Dampak Corona, Ratusan Layanan Kesehatan Mental Muncul di China
Ratusan layanan dukungan kesehatan mental melalui hotline telepon 24 jam bermunculan di China dalam beberapa pekan belakangan seiring dengan kekhawatiran masyarakat terhadap wabah virus corona. Wabah itu membuat mereka lebih banyak tinggal di rumah agar terhindar dari infeksi.
Para profesional medis menyambut baik peluncuran sejumlah layanan resmi kendati kesehatan mental masih dianggap sebagai topik yang tabu di China. Di sisi lain, mereka juga memperingatkan bahwa layanan telepon tidak resmi justru dapat lebih banyak memicu masalah daripada menangani persoalan mental.
"Banyak sekali layanan telepon oleh para relawan, namun jadi tidak masuk akal karena tidak banyak yang dapat dilatih," kata Cui Erjing, relawan berbasis di Seattle yang berasal dari provinsi Guangdong, China, pada Kamis (13/2).
Baca Juga: WHO: Wabah Corona Bisa Menyebar ke Segala Arah
Erjing melanjutkan, "Itu dapat menjadi trauma ketika seseorang meminta dukungan namun tidak mendapat respons yang benar."
Survei oleh Chinese Psychology Society yang diterbitkan di media pemerintah pada pekan lalu menunjukkan bahwa dari 18.000 orang yang dites kecemasan terkait wabah corona, 42,6 persen merespons positif. Selain itu, dari 5.000 orang yang dievaluasi untuk identifikasi gangguan stres pasca-traumatik (PTSD), 21,5 persen menunjukkan gejala yang jelas.
Tagar #howtodealwithfeelingveryanxiousathome (bagaimana menangani kecemasan yang terjadi di rumah) mengemuka di media sosial Weibo dengan lebih dari 170 juta pengguna. Hal itu seiring munculnya kekeliruan informasi soal sebaran penyakit dan larangan bepergian meresahkan masyarakat.
Layanan telepon tersebut adalah bagian dari respons tingkat pertama yang dilakukan pemerintah untuk menangani dampak psikologis dalam keadaan darurat ini, yang juga pernah dilakukan dahulu setelah bencana gempa bumi di Sichuan pada 2008. Komisi Kesehatan Nasional menyebut lebih dari 300 layanan telepon telah diluncurkan untuk menyediakan pelayanan kesehatan mental terkait wabah corona, dengan dukungan dari departemen psikologi di perguruan tinggi, layanan konseling, dan organisasi nonprofit.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), layanan tersebut kebanjiran "pasien" karena hanya tersedia sekitar dua psikiater per 100.000 orang. Xu Wang, psikoterapis dari Universitas Tsinghua, yang bekerja dengan layanan telepon resmi Beijing, mengatakan bahwa tantangan utama yang dihadapi adalah para penelepon yang menunjukkan gejala virus dibandingkan gejala kecemasan.
"Penelepon biasanya mempunyai masalah somatik dan mungkin menyebut 'saya tidak enak makan, tidak enak tidur, dan ingin tahu apakah ini infeksi virus'," kata Wang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Shelma Rachmahyanti
Tag Terkait: