Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dari RUU HIP ke BPIP, Jimly Asshiddiqie: Cuma Ganti Kulit Doang

        Dari RUU HIP ke BPIP, Jimly Asshiddiqie: Cuma Ganti Kulit Doang Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi -

        Polemik terkait RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) masih belum kelar. Meskipun pemerintah sudah mengganti dengan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), penolakan masih saja kencang. Salah satunya dilontarkan eks Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie. Bagi Jimly, RUU BPIP ini cuma ganti kulit doang.

        Usai RUU HIP menjadi polemik, pemerintah mengusulkan perubahan. Usul yang ditawarkan pemerintah yakni RUU BPIP. Draf buatan pemerintah terkait RUU BPIP ini sudah diserahkan Menko Polhukam Mahfud MD langsung kepada Ketua DPR Puan Maharani.

        Baca Juga: RUU HIP dan RUU BPIP Beda Kok, Begini Kata PKS

        Menurut Jimly, pergantian yang diusulkan pemerintah belum jelas. Karena perubahan itu belum diputuskan pada rapat DPR.

        "Sekarang ini sudah tidak jelas, judul yang diajukan sudah berubah, tapi RUU yang sudah diputuskan masih HIP, berarti tidak ada penundaan," kata Jimly di Jakarta, belum lama ini.

        Senator dari DKI Jakarta ini meminta pemerintah sebaiknya tidak memaksakan untuk membahas RUU BPIP. Penundaan, lanjutnya, merupakan solusi utama untuk menghentikan polemik yang telanjur muncul di masyarakat.

        "Kalau menurut saya, yang lebih tepat seperti yang pernah disampaikan pemerintah, ini ditunda," ujarnya.

        Dia tidak mau polemik ini memengaruhi fokus masyarakat dalam menghadapi wabah pandemi virus corona. Apalagi, di kemudian hari akan ada ancaman perang dunia ketiga. Karena itu, ia meminta DPR maupun pemerintah menghindari hal yang bisa mengganggu persatuan.

        "Kita harus kompak karena itu hal-hal yang bisa menyulitkan persatuan dan kerukunan harus dikurangi," ujar mantan Ketua DKPP itu. 

        Penggantian nama dari RUU HIP ke RUU BPIP, terang Jimly, tidak kuasa meredam polemik yang terjadi di masyarakat. "Isunya sudah melebar ke mana-mana maka harus ada keputusan politik untuk mencoret dari prioritas 2020, lalu diperbaiki dan dimuat lagi di prioritas 2021 dengan judul baru," sebut pria asal Sumatera Selatan itu.

        Jimly juga berpendapat BPIP yang dibentuk Presiden Jokowi tak perlu diatur dalam undang-undang. Cukup lewat payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres). "BPIP itu kan lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK), jadi cukup lewat Perpres," sebutnya.

        Perpres untuk BPIP sudah sesuai dengan mekanisme perundang-undangan. Sementara, cakupan RUU BPIP seharusnya mengatur hal yang lebih luas, yaitu agenda pembinaan ideologi Pancasila. Dalam aturan itu, kata Jimly, tidak masalah jika BPIP disebut sebagai badan. "Kalau hanya badan, itu sesuai dengan mekanisme perundang-undangan yang ada, cukup dengan Perpres. Tidak perlu undang-undang," ujarnya. 

        Penolakan juga disampaikan pakar hukum tata negara Refly Harun. Menurutnya, keberadaan RUU BPIP bukanlah hal yang penting, bahkan berbahaya. Ia khawatir Pancasila kembali digunakan sebagai alat untuk menggebuk kalangan tertentu yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, seperti pada zaman Orde Baru dulu. 

        "Pada masa awal reformasi, kita tidak bicara Pancasila yang diambil oleh negara. Baru pada 2017-2018 kita bicara lagi mengenai Pancasila yang harus diambil negara untuk pembinaannya. Karena ada persaingan politik yang sifatnya temporer seperti Pilkada DKI dan Pemilu," ujar Refly dalam sebuah talk show di televisi, Kamis malam (16/7/2020).

        Untuk kepentingan bangsa, terang Refly, Pancasila jangan di-capture oleh negara. Mengingat pemerintah dan negara itu berbeda. "Negara harus sustainable, tapi pemerintah bisa berganti setiap saat. Sekarang mungkin partai pengusulnya PDIP tapi besok kan bisa saja berubah," ungkapnya.

        Namun, Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan perlu ada undangundang yang mengatur kelembagaan BPIP. Apa yang sekarang dilakukan pemerintah dengan mengganti RUU HIP jadi RUU BPIP sudah sesuai dengan masukan PBNU. 

        "Soal prosedurnya, nanti akan dibahas dalam rapat Bamus. Bisa jadi nanti fraksi-fraksi berpendapat yang dibahas RUU BPIP, sedangkan RUU HIP sudah dikubur," ucapnya.

        Hal terpenting, menurut Sekjen PPP itu, substansi dari RUU BPIP harus dibuka ke masyarakat untuk mendengarkan pendapat dan masukan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: