Nicolas Maduro: Venezuela Tak Pernah Takut Ancaman Dari Amerika
Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, secara tegas menolak sanksi AS yang dikenakan kepadanya oleh Donald Trump, dengan mengatakan bahwa dirinya tidak akan "mendengarkan perintah dari kekaisaran".
Washington menambahkan Maduro masuk dalam daftar pejabat tinggi Venezuela yang ditargetkan mendapat sanksi keuangan, meningkatkan taktik yang sejauh ini gagal mengubah tingkah laku pemerintahan sosialisnya.
Untuk saat ini, pemerintahan Trump tidak memberikan ancaman untuk memberi sanksi pada industri minyak Venezuela, yang tentunya dapat merusak pemerintahan Maduro, namun hanya menaikkan harga gas AS dan memperdalam isu terkait krisis kemanusiaan di Venezuela.
Sanksi tersebut diberikan setelah pihak berwenang mengatakan bahwa lebih dari delapan juta orang memilih untuk membentuk sebuah majelis konstitusional dengan menganugerahi partai penguasa Maduro sebuah kekuatan yang hampir tidak terbatas, jumlah pemilih yang diragukan oleh para analis independen, sementara pemilihan tersebut tidak sah oleh para pemimpin di Amerika dan Eropa.
Maduro mengatakan bahwa dirinya tidak bermaksud untuk menyimpang dari rencana untuk menulis ulang konstitusi, dan mengejar serangkaian musuh, dari saluran berita independent di Venezuela kepada orang-orang bersenjata yang dirinya klaim dikirim oleh negara tetangga yakni Kolombia untuk mengganggu pemungutan suara sebagai bagian dari konspirasi internasional yang dipimpin oleh pria yang dirinya sebut "Kaisar Donald Trump".
"Mereka tidak mengintimidasi saya. Ancaman dan sanksi kekaisaran tidak mengintimidasi saya sama sekali," ujar Maduro di televisi nasional, sebagaimana dikutip dari laman The Independent, di Jakarta, Kamis (3/8/2017).
"Saya tidak mendengarkan perintah dari kekaisaran, tidak sekarang atau selamanya, Kirim lebih banyak sanksi, Donald Trump," tambahnya.
Dewan Pemilihan Nasional Venezuela mengatakan jumlah pemilih dalam pemilihan hari Minggu adalah 41,53 persen, atau 8.089.320 orang. Hasilnya berarti partai yang berkuasa memenangkan lebih banyak dukungan daripada pada pemilihan nasional sejak 2013, terlepas dari menurunnya ekonomi, inflasi melonjak, kekurangan obat, dan kekurangan gizi.
Jajak pendapat mengatakan sekitar 85 persen warga Venezuela menolak majelis konstitusional dan jumlah yang sama tidak disetujui atas kinerja keseluruhan Maduro.
Pemimpin oposisi memperkirakan jumlah pemilih sebenarnya kurang dari setengah klaim pemerintah dalam sebuah pemungutan suara yang dipantau oleh pengamat bersekutu namun tidak ada pemantau jajak pendapat yang diakui secara internasional. Sebuah jajak pendapat berdasarkan survei dari 110 pusat pemungutan suara oleh bank investasi New York Torino Capital dan sebuah perusahaan opini publik Venezuela memperkirakan 3,6 juta orang memilih, atau sekitar 18,5 persen pemilih terdaftar.
Jumlah suara dewan Pemilu di masa lalu telah dipandang dapat dipercaya dan akurat, namun pengumuman cercaan tersebut tampaknya akan meningkatkan polarisasi dan konflik politik yang melumpuhkan negara tersebut.
"Jika bukan sebuah tragedi, jika itu tidak berarti lebih banyak krisis, jumlah dewan pemilihan hampir membuat anda tertawa," ujar pemimpin oposisi Freddy Guevara di Twitter. Maduro telah mengancam bahwa salah satu tindakan pertama majelis konstitusi akan memenjarakan Guevara karena menghasut kekerasan. Majelis konstituante akan memiliki tugas untuk menulis ulang konstitusi negara tersebut dan akan memiliki kekuasaan di atas dan di luar institusi negara lainnya, termasuk kongres yang dikontrol oposisi.
Maduro mengatakan majelis baru akan mulai memerintah dalam waktu seminggu. Di antara tindakan lainnya, dirinya mengatakan bahwa pihaknya akan menggunakan kekuatan majelis tersebut untuk melarang kandidat oposisi agar tidak mencalonkan diri dalam pemilihan gubernur pada bulan Desember, kecuali jika mereka duduk bersama partainya untuk menegosiasikan penghentian permusuhan yang telah menghasilkan empat bulan demonstrasi yang telah menewaskan sedikitnya 120 orang dan melukai Hampir 2.000 orang.
Seiring dengan AS, Uni Eropa dan negara-negara termasuk Argentina, Kanada, Kolombia, Meksiko, Panama, Paraguay, Spanyol dan Inggris mengkritik pemilihan hari Minggu. Maduro mengatakan bahwa dirinya telah menerima ucapan selamat dari pemerintah Kuba, Bolivia dan Nikaragua, dan lainnya.
Dampak moneter dari sanksi AS yang baru ini cenderung tidak jelas, karena kedududukan Maduro di yurisdiksi AS. Namun, menjatuhkan sanksi kepada kepala negara sangat jarang dan bisa sangat kuat secara simbolis, yang membuat negara lain juga menghindari pemimpin semacam itu. Misalnya, AS telah memiliki sanksi terhadap Presiden Suriah Bashar Assad sejak 2011. Kepala negara lainnya yang saat ini terkena sanksi AS termasuk Robert Mugabe dari Zimbabwe dan Kim Jong Un dari Korea Utara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo