Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Empat Pendaki Meregang Nyawa di Gunung Everest

        Empat Pendaki Meregang Nyawa di Gunung Everest Kredit Foto: Reuters/Phurba Tenjing Sherpa
        Warta Ekonomi, Kathmandu -

        Pemandu-pemandu Nepal menemukan empat pendaki dalam keadaan tak bernyawa di tenda-tenda mereka di Gunung Everest, kata sejumlah pejabat, Rabu (24/5/2017).

        Penemuan menjadikan keseluruhan yang meninggal di gunung tertinggi dunia itu berjumlah 10 orang dalam satu bulan terakhir ini.

        "Para pendaki tersebut ditemukan pada tengah malam di dua tenda di Kemah Empat pada ketinggian 8.000 meter," kata Mingma Sherpa dari agen layanan pendakian Seven Summit Treks.

        Identitas keempat pendaki masih belum diketahui karena belum ada tim ekspedisi gunung yang melaporkan anggota mereka hilang. Kepala Asosiasi Pendakian Gunung Nepal mengatakan para pendaki itu kemungkinan naik gunung atas usaha sendiri.

        "Mungkin saja beberapa pendaki mendapatkan izin dan melakukan pendakian tanpa bantuan karena masalah biaya," kata Ang Thsering Sherpa.

        "Kemarin gunung dalam keadaan berangin dan sangat dingin. Tampaknya mereka meninggal karena sesak napas karena mereka pasti menggunakan kompor untuk membuat tenda tetap hangat." Himalayan Times melaporkan bahwa dua dari pendaki yang tewas itu adalah warga asing, namun tidak menyebutkan nama kewarganegaraan.

        "Kemungkinan besar mereka meninggal karena keracunan karbon monoksida melalui penggunaan kompor-kompor mereka di dalam tenda tanpa lubang udara yang cukup," kata pendaki gunung asal Amerika Serikat, Alan Arnette, penulis di daring soal Everest.

        Para sherpa (pemandu) menemukan jenazah keempat orang itu dalam perjalanan untuk membawa jenazah Vladimir Strba dari Slovakia, yang meninggal pada akhir pekan di dekat puncak gunung setinggi 8.850 meter itu.

        "Jenazah Strba sudah dibawa turun ke Kemah Dua pada ketinggian 6.400 meter dan diperkirakan akan dibawa ke kemah utama pada Rabu," ungkap Mingma.

        Lebih dari 5.000 pendaki telah menapaki Everest sejak gunung itu didaki pertama kali oleh warga Selandia Baru bernama Edmund Hillary beserta Sherpa Tenzing Norgay pada 1953. Jumlah orang yang berusaha mendaki namun akhirnya tewas mencapai 300 orang.

        Banyak korban tewas tetap berada di gunung itu, terkubur di dalam salju, karena terlalu sulit untuk membawa mereka turun.

        Keletihan, kerentanan, serangan beku, jatuh dan penyakit karena ketinggian merupakan penyebab-penyebab utama yang menewaskan pendaki Everest.

        Namun, pembunuh paling maut dalam beberapa tahun terakhir ini adalah longsor salju.

        Sebanyak 18 orang tewas pada 2015 ketika gempa bumi berkekuatan 7,8 skala Richter memicu longsor salju yang menghantam perkemahan utama.

        Satu tahun sebelumnya, 16 sherpa yang mengangkut perlengkapan bagi para pendaki menuju kemah-kemah di dataran lebih tinggi tewas terkena longsor salju ketika mereka sedang menyeberangi Lapisan Es Khumbu berbahaya, yang berada tepat di atas perkemahan utama.

        Para pendaki bisa menaiki Everest dari sisi Nepal dan China. Satu dari 10 pendaki yang tewas naik dari sisi China.

        Nepal telah mengeluarkan izin bagi 371 pendaki berkewarganegaraan asing pada musim pendakian ini. Jumlah itu meningkat dari angka sebelumnya, yaitu 281.

        Masing-masing pendaki harus membayar 11.000 dolar AS (sekitar Rp146 juta) untuk mendapatkan izin mendaki.

        Biaya perizinan merupakan sumber utama pendapatan bagi Nepal, negara yang sedang mengalami kekurangan dana. Nepal mendapatkan lebih dari empat juta dolar (sekitar Rp53 miliar) tahun ini dari pengeluaran izin pendakian Everest, kata beberapa pejabat.

        Musim pendakian tahun ini ditutup pada akhir Mei ketika musim hujan biasanya mulai, yang membawa awan dan salju pada ketinggian. (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Fajar Sulaiman

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: