Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan penyesuaian nilai pembebasan (de minimis) atas barang kiriman dari sebelumnya US$75 menjadi US$3 per kiriman (consignment note) untuk bea masuk. Sedangkan pungutan Pajak dalam Rangka Impor diberlakukan normal (tidak ada batas ambang bawah/de minimis).
Namun, pemerintah juga membuat rasionalisasi tarif dari semula total ? 27,5%-37,5% (Bea Masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 10% dengan NPWP atau PPh 20% tanpa NPWP) menjadi ? 17,5% (Bea Masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 0%).
Penyesuaian ini guna menciptakan perlakuan perpajakan yang adil dan melindungi industri kecil dan menengah dalam negeri, serta menjawab permintaan dari beberapa asosiasi. antara lain Asosiasi IKM, Masyarakat Industri, dan Asosiasi Pengusaha Indonesia.
Baca Juga: OMG! 1.000 Mobil Mewah Orang Kaya di Ibu Kota Lari dari Pajak
Sebagai informasi, berdasarkan catatan dokumen impor, sampai saat ini kegiatan e-commerce melalui barang kiriman di Tanah Air mencapai 49,69 juta paket pada 2019 meningkat tajam dari sebelumnya yang hanya sebesar 19,57 juta paket pada 2018 dan 6,1 juta paket pada 2017 atau tumbuh sebesar 254% dibanding 2018 dan 814% dibandingkan 2017.
Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi mengungkapkan, kebijakan ini diambil untuk menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level playing field antara hasil produksi dalam negeri yang produknya mayoritas berasal dari IKM dan dikenakan pajak dengan produk-produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum yang masih banyak beredar di pasaran.
"Pertimbangan ini diambil berangkat dari masukan beberapa asosiasi IKM, Kementerian Perindustrian, asosiasi forwarder (ALFI), dan pengusaha retail atau distributor offline," ungkap Heru di Jakarta, Senin (23/12/2019).
Penyesuaian?de minimis value sebesar US$3 dengan mempertimbangkan nilai impor yang sering di-declare dalam pemberitahuan impor barang kiriman (Consigment Note/CN) adalah US$3,8 per CN.
Kebijakan ini juga akan diiringi dengan ketentuan impor barang e-commerce dengan menggandeng platform marketplace untuk bersinergi dengan bea cukai dalam rangka transparansi.
Skema ini akan memungkinkan platform marketplace mengalirkan data transaksi e-commerce ke sistem Bea Cukai secara online sehingga mampu menghilangkan praktik under invoice dan mengurangi miss declaration dalam pemberitahuan barang kiriman.
Baca Juga: Kena Razia BPRD DKI, Hotel Ini Nunggak Pajak Lebih dari Rp2 M
Heru menegaskan bahwa dalam menyusun perubahan aturan ini, BKF, Pajak dan Bea Cukai telah melibatkan berbagai pihak untuk menciptakan peraturan yang inklusif serta menjunjung tinggi keadilan dalam berusaha.
"Perubahan aturan ini merupakan upaya Kemenkeu untuk mengakomodasi masukan para pelaku industri dalam negeri, khususnya IKM, untuk mengeliminasi kesenjangan antara produk dalam negeri yang membayar pajak dengan produk impor yang masih membanjiri pasaran Indonesia. Diharapkan dengan aturan ini, fasilitas de minimis value benar-benar dimanfaatkan untuk keperluan pribadi dan mendorong masyarakat untuk lebih menggunakan produk dalam negeri," pungkas Heru.
Selain itu, pemerintah memperhatikan masukan khusus yang disampaikan pengrajin dan produsen barang-barang yang banyak digemari dan banjir dari luar negeri yang mengakibatkan produk mereka tidak laku, seperti tas, sepatu, dan garmen.
Seperti diketahui banyak sentra pengrajin tas dan sepatu yang gulung tikar dan hanya menjual produk dari China.
Untuk menjawab hal tersebut, dalam aturan baru ini pemerintah secara khusus membedakan tarif atas produk tas, sepatu, dan garmen. Khusus untuk tiga komoditas tersebut, tetap diberikan de minimis untuk bea masuk sampai dengan US$3 dan selebihnya diberikan tarif normal (MFN) yaitu Bea Masuk untuk tas 15%-20%, sepatu 25%-30%, produk tekstil 15%-25%. Kemudian PPN 10% dan PPh 7,5%-10%.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: