Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mendeteksi Kesehatan Bancassurance (Bagian I)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta- Bancassurance menjadi channel distribusi produk asuransi yang diminati oleh bank maupun asuransi. Bagaimana kondisi bancassurance di Indonesia?

Industri asuransi di Indonesia terus mencatatkan pertumbuhan yang positif. Seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita, tingkat kesadaran untuk melakukan proteksi juga semakin tumbuh kembang. Meski industri asuransi belum sebesar pangsa pasarnya dibandingkan dengan perbankan, tapi kolaborasi antara kedua sektor ini memungkinkan untuk menggemukkan pasar asuransi di Indonesia.

Sebagai indikator pertumbuhan asuransi di Tanah Air, Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), premi bruto sebagai indikator kinerja industri perasuransian sampai dengan 31 Maret 2014 naik secara rata-rata sebesar 6,1% menjadi Rp57,1 triliun dibandingkan triwulan sebelumnya. Adapun kenaikan premi tersebut disokong oleh asuransi sosial khususnya BPJS Kesehatan karena penambahan jumlah peserta asuransi kesehatan sementara asuransi komersial lainnya mengalami penurunan jumlah premi bruto.

Komposisi premi bruto industri perasuransian didominasi oleh asuransi jiwa yaitu sebesar 44,6%. BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan menyumbang premi sebesar 25,7%, asuransi kerugian dan reasuransi sebesar 25,5%, perusahaan penyelenggara program asuransi untuk PNS dan TNI/POLRI sebesar 2,7%, dan premi yang diterima oleh perusahaan penyelenggara program asuransi sosial sebesar 1,5%.

Selain premi, peningkatan jumlah perusahaan juga terjadi di Tanah Air. Sampai dengan akhir 31 Maret 2014 terdapat satu pemberian izin usaha baru. Dengan demikian jumlah perusahaan asuransi dan reasuransi menjadi 141 perusahaan. Jumlah perusahaan yang didasarkan pada kegiatan usaha paling banyak adalah asuransi kerugian.

Peran bancassurance dalam industri asuransi masih sangat kuat sebagai jalur distribusi pemasaran produk-produk asuransi, khususnya asuransi jiwa. Menurut data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), jalur distribusi asuransi jiwa yang paling besar melalui bancassurance sampai dengan kuartal III tahun 2014. Sekitar 59% channel distribusi asuransi jiwa masih dilakukan melalui bancassurance, kemudian melalui agen sebesar 22% dan sisanya dengan jalur-jalur lainnya.

Menurut data OJK, kerjasama bancassurance yang telah dilaporkan dan dicatat sampai dengan 21 April 2014 telah mencapai sebanyak 1057. Kerjasama tersebut dilakukan oleh 26 perusahaan asuransi jiwa dengan 40 bank dan 23 perusahaan asuransi umum dengan 67 bank.

Begitu besarnya kontribusi dengan jalur tersebut, maka sudah sewajarnya para regulator melihat channel ini dengan lebih mendalam. Apalagi perusahaan asuransi menghimpun dana dari masyarakat. Oleh karena itu, memastikan perlindungan nasabah dari kerugian akan menjadi tujuan bersama bagi para regulator.

Oleh karena itu, sebagai otoritas sektor keuangan, OJK telah merumuskan strategi yang untuk menciptakan iklim pertumbuhan bisnis asuransi yang sehat. Menurut Deputi Komisioner OJK bidang Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2, Dumoli Pardede, OJK akan melakukan pengaturan terkait aspek prudensial, diantaranya terkait pengawasan produk bancassurance.

OJK juga mengatur larangan mengenai pemberian upfront fee oleh perusahaan asuransi kepada bank yang menjadi rekanan bisnis bancassurance. “Sekurang-kurangnya mengatur lah, kalau kita larang juga tidak baik karena bank juga perlu bisnis. Mungkin kita akan atur sedemikian rupa sehingga nanti si nasabah atau perusahaan asuransi tidak mendapatkan lost lebih banyak,” terang Dumoli.

OJK juga akan mengeluarkan ketentuan agar tercipta same level playing field antara perusahaan asuransi dan bank serta antara sesama perusahaan asuransi. Dan OJK juga menandaskan bahwa pengaturan persaingan usaha terkait bisnis bancassurance merupakan kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Oleh karena itu, kedua lembaga tersebut tengah mensinergikan regulasi yang memperhatikan kepentiangan persaingan usaha sehat dan prudensial pada industri ini.

Upfront fee atau pembayaran uang di awal untuk kerja sama bancassurance menjadi salah satu sorotan OJK. Tak hanya sekadar upfront fee sebagai satu-satunya sasaran, karena justru yang dikhawatirkan adalah dampak dari keluarnya biaya tersebut dari perusahaan asuransi.

"Exclusive dealing dapat terjadi karena adanya permintaan upfront fee oleh bank sehingga perusahaan asuransi menginginkan bentuk kerja sama yang eksklusif. Sebaliknya, bank juga dapat menawarkan exclusive dealing lantaran adanya permintaan upfront fee tersebut," kata Dumoli.

Adanya upfront fee tersebut, otoritas juga mengkhawatirkan akan mempengaruhi tingkat kesehatan perusahaan asuransi. Pasalnya, fee tersebut akan menjadi biaya bagi perusahaan asuransi. Kesehatan perusahaan asuransi sangatlah penting, apalagi menyangkut dana yang telah dihimpun dari masyarakat dan pada waktu tertentu harus dikembalikan kepada para nasabah.

Meski memperhatikan kehati-hatian, OJK tidak akan terlalu ketat melakukan pengaturan tentang fee. Artinya tidak akan secara menyeluruh diatur oleh OJK. Kelonggaran tersebut dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan bisnis industri perasuransian di Indonesia. (BERSAMBUNG)

 

Arif Hatta

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Nomor 13 Tahun 2014

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Arif Hatta
Editor: Arif Hatta

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: