Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Para Anggota Parlemen Negara ASEAN Sepakat Tolak RCEP

        Para Anggota Parlemen Negara ASEAN Sepakat Tolak RCEP Kredit Foto: Boyke P. Siregar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Para anggota parlemen negara-negara anggota ASEAN berkumpul di Jakarta untuk membahas mengenai perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang kini tengah berjalan. Kesimpulannya, mereka menolak RCEP karena dianggap akan melanjutkan liberalisasi perdagangan dan investasi.

        Anggota Parlemen Filipina Tomasito Villarin mengatakan RCEP tidak ada bedanya dengan perjanjian perdagangan bebas lain yang kerap membahayakan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan lingkungan.

        "Kami mendorong pemerintah, para anggota parlemen, dan masyarakat termasuk kalangan bisnis untuk maju dan menuntut kepentingan publik di atas kepentingan korporasi global. Paling tidak kita harus membuka proses negosiasi untuk dibuka ke publik dan parlemen. Kita bisa meminta kepada seluruh pemerintahan kita untuk melakukan analisis untung rugi dari draft RCEP final yang akan diperlihatkan ke publik sebelum ada penandatanganan persetujuan apapun," kata Tomasito dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat kemarin (25/8/2017).

        Sementara?itu, Ketua Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (APHR) yang juga anggota parlemen dari Malaysia Charles Santiago menuturkan negara-negara ASEAN yang tergabung dengan RCEP harus bisa memastikan adanya klausa perlindungan HAM. Santiago menyebutkan ada tiga hal yang mereka bahas dalam pertemuan di Jakarta kali ini.

        Menurut dia, para anggota parlemen merasa prihatin karena RCEP dianggap tidak berpihak pada masyarakat. Malahan, pemerintah ikut ambil andil dengan menandatangani nota kesepahaman (MoU) yang terlalu berpihak pada sektor swasta.

        "Ada tiga isu yang kita bahas, tak hanya dengan sesama anggota parlemen, tapi juga Kementerian Perdagangan dan LSM. Pertama transparansi, hak kekayaan intelektual, dan penyelesaian perselisihan antara penanam modal dan negara (ISDS)," ucapnya.

        Dia menjelaskan anggota parlemen meminta negosiasi yang selama enam bulan dilakukan secara tertutup dari publik bisa dilakukan dengan lebih transparan. Hal ini bertujuan agar parlemen dan masyarakat bisa mengetahui hasil dari negosiasi ini bisa berpihak pada rakyat atau tidak.

        "Rencana perlindungan hak kekayaan intelektual merupakan sebuah ancaman serius terhadap akses obat-obatan yang dibutuhkan masyarakat, akibat adanya konsep perpanjangan paten yang akan berdampak pada kenaikan harga," imbuh dia.

        Dengan kenaikan harga obat-obatan tersebut tentu akan berpengaruh pada akses pelayanan kesehatan. Pasalnya, mendapat perawatan dan pelayanan kesehatan merupakan hak fundamental setiap warga negara.

        "Pembatasannya merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak itu," sambung Charles.

        Sementara itu, memasukkan mekanisme ISDS menimbulkan sebuah keprihatinan. Pasalnya, menurut Charles, mekanisme tersebut sangat keji dan hanya menguntungkan kepentingan bisnis. Imbas dari kejinya mekanisme ini, kedaulatan negara bisa terganggu dan hukum juga akan terancam.

        "Dengan mengorbankan kepentingan komunitas dan golongan yang terdampak, kami menolak keras hal tersebut diterapkan dalam RCEP," lanjutnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Boyke P. Siregar
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: