Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tantangan Sektor Ekonomi Digital di Asia Tenggara

        Tantangan Sektor Ekonomi Digital di Asia Tenggara Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Di antara efek nyata dari pandemi yang saat ini terjadi adalah peningkatan pesat layanan pembayaran online dan perbankan digital di seluruh Asia Tenggara.

        Akibat berbagai pembatasan jarak sosial, orang-orang menghindari mendatangi cabang bank secara langsung karena di ruang publik virus corona berkembang. Hal ini memicu peningkatan penggunaan e-wallet dan aplikasi pembayaran seluler.

        Namun, terdapat fakta yang jauh mengejutkan. Pada akhir 2019, sebelum efek besar Covid-19 di seluruh Asia Tenggara terjadi, transaksi keuangan online di wilayah tersebut akan menjadi bisnis bernilai US$1 triliun pada 2025 dan segmen dompet digital akan melonjak lima kali lipat menjadi US$114 miliar selama tahun yang sama.

        Baca Juga: Kaspersky Ungkap Serangan Malware Targetkan 3 OS

        "Saya yakin kedua sektor utama tersebut akan melampaui angka yang diprediksi, seiring kita masih meminimalkan kontak manusia demi kesehatan fisik. Faktanya, studi terbaru mencatat 40% konsumen di wilayah ini menggunakan dompet elektronik lebih dari sebelumnya. Malaysia memimpin dalam hal ini. Di sisi lain, uang tunai perlahan digulingkan sebagai raja karena semakin sedikit orang yang menggunakan uang kertas untuk transaksi barang dan jasa," ujar Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky melalui keterangan tertulisnya, Senin (31/8/2020).

        Masa depan mungkin berkabut karena berbagai teknologi terus dikembangkan; AI, 5G, internet of things, cryptocurrency, dan masih banyak lagi. Tetapi, masa lalu menawarkan pembelajaran konkret yang bermanfaat bagi sektor keuangan.

        Jawaban yang tidak menguntungkan atas pertanyaan mengapa bank dan penyedia layanan pembayaran elektronik harus menangani keamanan siber dengan serius adalah insiden pencurian Bank Bangladesh senilai US$81 juta yang mengguncang dunia pada 2016. Insiden ini dimulai dengan email spear-phishing yang diklik oleh karyawan secara tidak sengaja dan akhirnya menimbulkan kerugian, mulai dari profesional, reputasi, dan finansial.

        Berdasarkan telemetri Kaspersky, phishing finansial masih digunakan secara merajalela. Kaspersky memblokir lebih dari 40 juta email penipuan terkait keuangan hanya dari Januari hingga Mei tahun ini.

        Kelompok kejahatan siber yang bertanggung jawab atas insiden ini, berdasarkan pada bukti yang dikumpulkan peneliti Kaspersky serta penyelidik lainnya, adalah kelompok Lazarus yang terkenal. Lazarus adalah grup kejahatan dunia maya yang juga bertanggung jawab atas serangan Sony Pictures pada 2014, bahkan pada serangan ransomware Wannacry pada 2017.

        Tim Riset dan Pengembangan Kaspersky yang disebut Global Research and Analysis Team (GreAT) telah memantau grup Lazarus dengan cermat selama bertahun-tahun. Melalui kecerdasan ini, perusahaan mendeteksi kemungkinan taktik, teknik, dan prosedur (TTP) yang mungkin mereka gunakan seandainya mereka mencoba masuk ke sistem perusahaan atau organisasi.

        "Penggunaan pembayaran online serta dompet elektronik pasti akan tetap ada, bahkan meningkat. Meskipun merupakan tanggung jawab besar bagi bank dan penyedia layanan keuangan untuk mengamankan sistem virtual mereka, saya yakin mereka dapat merintis jalan ke masa depan selama membangun pertahanan siber dengan cerdas," tambah Yeo.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: