Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Cuma dengan Teknologi Super-EMP Baru Ini, China Bisa dengan Mudah Lumpuhkan AS

        Cuma dengan Teknologi Super-EMP Baru Ini, China Bisa dengan Mudah Lumpuhkan AS Kredit Foto: Creative Commons
        Warta Ekonomi, Washington -

        Sebuah laporan sebuah gugus tugas di Amerika Serikat (AS) memberi tahu Kongres bahwa China telah mengembangkan tiga senjata nuklir khusus yang mampu menyerang jaringan listrik Amerika. Gugus tugas itu juga menuding Beijing berniat menggunakan senjata itu dalam skenario serangan nuklir pertama.

        Dalam laporan bertanggal 10 Juni 2020, EMP Task Force on National and Homeland Security (Gugus Tugas EMP tentang Keamanan Dalam Negeri dan Nasional) mengatakan Beijing telah mengembangkan tiga jenis senjata nuklir khusus yang mampu menghasilkan gelombang elektromagnetik masif (EMP) yang akan melumpuhkan sistem kelistrikan AS sebagai serangan pendahuluan.

        Baca Juga: Menengok Peta Kekuatan Militer India dan China Jika Perang Pecah, Siapa yang Menang?

        "Doktrin nuklir China 'No First Use', seperti USSR (Republik Sosialis Uni Soviet) selama Perang Dingin, hampir pasti disinformasi," kata Peter Pry, direktur eksekutif gugus tugas tersebut, dalam laporannya yang dilansir Sputnik, Jumat (19/6/2020).

        Pry berpendapat bahwa dengan mempertimbangkan kemampuan pertahanan China dan metode pendeteksian, kebijakan "No First Use" tidak sesuai dengan akal sehat.

        Sebagai contoh, China tidak memiliki sistem peringatan dini rudal balistik dan sistem deteksi satelit yang sama dengan AS yang dapat mengingatkannya akan serangan masuk seperti itu, dan arsenal nuklirnya yang kecil—diperkirakan 320 hulu ledak nuklir pada Januari lalu oleh Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI)—akan menderita persentase besar kerugian dalam serangan pertama, apakah itu datang dari AS, Rusia atau bahkan India.

        Untuk menyampaikan serangan seperti itu, menurut laporan tersebut, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China memiliki setidaknya tiga metode.

        Salah satunya adalah "Super-EMP", atau hulu ledak nuklir yang dirancang untuk memaksimalkan gelombang kejut elektromagnetik, daripada kekuatan destruktif mentahnya.

        Senjata semacam itu bisa diledakkan tinggi di atmosfer—AS tahu karena pernah menguji senjata seperti itu dalam tes "Starfish Prime" tahun 1962—dan menonaktifkan perangkat elektronik untuk radius besar di sekitarnya, dari komputer ke jaringan listrik hingga pesawat terbang.

        Metode pengiriman kedua yang disebutkan dalam laporan itu adalah senjata hipersonik, baik kendaraan yang meluncur atau rudal jelajah yang mampu melakukan perjalanan begitu cepat sehingga pertahanan udara musuh tidak dapat mencegatnya. China diyakini telah menciptakan setidaknya dua senjata hipersonik.

        Jenis senjata ketiga lebih teoretis, dan Pry menyajikannya sebagai kemungkinan logis yang secara teknis mampu dilakukan China, yakni memasang senjata nuklir EMP pada satelit di orbit.

        “AS harus sangat prihatin dengan skenario di mana China menggunakan senjata ruang angkasa nuklir, mungkin ICBM (rudal balistik antarbenua) dan IRBM (rudal balistik jarak menengah) dengan hulu ledak khusus, dengan cepat menyapu langit satelit AS, bahkan dengan risiko kehilangan satelit RRC (Republik Rakyat China), yang kemudian dapat diganti dengan gelombang satelit yang diluncurkan oleh China untuk menangkap 'perbatasan tinggi' dan melumpuhkan kemampuan militer AS," kata Pry.

        Menurut laporan itu, peretas China telah mencuri teknologi untuk semua senjata ini dari Amerika Serikat.

        Pemerintahan Presiden Donald Trump telah mendasarkan argumen yang mendukung pembentukan Angkatan Luar Angkasa AS (USSF) sebagai respons terhadap langkah-langkah oleh negara-negara lain, yang seolah-olah sudah melakukan militerisasi ruang angkasa.

        Wakil Komandan USSF Letnan Jenderal David Thompson mengatakan kepada Mitchell Institute Space Power Forum bulan lalu; “Bukan pilihan kami untuk menjadikan ruang sebagai domain perang. Musuh kami telah memperjelas bahwa mereka bermaksud membatasi atau menghapus penggunaan ruang angkasa kita dalam krisis dan konflik, dan seperti halnya dalam setiap domain lain, kami tidak akan membiarkan itu terjadi, kami tidak bisa membiarkan itu terjadi di ruang angkasa."

        Tidak jelas bagaimana Rusia atau China melakukan hal itu, karena argumen Pry pun bersifat teoritis, tetapi yang jelas adalah bahwa AS telah lama mengeksplorasi cara melakukannya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: