Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ekonomi Syariah dan Problem Kemiskinan di Indonesia (3-Habis)

        Ekonomi Syariah dan Problem Kemiskinan di Indonesia (3-Habis) Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sri Mulyani juga memandang masyarakat kebanyakan hanya mengerti zakat sebagai kewajiban tahunan yang dibayar pada akhir Ramadhan (zakat fitrah). Masih ada jenis zakat yang jarang dipenuhi, yaitu zakat mal atau zakat harta.

        "Hal ini terjadi mungkin karena pemahaman tradisional bahwa objek zakat mal hanya emas, perak, hasil pertanian, ternak dan hasil tambang. Pemahaman ini tidak sepenuhnya salah karena kebanyakan harta benda pada saat itu berada dalam bentuk itu," ucap Sri Mulyani.

        Di era sekarang ini harta atau kekayaan bisa dalam bentuk yang lebih beragam seperti saham, sukuk, upah atau gaji, yang jika mengikuti definisi kekayaan klasik mungkin bukan merupakan objek zakat. Menkeu mengatakan untuk memahami objek zakat harta maka harus dikembalikan ke ide utama mengapa zakat dibebankan. Zakat harta dibebankan pada aset yang produktif atau bertumbuh, sebagai kelebihan dari kebutuhan dasar.

        "Dengan pemahaman tersebut, objek zakat harta bisa jauh lebih luas dan potensi koleksi zakat juga meningkat," kata Sri Mulyani.

        Kemudian, mengenai wakaf, Indonesia memiliki tanah wakaf sekitar 4,3 miliar meter persegi dengan mayoritas penggunaan sebagai masjid dan pemakaman umum, sedangkan wakaf tunai baru mencapai Rp22 miliar.

        Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, menilai wakaf harus diatur agar dapat bermanfaat dengan baik seperti untuk pembangunan rumah sakit dan kebutuhan wirausaha syariah.

        Ia juga mengatakan pola pengelolaan wakaf di Indonesia dapat digunakan untuk mendukung perkembangan perusahaan rintisan (start-up). "Kami mendorong wiraswasta Muslim yang masih muda dan bersemangat bisnis. Tetapi masalahnya mereka susah di modal awal. Ide yang saya munculkan adalah modal awal 'start-up' dari hasil manajemen wakaf," kata Bambang.

        Ia mengatakan agar produktif dan bernilai tambah maka tanah wakaf sebaiknya dipakai untuk universitas, rumah sakit, pertokoan, hotel dan lainnya, menurut manajemen wakaf oleh Islamic Development Bank (IDB). "Supaya wakaf produktif dan memberikan surplus. Pemakaiannya juga harus halal-based," ucap dia.

        Selain itu, penambangan jumlah pebisnis Muslim yang memperoleh pendanaan dari manajemen wakaf juga dinilainya mampu meningkatkan bisnis perbankan syariah.

        "Kalau pengusaha Muslim baru lebih banyak, secara alamiah mereka akan ke bank syariah sehingga nantinya ideal karena mendanai bisnis yang sejalan dengan keuangan syariah," ucap Bambang.

        Dengan peningkatan permintaan dalam sektor keuangan syariah, maka perbankan syariah tidak kemudian memberikan pinjamanan ke sektor yang biasa didanai bank konvensional.

        "Kami ingin bank-bank syariah didorong oleh pebisnis Muslim sebagai nasabah utama bank syariah ke depan," demikian Bambang.

        Bappenas juga mengapresiasi langkah Majelis Ulama Indonesia yang telah menerbitkan fatwa tentang pendayagunaan dana zakat, infak, sedekah dan wakaf untuk pembangunan sarana air bersih dan sanitasi pada 2015.

        Lebih lanjut, diperlukan peran menyeluruh dari semua pihak untuk mengatasi tantangan implementasi Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah terkait penggunaan zakat dan wakaf untuk perbaikan sumber daya manusia pengelola, pendaftaran obyek zakat dan wakaf, sistem penggunaan zakat dan wakaf, serta tata kelola zakat dan wakaf tersebut.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: