Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        DPD Bantah Ada Dagang Pengaruh atas Kasus OTT Irman Gusman

        Warta Ekonomi, Jakarta -

        DPD RI menggelar diskusi soal kebijakan tata niaga gula. Acara ini dilaksanakan dalam rangka pengkajian dan pendalaman oleh Tim Pengkajian Kasus Irman Gusman DPD RI, Asosiasi Gula Indonesia (AGI), dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Ruang Rapat Pimpinan DPD RI, Selasa (27/9/2016).

        Koordinator Tim Pengkajian Kasus Irman Gusman di DPD RI, Muhammad Asri Anas menyatakan kebijakan tata niaga gula Indonesia ternyata belum memihak kepada kepentingan nasional, terutama petani tebu dan para konsumen gula.

        "Dengan mencermati kebijakan dan pratik tata niaga gula yang ada selama ini, di hulu terlihat sangat sarat pengaturan, sementara di hilir terkesan sangat bebas dan kapitalistik karena diserahkan kepada mekanisme pasar. Dengan mendalami mekanisme dan kebijakan tata niaga gula tersebut, baik impor maupun distribusi di dalam negeri, tidak terlihat ada relevansi antara kebijakan dan praktik tata niaga gula dengan kasus rekomendasi atau dagang pengaruh yang disangkakan kepada Ketua DPD RI Irman Gusman," kata Asri Anas di sela diskusi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (27/9/2016).

        Sementara itu, Ketua Umum AGI Agus Pakpahan menjelaskan impor gula nasional cenderung terus meningkat sejak tahun 1999. Kondisi ini adalah dampak dari kebijakan tata niaga gula yang diterapkan pemerintah memenuhi letter of intent (LOI) dengan Dana Moneter Internasional (IMF) di mana Bulog sebagai perpanjangan tangan pemerintah dilarang menangani perdagangan komoditas kecuali beras. Atas dasar itu, tata niaga gula diserahkan kepada mekanisme pasar.

        "Menyerahkan tata niaga gula kepada mekanisme pasar ternyata merugikan petani tebu dan industri gula nasional. Sehingga setelah ada demonstrasi kemudian pemerintah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menperindag Nomor 643/2002 yang mengatur impor dan tata niaga dalam negeri. Pengaturan selanjutnya tata niaga impro gula hanya menghasilkan mekanisme yang ketat di tingkat hulu (impor dan produksi), namun sangat bebas dalam distribusi dalam negeri," kata Agus dikesempatan yang sama.

        Lain halnya dengan pandangan Komisioner KPPU Sukarmi, dia mengistilahnya mata rantai distribusi gula ini dengan istilah "gula rasa neolib" karena saking bebasnya.

        "Dalam sistem tata niaga yang begitu bebas, dapat disimpulkan, hampir tidak ada celah untuk melakukan intervensi atau pun rekomendasi melalui pengaruh atau kewenangan seorang pejabat di luar sistem tata niaga. Selain itu, kalau pun itu terjadi, ada seseorang atau pejabat publik yang memberikan rekomendasi untuk distribusi gula, itu pun tidak ada aturan yang melarangnya," terangnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ferry Hidayat
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: