Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gonjang-ganjing Rugi, Pertamina Tuding Pemerintah Gak Bayar Utang

        Gonjang-ganjing Rugi, Pertamina Tuding Pemerintah Gak Bayar Utang Kredit Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        PT Pertamina menyebut utang pemerintah kepada perseroan menjadi faktor pendorong lain atas kerugiannya senilai Rp11,13 triliun pada semester I-2020. Pasalnya, utang kompensasi sebesar Rp96 triliun dan utang subsidi Rp13 triliun belum dibayarkan pemerintah.

        Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini menyebut, dari piutang pertamina tersebut, diperkirakan kontribusi pemerintah atas kerugian perseroan mencapai 60%. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar membuat Pertamina terbebani utang pemerintah itu.

        "Kurs berdampak signifikan karena pembukuan kami fundamentalnya adalah dolar Amerika Serikat. Semua pencatatan dibukukan dalam bentuk dolar AS dan ini berdampak signifikan karena ada piutang kita kepada pemerintah dalam rupiah," ujar Emma dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Jakarta, Rabu (26/8/2020).

        Baca Juga: Utang RI Makin Berkembang Biak, Sri Mulyani Berteriak

        Baca Juga: Pertamina Rugi Triliunan, Isi Garasi Ahok Totalnya Rp6,7 Miliar!

        Karena itu, Emma mengatakan, pelunasan sisa utang pemerintah kepada Pertamina diyakini menekan kerugian yang saat ini dialami perusahaan migas pelat merah tersebut. Bahkan, dia bilang, bantuan Komisi VII DPR dapat mendorong pemerintah untuk secepatnya melakukan pembayaran.

        "Dengan dukungan Bapak-Ibu di Komisi VII (DPR) akan melakukan pembayaran, ini akan sangat membantu kami menekan rugi kurs karena ini magnitude besar. Kami hedging di market pun tidak ada flow-nya, tidak liquid. Di market, untuk hedging sebagai mitigasi kurs itu untuk currency Rp100 triliun lebih," ujar dia.

        Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengutarakan, kerugian Pertamina disebabkan oleh menurunnya tingkat konsumsi bahan bakar minyak (BBM), harga minyak, dan pengaruh nilai tukar rupiah terhadap kinerja perseroan.

        Meski begitu, Arifin menyebut kerugian yang dialami BUMN di sektor energi itu bisa dimaklumi. Sebab, kondisi Covid-19 yang terjadi saat ini menghantam hampir semua sektor bisnis, baik dalam maupun luar negeri.

        "Terkait kerugian Pertamina memang kita ketahui minyak turun, demand turun, kursnya juga terguncang walaupun harga minyak tidak turun pada batasan sekarang. Tapi konsumsi tidak kembali seperti semula. Secara general kita bisa memaklumi karena semua perusahaan terdampak, tapi secara perhitungan, yang menghitung yang bisa mengeluarkan angkanya," kata dia.

        Meski demikian, pihak Pertamina mencatat pada Juli-Agustus tahun ini ada perbaikan sehingga diperkirakan pada akhir tahun nanti perusahaan bisa membukukan laba.

        Sebelumnya, Kementerian Keuangan menuturkan, pemerintah berencana akan membayar utang ke BUMN secara bertahap yakni pada Juli dan Agustus 2020. "Sudah dijadwalkan Juli dan Agustus ini," ujar Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo saat dihubungi beberapa waktu lalu.

        Yustinus mengatakan, utang pemerintah kepada Pertamina dan PLN sudah dibayarkan dengan total nilai Rp14,3 triliun. Jumlahnya hampir rata. Dengan pembayaran tersebut, sisa utang pemerintah ke PLN masih Rp48,46 triliun dan Pertamina Rp45 triliun.

        "Sudah diberikan dalam bentuk kompensasi ke Pertamina dan PLN. Itu sudah banyak beredar," kata dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: