Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Komnas HAM Minta Bedakan Kebebasan Berpendapat dan Ujaran Kebencian

        Komnas HAM Minta Bedakan Kebebasan Berpendapat dan Ujaran Kebencian Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin mengatakan ujaran kebencian tidak termasuk dalam ranah kebebasan berpendapat.

        Baca Juga: Hidup Menderita, Penyebar Ujaran Kebencian Ini Menyesal Setengah Mati!

        Menurutnya, terdapat batasan-batasan yang dapat membedakan antara kedua hal tersebut.

        Kebebasan pendapat diungkapkan secara nalar, dan bisa dipertanggungjawabkan. Kebebasan berpendapat itu dibatasi oleh kebebasan berpendapat orang lain, hakmu dibatasi oleh orang lain," kata dia usai diskusi media di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat.

        Ujaran kebencian, lanjutnya, adalah bagaimana seseorang atau kelompok menyerang personal atau agama suatu kelompok dan dapat mengancam demokrasi dan HAM.

        Menurut Amir, batasan-batasan antara ujaran kebencian dan kebebasan berpendapat dapat dilihat dari apakah ucapan tersebut mengandung unsur mengancam seseorang atau golongan tertentu, dan apakah ucapan tersebut juga mengandung unsur kekerasan.

        "Kita bisa lihat apakah dalam 'pendapat' itu terdapat unsur 'violence'-nya. Jika iya, maka itu tidak bisa dikategorikan kebebasan berpendapat, itu adalah ujaran kebencian," paparnya.

        Amir kemudian mengatakan bahwa problema ujaran kebencian ini merupakan permasalahan global. Menurutnya salah satu penyebab masif dan cepatnya penyebaran ujaran kebencian adalah karena pesatnya perkembangan teknologi informasi.

        Kini, semua orang dengan gawainya bisa dengan mudah dan cepat membuat opini tertentu tanpa harus pergi ke sasarannya.

        Amir berpendapat bahwa penting bagi tiap negara termasuk Indonesia untuk dapat mengimbangi cepatnya laju teknologi komunikasi ini.

        "Tantangannya adalah bagaimana perangkat demokrasi kita menyusuaikan dan mengimbangi moda komunikasi, sehingga imbang dan tidak tertinggal, agar instrumen demokrasi kita tidak kepayahan dalam hal ini," katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: