dan dampaknya terhadap produk domestik bruto (PDB) tahunan.
“Sementara metode yang dilakukan adalah melihat hilangnya aktivitas ekonomi selama 32 hari dan dampaknya itu kepada perekonomian memang agak negatif. tetapi karena tadi masih perhitungan sementara, dalam (produk domestik bruto) PDB setahun ini perkiraannya baru minus 0,017 persen,” kata Aida dalam konferensi pers RDG Desember 2025, Jakarta, Rabu (18/12/2025).
Baca Juga: BI Ungkap Kredit Nganggur di Bank Tembus Rp2.509,4 Triliun
Aida menjelaskan, perhitungan dampak bencana tidak sederhana karena tidak hanya mencakup aspek ekonomi, tetapi juga dampak sosial.
Dalam dimensi ekonomi sendiri, terdapat berbagai faktor yang harus diperhatikan, seperti hilangnya nilai aset, penurunan produktivitas akibat berhentinya kegiatan usaha, hingga efek positif dari aktivitas rekonstruksi pascabencana.
“Dengan memperhatikan hal tersebut, saat ini kami masih dalam tahap berkoordinasi untuk melihat data-data dengan lebih lengkap,” tambahnya.
Aida mengatakan, dari sisi inflasi, pihaknya belum dapat menarik kesimpulan langsung terkait dampak di tiga provinsi terdampak karena masih menunggu hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, berdasarkan survei pemantauan harga BI, pada minggu pertama pascabencana inflasi diperkirakan sedikit lebih tinggi.
Baca Juga: BI Guyur Insentif Sebesar Rp388 triliun Hingga Desember 2025
Meski demikian, Aida menyebutkan sejumlah komoditas pangan yang sebelumnya menjadi penyumbang tingginya inflasi volatile food, seperti beras, telur ayam, dan bawang, sudah menunjukkan perbaikan. Adapun komoditas yang masih mencatat kenaikan relatif tinggi adalah daging ayam ras dan cabai rawit.
“Tetapi secara keseluruhan seperti disampaikan tadi hanya berada sedikit di atas titik tengah target inflasi mediumnya 2,5 persen. dan penguatan awalan tentunya akan kami terus lakukan melalui TPID dan berkoordinasi dengan tim pengendalian inflasi pusat,” terangnya.
Selain itu, BI bersama kantor perwakilan dan kantor wilayah turut mendukung upaya pemerintah pusat dan daerah untuk meringankan beban masyarakat.
“Termasuk melihat bagaimana dampak kelangkaan barang keperluan sehari-hari dan dampak ekonominya,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement