Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Refly Harun Doakan Jokowi: Semoga Tak Jatuh di tengah Jalan

        Refly Harun Doakan Jokowi: Semoga Tak Jatuh di tengah Jalan Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
        Warta Ekonomi -

        Mantan Komisaris Utama Pelindo I, Refly Harun, berdoa tidak ada proses penjatuhan terhadap Presiden Republik Indonesia yang sekarang dijabat oleh Joko Widodo (Jokowi) di tengah jalan periode 2019-2024.

        "Mudah-mudahan kita tidak mengalami proses penjatuhan presiden di tengah jalan," kata Refly lewat Youtube yang dikutip pada Rabu, 13 Mei 2020.

        Menurut dia, memberhentikan presiden sekarang tidak semudah pada era sebelumnya yang pernah terjadi pada Soekarno atau Bung Karno pada 1967 dan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pada 2001. "Karena dulu belum ada Mahkamah Konstitusi (MK)," ujarnya.

        Kalau sekarang, kata dia, untuk memberhentikan Presiden RI atau impeachment itu prosesnya DPR RI menginisiasi ke MK. Kemudian, balik lagi ke DPR dan MPR RI baru bisa Presiden RI jatuh. Selanjutnya, proses di MK juga harus sidang pembuktian selama 90 hari.

        "Jadi, proses yang berjalan mudah-mudahan konstitusional," ucap Refly.

        Di samping itu, Refly yang merupakan Pakar Hukum Tata Negara ini menjelaskan Presiden RI bisa saja dijatuhkan apabila berbohong tapi harus dilihat dulu konteks berbohongnya seperti apa. Misalnya, konteks berbohong itu konspirasi.

        "Untuk menggelontorkan keuangan negara tanpa sebuah proses good governance atau clean goverment, bisa saja. Jadi celah ini memang sangat dinamis," paparnya.

        Dalam UUD RI 1945, kata dia, telah diatur perbuatan tercela dalam Pasal 7A ada tiga kategori presiden bisa dijatuhkan yakni melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, tindak pidana berat lainnya.

        "Perbuatan tercela tidak diatur dalam konstitusi, rupanya diatur oleh UU Nomor 7/2017 Pasal 169. Ini tidak limitatif. Jadi lebih soal kepantasan, sejauh mana perbuatan tercela itu dianggap tidak pantas sehingga presiden bisa dijatuhkan," kata dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: