Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        KSP Soal WNI Eks-ISIS: Jangan Lagi Bebani Negara

        KSP Soal WNI Eks-ISIS: Jangan Lagi Bebani Negara Kredit Foto: Reuters/Stringer
        Warta Ekonomi, Bogor -

        Kantor Staf Presiden (KSP) menyebut, pemerintah masih menyiapkan argumen dan landasan hukum terkait boleh atau tidaknya WNI mantan anggota ISIS kembali ke tanah air.

        Namun, Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, dengan menyebut Indonesia negara thoghut atau kafir dan lari dari Indonesia masuk ke organisasi teroris di negara lain, para WNI eks-ISIS itu seolah melepas kewarganegaraannya.

        "Jangan lupa bahwa pernyataan (WNI eks ISIS) terhadap negara ini adalah negara thogut, negara ini adalah negara kafir, di dalam Islam itu adalah akad, saya merinding," tegas dia dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Minggu, 9 Februari 2020.

        Baca Juga: Soal Wacana Pemulangan WNI Eks-ISIS, Tjahjo Kumolo: Enggak Usah Lah!

        Dia juga berpendapat, pada dasarnya isu kepulangan mereka seharusnya tidak harus menjadi beban bagi masyarakat karena mereka telah memilih jalannya sendiri untuk bergabung dengan ISIS. Meski begitu dia menegaskan bahwa pemerintah memang mempertimbangkan bagi para wanita dan anak-anak yang diajak pria untuk datang ke sana karena tak ada pilihan lain.

        "Maksudnya begini, siapa-siapa yang pergi untuk dan atas nama dirinya, kesenangan dirinya, memilih ideologinya kemudian pergi dan keluar Indonesia, kemudian menempuh jalan surgawinya, tempuhlah jalan itu. Kau selamat atau enggak selamat itu urusan mu, jangan lagi bebani negara dan pemerintah serta masyarakat Indonesia dengan rencana kepulanganmu," paparnya.

        Ngabalin juga mengingatkan, berdasarkan kajian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, pemulihan bagi orang yang telah terpapar paham radikalisme atau terorisme, membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Untuk anak-anak saja membutuhkan waktu tiga tahun delapan bulan untuk memulihkan kembali mereka menyebutkan Pancasila.

        "Menyebutkan Pancasila, menyanyikan lagu Indonesia Raya, itu membutuhkan waktu tiga tahun delapan bulan, jangan gampang-gampang. Apalagi ini menyangkut ideologi, menyangkut aqidah. Kalau orang sudah menyebutkan Indonesia itu adalah negara thogut saya mengerti ini adalah aqidah," tegas Ngabalin.?

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Tanayastri Dini Isna

        Bagikan Artikel: