Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ekonomi Indonesia Akan Mirip China, Jokowi: Patut Disyukuri, Tapi

        Ekonomi Indonesia Akan Mirip China, Jokowi: Patut Disyukuri, Tapi Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
        Warta Ekonomi -

        Berbagai lembaga keuangan internasional memproyeksikan ekonomi Indonesia akan pulih cepat seperti China.

        Presiden Joko Widodo (Jokowi) senang dan bersyukur atas hal tersebut, namun tetap tidak mau geer alias gede rasa. Jokowi meminta para pembantunya tidak terlena dan tetap waspada. Hal tersebut dikatakan Jokowi saat memberikan pengantar rapat terbatas mengenai Rancangan Postur APBN Tahun 2021 melalui konferensi video dari istana kepresidenan Bogor.

        "Kalau proyeksi ini benar, saya kira patut kita syukuri. Tapi kita tetap perlu waspada," kata Jokowi.

        Baca Juga: PDIP Usung Mantu Jokowi, Ormas Sayap PDIP Balik Badan

        Jokowi minta jajarannya menyiapkan antisipasi terhadap risiko terjadinya gelombang kedua wabah corona ditambah ketidakpastian ekonomi global yang masih berlanjut tahun depan.

        "Beberapa lembaga keuangan dunia juga selalu merevisi prediksi-prediksi atas pertumbuhan ekonomi global di tahun 2020 maupun perkiraan di 2021. Artinya, sekali lagi masih dengan penuh dengan ketidakpastian," ungkap Jokowi.

        Kemudian, Jokowi mengutip prediksi tiga lembaga keuangan global yaitu Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mengenai perekonomian dunia yang akan mulai tumbuh positif pada 2021.

        "IMF memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh 5,4 persen. Ini sebuah perkiraan yang sangat tinggi. Bank Dunia 4,2 persen; OECD 2,8-5,2 persen. Saya kira kalau perkiraan ini betul, kita akan berada pada posisi ekonomi yang tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi dunia," ujar Jokowi.

        Karena itu, Jokowi meminta agar angka-angka indikator ekonomi makro saat ini dikalkulasi dengan cermat, hati-hati, dan optimis.

        "Harus optimis, tapi juga realistis dengan mempertimbangkan kondisi dan proyeksi terkini," tuturnya.

        Para menteri juga harus memastikan prioritas 2021 dan pelebaran defisit APBN 2021 difokuskan untuk percepatan pemulihan ekonomi dan penguatan transformasi di berbagai sektor. Sektor-sektor itu terutama reformasi di bidang kesehatan, reformasi pangan, energi, pendidikan, dan juga percepatan transformasi digital.

        Jokowi mengatakan belanja pemerintah menjadi instrumen yang dapat dijadikan daya ungkit untuk memulihkan ekonomi di saat krisis. Ia menyebut sektor swasta dan UMKM dapat dipulihkan kembali dengan stimulus.

        "Mesin penggerak ekonomi ini harus diungkit dari APBN kita yang terarah dan tepat sasaran," katanya.

        Baca Juga: Istana Jawab Kritik Pemuja Jokowi yang Sekarang Sudah Sadar

        Pada tahun depan, pemerintah memutuskan untuk memperlebar defisit dalam RAPBN menjadi 5,2 persen dari PDB. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengakui angka ini membengkak lebih tinggi dari desain awal yang disepakati dengan DPR yaitu 3,21-4,17 persen terhadap PDB.

        Sri Mulyani menilai dengan defisit yang melebar, pemerintah memiliki cadangan belanja sebesar Rp179 triliun yang akan diproritaskan pada lima program pemulihan ekonomi nasional.

        Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, mengingatkan pemerintah agar tidak terlalu percaya diri soal pemulihan ekonomi. Soalnya, ancaman resesi semakin nyata. Sulit untuk dihindari. Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II minus 4 persen.

        Sementara kuartal III diperkirakan tumbuh minus 1,4-1,7 persen. Menurut Tauhid, Indonesia sebenarnya punya peluang untuk bangkit di kuartal ketiga. Sayangnya, realisasi penyerapan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang anggarannya mencapai Rp695,2 triliun belum maksimal.

        Serapan anggaran di awal kuartal III masih di bawah 30 persen. Melihat kondisi ini, ancaman resesi menjadi makin nyata. Menurutnya, penyerapan PEN untuk mendongkrak ekonomi ini seharusnya dikejar pada kuartal II. Saat ini, pemerintah sudah kehilangan momentum dalam mengejar penyerapan PEN yang mengakibatkan ancaman resesi semakin nyata.

        Tauhid mengingatkan pemerintah agar komprehensif dalam memulihkan perekonomian. Pemerintah jangan hanya fokus memperbaiki sisi pasokan. Tapi juga sisi permintaan atau demand. Kalau yang diperbaiki hanya sisi pasokan percuma saja. Saat ini masalah utama adalah menurunnya daya beli.

        "Karena itu perbaiki dulu daya beli masyarakat," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: