Pertama Kali Injakkan Kaki di Singapura, Apa Dampak Kehadiran Putin bagi ASEAN?
Presiden Rusia Vladimir Putin akan mengunjungi Singapura pekan ini untuk kunjungan kenegaraan dan untuk menghadiri KTT Rusia dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) serta KTT Asia Timur ke-13 (EAS).
Ini adalah pertama kalinya pemimpin Rusia menginjakkan kaki di tanah Singapura. 2018 juga menandai ulang tahun ke-50 hubungan diplomatik antara kedua negara.
Kunjungan Putin ke Singapura menjadi sebuah kejutan bagi banyak pihak di mana Presiden Rusia sebelumnya belum pernah menghadiri EAS sejak Rusia memperoleh keanggotaan pada 2011, bahkan ketika kawasan Asia-Pasifik menjadi semakin penting bagi kebijakan luar negeri Rusia.
Dalam beberapa tahun terakhir, Putin telah hadir dalam pertemuan untuk forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), yang sebagian besar terjadi tepat setelah pertemuan EAS, dan dia telah mengirim menteri luar negeri Rusia atau perdana menteri ke KTT.
Tapi tahun ini, sementara Dimitri Medvedev, Perdana Menteri Rusia menghadiri forum APEC di Papua Nugini pada tanggal 14 dan 15 November, Putin akan berada di Singapura untuk kunjungan kenegaraan dan untuk menghadiri EAS pada hari yang sama.
EAS, yang diadakan setiap tahun, adalah pertemuan antara negara-negara anggota ASEAN dengan delapan mitra dialognya: Australia, Jepang, India, China, Selandia Baru, Republik Korea, Rusia dan Amerika Serikat. Tantangan di wilayah tersebut dibahas, dan KTT tersebut dipandang sebagai peluang untuk membangun hubungan dan kerjasama yang lebih baik di kawasan ini.
Baik Presiden AS Donald Trump, dan Presiden China Xi Jinping dilaporkan tidak akan menghadiri EAS, yang mana menempatkan Putin, bersama dengan Presiden Jepang Shinzo Abe dan Narendra Modi dari India, sebagai delegasi paling penting dari pertemuan tersebut.
Sangat mungkin bahwa Putin menghadiri KTT tersebut karena dalam upaya untuk meningkatkan ekonomi Rusia, yang telah menderita sanksi setelah krisis di Ukraina empat tahun lalu.
Dan mengunjungi kursi ASEAN tahun ini, di Singapura, mungkin juga menjadi kunci karena Kota Singa telah menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan bahwa ia ingin memperkuat hubungan dagang dengan Uni Ekonomi Eurasia (EAEU), sebuah kelompok ekonomi baru termasuk Rusia dan beberapa anggotanya. Uni Soviet, seperti Kazakhstan, Armenia, Kyrgyzstan, dan Belarusia.
Selanjutnya, porsi perdagangan luar negeri Rusia di APEC telah tumbuh dalam lima tahun terakhir dari 23 hingga 31 persen. Perdagangan dengan Vietnam meningkat menjadi US$5,2 miliar tahun lalu, dan Rusia tetap menjadi investor asing terbesar kedua negara itu, dengan hampir US$3 miliar.
Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, telah mengatakan bahwa ia berharap bahwa nota kesepahaman yang ditandatangani antara Singapura dan badan pengatur eksekutif EAEU, Komisi Ekonomi Eurasia (EEC) pada tahun 2016 akan memfasilitasi Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) antara Kota Singa dan EAEU. Ini akan menjadikan Singapura negara kedua untuk menandatangani FTA dengan EAEU, setelah Vietnam pada tahun 2016.
ASEAN juga terbukti menjadi pasar yang bagus untuk senjata Rusia. Hanoi memesan senjata dari Rusia senilai lebih dari US$1 miliar pada bulan September, dan tahun lalu Indonesia mengatakan akan membeli 11 jet tempur Sukhoi senilai US$1,14 miliar. Meskipun ancaman sanksi dari AS, Indonesia mengumumkan pada bulan Oktober bahwa pembayaran akan tetap dilanjutkan.
Rusia juga membuat "penawaran hadiah" senjata baru-baru ini ke Filipina, yang diyakini banyak orang akan membuka jalan bagi penjualan senjata ke negara itu, yang telah membeli sebagian besar senjatanya dari Amerika.
Rusia juga memperluas ekspansinya dalam mengekspor energi ke kawasan itu, dengan pembangkit nuklir sebagai kemungkinan di Filipina dan Indonesia, dan dengan rencana kuat untuk membangun pembangkit nuklir di Vietnam.
Satu negara yang hubungannya dengan Rusia masih harus dilihat adalah Malaysia, di mana tidak diketahui apakah Perdana Menteri yang baru Mahathir Mohamad akan bersikap hangat terhadap Putin atau tidak.
Satu masalah yang mungkin akan dibahas adalah bukti baru yang melibatkan Rusia dalam jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17 pada Juli 2014, yang menewaskan semua 298 orang di dalamnya.
Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Saifuddin Abdullah ketika ditanya apakah Mahathir akan memunculkan isu penerbangan yang jatuh ketika ia bertemu Putin. Menteri itu mengatakan kepada para anggota pers, ?Posisi kami selalu sangat jelas. Kami menunggu laporan konklusif dari JIT (Tim Investigasi Gabungan). Kami tidak memegang posisi lain,? ungkapnya, seperti dilansir dari theindependent.sg, Selasa (13/11/2018).
JIT terdiri dari perwakilan dari Malaysia, Australia, dan Ukraina, serta jaksa dan polisi Belanda. Mei lalu JIT mengindikasikan bahwa MH17 mungkin adalah target pemberontak pro-Rusia terhadap pemerintah Ukraina, sebuah tuduhan yang ditanggapi dengan penolakan oleh pemerintahan Putin.
Sumber lain juga menunjuk seorang tokoh kunci dalam penerbangan naas itu, Oleg Vladimirovich Ivannikov, seorang perwira intelijen Rusia berpangkat tinggi.
Tetapi, Saifuddin memang mengatakan bahwa keamanan di Semenanjung Korea akan dibicarakan dengan presiden Rusia, Vladimir Putin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait: