Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menilai sulit bagi BI untuk melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter pada tahun depan.
Dengan petunjuk dari The Fed bahwa akan terjadi kenaikan suku bunga beberapa kali pada 2017, di tambah rencana kebijakan ekonomi ekspansif dari Presiden AS terpilih Donald Trump, BI akan lebih memilih untuk menjaga stabilitas makro ekonomi domestik.
"Ruang pelonggaran moneter BI hampir enggak ada. Tahun depan mungkin malah naikkan suku bunga," ujarnya.
Senada dengan Chatib, Ekonom DBS Bank Gundy Cahyadi memperkirakan BI akan memilih menahan suku bunga acuannya dalam waktu dekat. Dia memerkirakan waktu yang tepat bagi BI menaikkan suku bunga adalah di semester II dengan besaran 25 basis poin. Pandangan yang dikemukakan Chatib dan Gundy cukup beralasan.
Pada 14 Desember 2016 lalu, The Fed memberikan petunjuk akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak tiga kali pada 2017 dari 0,5-0,75 persen. Kenaikan itu untuk meredam inflasi di AS yang diperkirakan akan meningkat, seiring kebijakan ekonomi ekspansif ala Trump.
Bagi BI, selain tekanan eksternal dari Amerika Serikat, dan juga dinamika politik di kawasan Eropa yang bisa mengguncang pasar keuangan global, atmosfer ekonomi domestik pada 2017 juga masih ada tantangan. Jika mencermati langkah BI di akhir tahun, berkali-kali otoritas moneter meminta pemerintah menerapkan pengurangan subsidi energi pada 2017 secara hati-hati dan tepat cara.
Karena rencana penyesuaian subsidi energi pada tahun depan itu pula, Bank Sentral melihat sumber tekanan inflasi pada tahun depan bisa jadi datang dari kelompok harga barang yang diatur pemerintah (administered prices).
Salah satu tekanan "administered prices" itu dari rencana pemerintah mencabut subsidi listrik untuk pelanggan 900 volt ampere (VA) dan 450 VA. Di samping itu, harga Bahan Bakar Minyak juga berpotensi naik karena terus menanjaknya harga minyak dunia. Beragam tekanan ekonomi di 2017 ini memperkuat dugaan BI akan kembali menerapkan moneter ketat pada tahun depan dan kembali mengutamakan stabilitas di atas pertumbuhan ekonomi.
Disinggung hal itu, pimpinan tertinggi BI Agus Martowardojo mengatakan ruang pelonggaran kebijakan moneter masih ada pada tahun depan. Dia juga mengatakan kebijakan moneter BI tidak akan menekankan pada stabiltas perekonomian.
"Namun ketika dihadapkan pada situasi penuh tekanan ekonomi, Bank Indonesia akan memastikan terlebih dahulu stabilitas ekonomi terjaga, untuk kemudian mengoptimalkan bauran kebijakan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Gubernur Agus di sela pertemuan tahunan BI yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan para pimpinan perbankan.
BI tampaknya tidak ingin terkesan menutup ruang kontribusi moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, jika stimulus moneter terhenti, pemerintah hanya bisa mengandalkan stimulus fiskal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta investasi swasta.
Realisasi APBN juga bukan tanpa masalah karena kekurangan penerimaan pajak masih tersisa. Sedangkan peningkatan investasi swasta juga perlu ditopang efektivitas dari penerapan paket kebijakan ekonomi.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung menerangkan kebijakan moneter BI tetap akomodatif terhadap pertumbuhan. BI, lanjut dia, memilih untuk menyeimbangkan stabilitas makroekonomi sekaligus tetap mengupayakan pemulihan ekonomi domestik pada tahun depan. Juda mengakui inflasi dari "administered prices" tahun depan memang menjadi perhatian BI.
Menurut Juda, jika pengurangan subsidi tidak dilakukan secara hati-hati dan di waktu yang tepat, inflasi bisa saja menembus empat persen atau mendekati batas maksimum proyeksi BI.
"Bisa saja berisiko ke angka empat persen," kata Juda. (Ant/Indra Arief Pribadi)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: