Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        JK: Kita Tidak Ingin Ciptakan Bangsa Kerdil

        JK: Kita Tidak Ingin Ciptakan Bangsa Kerdil Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemerintah tidak ingin menciptakan bangsa yang kerdil sehingga terus berupaya memperbaiki gizi bayi dan balita dengan harapan ke depan tidak ada lagi pertumbuhan anak kerdil (stunting).

        "Kita membicarakan masa depan bangsa karena masa depan itu tergantung kelahiran bayi kemudian kesehatannya. Kita tidak ingin menciptakan bangsa yang kerdil, karena itu ini perlu diperbaiki," kata Wapres usai memimpin rapat pleno lanjutan untuk penanganan masalah anak kerdil di Kantor Wapres di Jakarta, Rabu (9/8/2017).

        Hadir dalam rapat tersebut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.

        Juga hadir Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Menteri Kesehatab Nila F Moeloek, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo.

        Menko PMK Puan Maharani mengatakan, saat ini pemerintah berupaya menggalakkan kembali program gizi seimbang yang melibatkan 12 kementerian dan lembaga.

        "Harapannya ke depan tidak ada lagi anak kerdil, dan yang terpenting gizi untuk anak-anak itu bisa kita antisipasi bahwa makanan yang mereka makan memang cukup gizinya dan kita sesuaikan dengan kearifan lokal, misal karbohidrat tidak hanya beras saja," ujar Puan.

        Pemerintah telah berkomitmen untuk menangani masalah anak kerdil. Anak kerdil (stunting) adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

        Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, atau dalam 1.000 hari pertama kehidupan, tetapi stunting baru nampak setelah anak berusia dua tahun. Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, dan penurunan produktivitas.

        Berdasarkan Riskerdas yang dilakukan Kemenkerian kesehatan pada 2013, sekitar 37 persen atau kurang lebih sembilan juta anak balita di Indonesia mengalami masalah stunting.

        Anak-anak dengan masalah stunting ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan lintas kelompok pendapatan. Saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya.

        Indonesia sendiri berada pada kelompok negara-negara dengan kondisi stunting terburuk dengan kasus stunting pada balita dan anemia pada perempuan dewasa bersama 47 negara lainnya, termasuk Angola, Burkina Faso, Ghana, Haiti, Malawi, Nepal dan Timor-Leste. (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: