Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ini Kata Ahli Soal Jam Kerja Kantor yang Paling Ideal

        Ini Kata Ahli Soal Jam Kerja Kantor yang Paling Ideal Kredit Foto: Antara/Moch Asim
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Perihal jam kerja, pemerintah sudah mengaturnya melalui UU No. 13/2003 dalam pasal 77 sampai dengan 85. Bagi para pekerja yang bekerja 6 hari dalam seminggu, biasanya akan memiliki jam kerja 7 jam per hari, jadi 40 jam per minggunya.

        Sementara itu untuk para pekerja atau karyawan yang bekerja 5 hari dalam seminggu, kewajiban jam kerja yang perlu dipenuhi adalah 8 jam per hari atau sama yakni 40 jam per minggunya.Baca Juga: Banyak Orang Kehilangan Pekerjaan, Erick Thohir Pastikan Perpanjang BLT

        Bahkan untuk memastikan 40 jam per minggu-nya itu terpenuhi, banyak perusahaan di Indonesia yang telah menggunakan software payroll. Sebenarnya itu tidak hanya mudah melakukan pengecekan kehadiran karyawan, namun juga mempermudah penggajian.

        Baca Juga: Barito Pacific Group Segera Serap 10.000 Tenaga Kerja Baru

        "Melakukan kontrol kehadiran karyawan tetap terjaga walaupun dengan pola kerja shifting atau WFH selain itu data absensi juga terkoneksi secara realtime yang memudahkan HRD untuk memproses payroll," papar Donny Hardiyan selaku Executive Marcomm dari PayrollBozz, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (20/9/2020).

        Jam yang sudah cukup ketat ditambah lagi jika ada lembur, tentunya waktu kerja akan bertambah. Menurut Payrollbozz, software payroll terbaik di Indonesia, jam kerja sangat berkaitan erat dengan produktivitas para pekerja, sekarang ini para expert kembali membuka ruang diskusi. Berapa lama jam kerja yang ideal untuk karyawan supaya tetap produktif dan terhindari dari burnout

        Keputusan Terbaru yang Diambil Negara Lain

        Ada sejumlah negara di Eropa yang telah mengambil keputusan untuk memangkas jam kerja lebih pendek dari 40 jam per minggu. Misalnya saja di Swedia, pihak pemerintah sudah memutuskan melakukan 6 jam kerja per harinya untuk meningkatkan produktivitas. Dan memang sudah mendapatkan hasil yang menjanjikan.

        Sementara itu di Jerman yang disebut memiliki jam kerja terpendek di dunia juga malah memiliki produktivitas yang tinggi. Dalam seminggunya hanya bekerja 26,3 jam saja. Namun gaji yang didapatkan sangat tinggi, yakni 65,5$ per jamnya. Angka yang sangat mencengangkan, bukan?Baca Juga: Raksasa Afrika Pekerjakan Petugas Medis 12 Jam Sehari Tanpa Bayaran

        Lalu di Singapura yang terkenal sebagai negara kecil namun sangat maju juga melakukan terobosan yang kurang lebih sama. Beberapa perusahaan secara sengaja mengakhiri pekerjaan pada pukul 15:30 dan beberapa diantaranya menerapkan absensi online karyawan, hal ini untuk membiarkan para karyawannya menikmati berbagai aktivitas sosial atau kegemarannya saat hari masih cerah. Selain tiga negara yang telah disebutkan masih banyak negara lainnya yang melakukan terobosan jam kerja.  

        Pendapat dari Para Ahli di Dunia

        Tentunya, para ahli memiliki pendapat yang berbeda, dan semuanya memiliki alasannya. Menurut Travis Bradberry seorang Pakar Emotional Intelligence, kerja selama 8 jam dalam sehari sudah ketinggalan zaman dan tidak cocok lagi diterapkan di dalam dunia kerja. Menurutnya lagi, kerja selama 8 jam sehari sudah dimulai sejak abad ke-18. Dahulu itu merupakan sebuah revolusi yang sangat besar, namun jika diaplikasikan pada saat ini sudah tidak relevan lagi.

        Sementara di sisi lain ada John Pencavel seorang Peneliti dari Stanford University yang melakukan sebuah penelitian terkait jam kerja dan produktivitas, menghasilkan penemuan jika melakukan kerja 50 jam per minggu-nya bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam penelitiannya sehari bekerja 7 jam akan mengoptimalkan produktivitas. 

        Berbeda dengan dua pendapat sebelumnya, Christopher Barner, Profesor di University of Washington menyebutkan sebenarnya tidak ada jawaban yang tepat mengenai pertanyaan berapa jam idealnya jam kerja supaya bekerja maksimal. Karena menurutnya, setiap orang berbeda, baik itu tekanan yang didapatkan ataupun juga kemampuanya. Dan hal tersebut juga menentukan lamanya menyelesaikan pekerjaan.

        Senada dengan yang diungkapkan oleh Christopher Barner, penelitian yang dilakukan oleh Draugiem Group juga menyebutkan jika durasi atau waktu bekerja bukan satu-satunya yang memengaruhi produktivitas selama bekerja. Hal lainnya yang cukup berpengaruh adalah bagaimana karyawan atau para pekerja pandai-pandai dalam mengatur waktu bekerja.

        Ada lagi expert yang bernama Daiga Kamerade-Hanta, work and employment sociologist dari University of Salford menyebutkan jika faktor kunci dari produktivitas kerja adalah intensitas kerja dan lingkungan sosial. Dalam hal ini, yang terpenting bukanlah jumlah jam yang dihabiskan, namun kualitas pekerjaan yang diselesaikan. Apakah membuat perbedaan yang besar atau tidak pada perusahaan dan diri sendiri.

        Terlalu Banyak Bekerja Tidak Baik

        Memang tidak pasti seberapa ideal waktu supaya para pekerja tetap produktif dalam menyelesaikan pekerjaan. Namun satu hal yang pasti, terlalu banyak bekerja tidak baik. Kamerade-Hanta menyebutkan saat ini standar waktu bekerja di dunia sekitar 40 jam per minggunya, tergantung negaranya juga.

        Namun jika bekerja lebih dari waktu itu sangat tidak disarankan, akan memberikan dampak yang buruk. Tidak hanya berdampak buruk untuk diri sendiri saja, bahkan untuk kehidupan sosial. Baik itu dengan keluarga atau orang-orang terdekat. Bahasa paling mudahnya, jika terlalu banyak bekerja akan memiliki waktu untuk bersosialisasi.

        Jadi pertanyaanya, seberapa lama waktu yang bagus untuk bekerja? Sampai saat ini belum jelas waktu idealnya. Ada yang menyebutkan 6 jam per hari lebih bagus, 7 jam per hari, dan lain sebagainya. Namun yang jelas, memiliki waktu yang berlebihan untuk bekerja sangatlah tidak bagus. Baik untuk produktivitas atau kehidupan sosial.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: