Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Covid-19 Serang Bertubi-tubi, KSSK: Kita Perlu Kebijakan Luar Biasa

        Covid-19 Serang Bertubi-tubi, KSSK: Kita Perlu Kebijakan Luar Biasa Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkapkan perlu kebijakan luar biasa (extraordinary) dan tidak konvensional (nonconvensional) untuk mengantisipasi dampak Covid-19 terhadap ekonomi, terutama di pasar keuangan. Pandemi Covid-19 telah menimbulkan volatilitas gejolak yang luar biasa.

        Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada paparannya bertema Langkah Penguatan Perlindungan Sosial dan Stimulus Ekonomi Menghadapi Dampak Covid-19?dalam Konferensi Pers Bersama oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua DK OJK Wimboh Santoso, dan Ketua DK LPS Halim Alamsyah melalui video conference pada Rabu (1/4/2020) di Jakarta.

        Menkeu mengatakan, asesmen KSSK terhadap situasi Covid-19 harus meningkatkan respons, maka perlu disiapkan berbagai langkah yang tidak konvensional untuk merespons dampak negatif Covid-19 ini yang terjadi tidak dalam situasi normal.

        Baca Juga: Bank Mandiri Bebaskan Biaya Top Up Go-Pay, Cuy!

        "Extraordinary time required extraordinary policy and action. Oleh karena itu, membutuhkan action dan policy yang extraordinary, yaitu kebijakan dan tindakan-tindakan extraordinary yang tidak akan dilakukan dalam situasi normal," tambahnya.

        Dia menuturkan, dalam situasi ini, berbagai negara telah meluncurkan paket kebijakan extraordinary yang merupakan kombinasi antara fiskal, moneter, dan relaksasi di sektor keuangan.

        "Menkeu Australia berbicara kepada saya meluncurkan paket 9,7% GDP, dia memberikan jaminan income pada seluruh orang Australia minimal per kepala 1.500 dolar. Itu membutuhkan 130 miliar dolar Australia. Itu agar masyarakat Australia tenang terutama kelompok bawah, kelompok pekerja karena mereka menghadapi situasi yang tidak bisa keluar rumah, tidak bisa bekerja, tapi harus membayar sewa rumah, listrik, dan lain-lain. Maka, mereka memberikan itu yang dinamakan minimum income support," jelas Menkeu.

        Sementara Amerikan Serikat sendiri telah mengeluarkan kebijakan extraordinary 2 triliun dolar AS atau 10,5% GDP-nya. Bahkan hari ini, Trump mengumumkan menambahkan lagi 2 triliun dolar AS untuk infrastuktur dalam rangka recovery.

        "Singapura yang biasanya sangat prudent, dia mengeluarkan dua kali extraordinary budget dalam waktu kurang dari tiga bulan karena ekonominya sangat-sangat terdampak Covid-19. Paket ini mencapai hampir 11% dari GDP-nya," tambah Sri Mulyani.

        Ini menggambarkan bahwa krisis ini menjadi global yang kemudian menyebabkan negara-negara emerging tidak hanya terpengaruh dari sisi export, tapi juga capital outflow dan guncangan di sektor keuangan.

        Baca Juga: Imbas Corona Ekonomi Indonesia Jadi Kurang Darah, Bisa Minus 0,4 Persen

        Oleh karena itu, Indonesia perlu memusatkan perhatiannya pada tiga hal, yaitu pertama kesehatan sebagai masalah kemanusiaan, kedua menjamin kondisi masyarakat terbawah dengan jaring pengaman sosial (JPS), dan ketiga melindungi sektor usaha agar mereka bisa bertahan dan membuat stabilitas sektor keuangan terjaga.

        "Kita harus, di Indonesia memusatkan perhatian pada tiga hal, yaitu pertama kesehatannya dulu dan masalah kemanusiaan harus ditangani. Kedua, menjamin kondisi masyarakat terutama jaring pengaman sosial (Social Safety Net), terutama ke masyarakat terbawah dan bagaimana kita melindungi sedapat mungkin sektor usaha ekonomi supaya mereka tidak mengalami damage atau bisa bertahan dalam situasi sulit dan dalam hal ini kita juga melindungi stabilitas sektor keuangan bagaimana kondisi masyarakat, kondisi ekonomi tidak memukul, dan men-trigger krisis di bidang keuangan yang mengancam stabilitas sektor keuangan," jelas Sri Mulyani.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: