Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Laporan Keuangan Disclaimer, KKP Minta BPK Melakukan PDTT

        Laporan Keuangan Disclaimer, KKP Minta BPK Melakukan PDTT Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) segera melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) untuk menindaklanjuti opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) atau disclaimer BPK atas laporan keuangan KKP tahun 2016.

        Sekretaris Jenderal KKP, Rifky Effendi Hardijanto menyatakan bahwa KKP telah mengirimkan surat permohonan pemeriksaan lanjutan kepada BPK pada 15 dan 17 Mei lalu.

        "Sebelumnya kita sudah meminta perpanjangan waktu kepada BPK, karena BPK tidak bersedia memberikan perpanjangan waktu, kita minta dilakukan pemeriksaan baru. Kalau misalnya kita tanggal 2 (Juni) ini diperiksa, kita siap. Benar-benar siap," Kata Rifky di Jakarta, Jumat (26/5/2017).

        KKP mengakui adanya keterlambatan penyerahan dokumen pertanggungjawaban terkait pengadaan 1.716 Kapal Penangkap Ikan (KPI) pada Agustus 2016 lalu. Keterlambatan tersebut terjadi karena adanya hambatan kerja yang ditemui galangan.

        "Hal ini tidak menyangkut kerugian negara sama sekali tidak, hanya saja waktu yang dimiliki KKP untuk menyiapkan laporan keuangan sangat rigid,? ujar Rifki.

        Pembangunan 1.716 KPI tersebut ialah program KKP untuk menyediakan kapal penangkap ikan bagi nelayan kecil di Indonesia. Tujuannya agar keberhasilan pemberantasan Illegal Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) juga dapat dinikmati oleh nelayan kecil. Di samping itu, KKP juga menginginkan galangan kapal Indonesia tumbuh, terutama galangan menengah ke bawah.

        Untuk itu, KKP memilih pembangunan kapal dengan sistem e-katalog agar pengadaan kapal dapat berjalan cepat dan efisien, serta dapat menyentuh galangan menengah. Sistem lelang dinilai hanya akan menguntungkan galangan besar.

        "Namun, pengadaan KPI tersebut mengalami sedikit hambatan. Penyebabnya, mitra yang berupa galangan menengah memiliki modal kerja yang terbatas. Beberapa galangan bahkan membatalkan kontrak, padahal pembayaran seharusnya sudah diselesaikan pada akhir tahun," ungkap Rifki.

        Menanggulangi hal tersebut, pada pertengahan Desember 2016, KKP telah menyepakati perubahan cara pembayaran dari turnkey (pembayaran saat semua pekerjaan selesai) menjadi termin (pembayaran berdasarkan kemajuan fisik pekerjaan), perpanjangan kontrak hingga 90 hari, dan pengurangan volume.

        "Mengikuti tata cara pembayaran akhir tahun, kita melakukan pembayaran untuk 754 kapal sekitar Rp209 miliar, dengan bank garansi pembayaran sekitar Rp97 miliar sesuai prediksi kemajuan fisik pekerjaan per tanggal 23 Desember 2016 dan 31 Desember 2016,? Ujar Rifki.

        Perbaikan kontrak berupa perubahan volume, perpanjangan kontrak, perubahan tata cara pembayaran, bahkan pemutusan kontrak baru dapat dilakukan bertahap dan diserahkan lengkap pada awal Mei 2017. Begitu pula dengan perhitungan denda keterlambatan, juga baru bisa dilakukan setelah semua dokumen lengkap.

        Pembangunan dengan sistem pembayaran turnkey tidak mensyaratkan kosultan pengawas. Namun, dengan berubahnya pembayaran menjadi sistem termin, KKP membutuhkan pengawas untuk melakukan pemeriksaan fisik kemajuan pekerjaan. Untuk itu, KKP mengirim tim mereka langsung untuk memeriksa ke tiap galangan untuk menghitung kemajuan fisik per tanggal 31 Desember 2016 yang akan diperhitungkan dengan jaminan pembayaran, baru bisa dilaksanakan pada Februari 2017. Sedangkan, tim audit BPK sudah mulai meminta dokumen pada minggu ketiga Januari 2017.

        Diakibatkan berbagai perubahan dan tambahan kegiatan tersebut, KKP baru bisa menyusun dokumen pertanggungjawaban pada awal Maret 2017, sedangkan BPK meminta 31 Maret 2017 semua dokumen telah diserahkan. Meski tak dapat memenuhi tenggat waktu yang diberikan BPK, KKP tetap menyerahkan dokumen laporan secara bertahap. Pihak auditor menolak semua bukti dengan alasan tidak tersisa cukup waktu lagi untuk meneliti bukti tersebut karena disampaikan melewati batas waktu pemeriksaan lapangan.

        Sebagai informasi, pada penyediaan KPI tersebut, KKP membuat sekitar 20 tipe kapal yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di seluruh Indonesia. Dari 754 KPI yang dibangun, saat ini 509 sudah diserahkan kepada penerima bantuan, 201 sudah selesai dan menunggu didistribusikan kepada penerima bantuan, serta 44 lainnya dalam pengerjaan 80%.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Boyke P. Siregar
        Editor: Rizka Kasila Ariyanthi

        Bagikan Artikel: