Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pengusaha Minta Sopir Dapat BLT, 'Datanya Jangan Minta ke Perusahaan, Langsung ke Para Sopirnya!'

        Pengusaha Minta Sopir Dapat BLT, 'Datanya Jangan Minta ke Perusahaan, Langsung ke Para Sopirnya!' Kredit Foto: WE
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta pelarangan mudik menyebabkan operasional bus Antar Kota dan Antara Provinsi dan bus pariwisata baik milik swasta maupun BUMN terhenti, bahkan para karyawan dan sopir dirumahkan.

        Ketua Persatuan Angkutan Pariwisata Bali (Pawiba) Nyoman Sudiarta mengaku sebenarnya  sejak Februari juga sudah ada penurunan penumpang.

        Baca Juga: Aturan Larangan Mudik atau Pulang Kampung, Bikin PO Pusing! Dilarang Narik Tapi Cicilan Jalan Terus

        “Semenjak wabah COVID-19 ini sebenarnya okupansinya sudah menurun 80 persen. Kemudian ada PM (Peraturan Menteri) 25 ini sudah tidak ada tamu lagi, kami tidak ada operasi, karyawan dirumahkan, sopir pulang kampung semua,” katanya.

        Nyoman menyebutkan total armada pariwisata di Bali sebanyak 1,200 unit dengan 2.000 kru dan 300-500 pegawai. "Kondisi pariwisata sudah stuck,” katanya.

        Untuk itu, Ia berharap pemerintah memberikan kebijakan relaksasi dan stimulus karena menyangkut kelangsungan bisnis transportasi, seperti penundaan pembayaran angsuran bus.

        “Menyangkut perpajakan juga penghapusan pasal 21 dan 25 dan ketiga karena karyawan dirumahkan, menyangkut BPJS karyawan. Kami sudah tidak melakukan kegiatan yang mana BPJS di luar pungutan upah diberikan relaksasi,” katanya.

        Selain itu juga relaksasi juga berupa KIR dan asuransi Jasa Raharja.

        “Kami harapkan dari pemerintah, karyawan kami menerima BLT. Pengusaha juga mendapatkan fasilitas. Dari kita sudah mendaftar ke kepolisian tapi dananya belum cair,” katanya.

        Dalam kesempatan sama, Direktur PO Putra Jaya Vicky Hosea mengatakan sejak pertengahan Maret, operasional sudah terdampak di Makassar, mulai dari turun 50 persen, 80 persen hingga setelah adanya PM 25/2020 menjadi 90 persen.

        “Sekarang tinggal sisa 10 PO yang beroperasi,” katanya.

        Hal senada juga disampaikan Direktur PO NPM Angga Vircansa Chairul yang mengatakan penghentian operasional bus karena COVID-19 ini berdampak langsung pada 200 kepala keluarga.

        “Kami memiliki 133 pengemudi, kru sebanyak 70 orang, artinya ada 200 lebih kepala keluarga yang terdampak langsung,” katanya.

        Angga juga mengeluhkan BLT dari kepolisian di mana belum adanya pencairan dan kuota terbatas.

        Dari sisi sopir dan kernet, Dedy Primanda, salah seorang sopir bus AKAP mengatakan pemerintah harus mengutamakan nasib para armada bus yang bekerja di lapangan. Selain karena tuntutan pekerjaan yang memaksa para sopir nekat membawa para penumpang yang ingin mudik dan tertahan oleh aturan. Para sopir juga sangat rentan juga terpapar virus Covid-19.

        "Istilahnya sudah membawa penumpang sampai perbatasan terus disuruh putar balik. Kita upahnya gimana? Selain itu mohon bantuan langsung tunai, jangan disalurkan lewat perusahaan. Langsung saja data itu ke para sopir. Kita khawatir, nasib kita dijual dan belum tentu bantuan itu sampai," keluhnya secara terpisah.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: