Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Begini Nasib 9 Perusahaan Milik Konglomerat Mu'min Ali Gunawan Sang Bos Panin

        Begini Nasib 9 Perusahaan Milik Konglomerat Mu'min Ali Gunawan Sang Bos Panin Kredit Foto: Lahan Industri
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Mu'min Ali Gunawan atau yang bernama asli Lie Mo Ming merupakan konglomerat perbankan Indonesia. Merintis karier di industri perbankan sejak 1966, Mu'min Ali Gunawan mendirikan dan sekaligus menjadi bos dari Pan Indonesia Bank (Bank Panin) pada 17 Agustus 1971 silam.

        Baca Juga: Nasib 7 Perusahaan Konglomerat Bakrie Group: Dari yang Paling Mujur hingga yang Babak Belur

        Bank Panin pun terus beranak pinak hingga kini menjadi salah satu perusahaan konglomerasi terbesar di Indonesia. Tak kurang dari delapan perusahaan Panin grup terdaftar sebagai perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia. Di luar Panin grup, Mu'min Ali Gunawan ternyata juga menguasai sebagian besar saham PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA). 

        Lantas, bagaimana kinerja keuangan dari kerajaan bisnis Mu'min Ali Gunawan sang bos Panin pada semester I 2020 ini? Simak uraian berikut ini.

        1. Bank Panin

        Anggota kerajaan bisnis Mu'min Ali Gunawan yang akan dibahas pertama tak lain adalah PT Bank Pan Indonesia Tbk (Bank Panin/PNBN). Dapat dikatakan, kinerja keuangan Bank Panin sepanjang semester I 2020 tertekan oleh pandemi Covid-19. Hal itu tercermin dari capaian laba bersih perusahaan yang rontok sebesar 18,49% dari Rp1,59 triliun pada semester I 2019 menjadi hanya Rp1,29 triliun pada semester I 2020. 

        Baca Juga: Nasib Bank Milik Konglomerat RI: Dari Hartono, Hary Tanoe, hingga Chairul Tanjung

        Walau pendapatan bunga bersih meningkat 2,43% menjadi Rp4,45 triliun, perlambatan ekonomi Indonesia membuat penyaluran kredit Bank Panin mengalami penurunan dari Rp151,49 triliun pada awal tahun menjadi hanya Rp139,62 triliun pada Juni 2020. 

        Bank Panin tercatat memiliki NPL bersih sampai dengan Juni 2020 sebesar 0,79%. Rasio tersebut menurun dari periode Juni 2019 yang tercatat sebesar 0,96%. Kompak dengan NPL, penyaluran kredit Bank Panin sepanjang semester I 2020 juga menurun sedalam 9,04% menjadi Rp139,62 triliun. 

        Adapun pada semester I 2019, Bank Panin tercatat menyalurkan kredit sebesar Rp 153,50 triliun. Melalui keterangan resminya, manajemen Bank Panin menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi yang melambat pada masa pandemi menjadi faktor yang membuat kredit Bank Panin merosot. 

        "Penurunan kredit tersebut merupakan langkah antisipasi Bank Panin menghadapi melambatnya pertumbuhan ekono dan meningkatnya risiko kredit akibat dampak pandemi Covid-19," tegas Bank Panin secara tertulis beberapa waktu lalu.

        Menyiasati hal tersebut, Bank Panin mengatakan akan secara proaktif meningkatkan pengelolaan kredit melalui restrukturasi kredit mengingat dampak pandemi Covid-19 masih mungkin akan berlangsung dalam jangka panjang. Dilansir dari laporan keuangan perusahaan, per 30 Juni 2020 Bank Panin telah melakukan penyelamatan kembali atas kredit untuk beberapa debitur sebesar Rp21,34 triliun. 

        Sementara itu, sejak awal tahun hingga Juni 2020, Bank Panin menghimpun DPK sebesar Rp141,32 triliun. DPK tersebut meliputi 36,29% atau Rp51,29 triliun dalam bentuk giro dan tabungan, sedangkan sisanya dalam bentuk deposito.

        2. Bank Panin Syariah

        Pembahasan beralih entitas anak dari Bank Panin, yakni PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (PNBS). Jika dilihat dari laporan keuangan perusahaan, performa PNBS tak jauh berbeda dengan induk usahanya atau dengan kata lain juga ikut terdampak oleh virus corona

        Sampai dengan Juni 2020, PNBS mengantongi laba bersih tahun berjalan sebesar Rp1,57 miliar atau terkoreksi 69,27% dari Juni 2019 lalu yang mencapai Rp5,11 miliar. Penurunan laba tersebut terjadi seiring dengan membengkaknya beban operasional lainnya dari Rp62,37 miliar pada Juni 2019 menjadi Rp76,49 miliar pada Juni 2020 ini. 

        Selain itu, rasio nonperforming financing (NPF) PNBS juga mengalami peningkatan dari 2,88% menjadi 3,41%.

        Kemudian, dari segi penyaluran kredit, PNBS mencatat pertunbuhan sebesar 32,9% menjadi Rp7,26 triliun pada semester I 2020. Sementara itu, DPK yang terhimpun juga meningkat sebesar 24,65% menjadi Rp7,67 triliun pada periode semester I 2020.

        Melalui siaran pers PNBS yang dirujuk dari Bisnis.com, manajemen PNBS berkomitmen untuk melakukan perbaikan kinerja keuangan, salah satunya melalui pembiayaan ke sektor produktif. 

        "Perbaikan kinerja akan dilakukan melalui pembiayaan ke sektor produktif dan terus meningkatkan efisiensi secara berkesinambungan di berbagai bidang," tulis manajemen PNBS.

        3. Panin Sekuritas

        Gurita bisnis Panin grup juga merambah ke sektor jasa keuangan melalui PT Panin Sekuritas Tbk (PANS), yakni merupakan perusahaan broker saham yang berbasis di Jakarta. Merujuk ke laporan keuangan perusahaan, PANS menanggung rugi bersih sebesar Rp121,31 miliar pada semester I 2020. Capaian tersebut berbanding terbalik dengan tahun lalu yang tercatat untung sebesar Rp135,63.

        Jatuhnya kinerja keuangan hingga berujung merugi itu tidak lain terjadi karena PANS membukukan pendapatan minus pada Juni 2020, yakni negatif Rp4,07 miliar. Padahal, pada semester I 2019, pendapatan PANS tercatat positif sebesar Rp276,56 miliar.

        Jika dibedah, pendapatan kegiatan manajer investasi menyumbang porsi terbesar bagi PANS, yakni mencapai Rp71,60 miliar. Namun, kontribusi itu menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp91,85miliar.

        Penyumbang terbesar berikutnya adalah pendapatan bunga dan dividen yang tumbuh secara tahunan dari Rp59,89 miliar menjadi Rp64,19 miliar. Begitu pun juga dengan pendapatan komisi transaksi perantara perdagangan efek yang naik dari Rp39,77 miliar menjadi Rp41,12 miliar.

        Namun pada saat yang bersamaan, PANS menanggung rugi perdagangan efek yang belum direalisasikan sebesar Rp180,19 miliar, sedangkan tahun sebelumnya untung sebesar Rp80,41 miliar. Ditambah lagi, PANS membukukan rugi usaha sebesar Rp96,85 miliar, berbanding terbalik tahun lalu yang laba usahanya mencapai Rp106,89 miliar.

        Meskipun begitu, rugi bersih yang ditanggung PANS sedikit tertahan oleh keberhasilan perusahaan mengikis beban lain-lain dari Rp17,51 miliar pada Juni 2019 menjadi Rp13,06 pada Juni 2020.

        4. Panin Financial

        PT Panin Financial Tbk (PNLF) merupakan anggota Panin grup yang bergerak di bidang asuransi jiwa. Dalam kurun waktu enam bulan pertama tahun ini, PNLF mengantongi laba bersih sebesar Rp797,17 miliar. Capaian tersebut merosot 15,18% dari semester I 2019 yang kala itu mencapai Rp939,85 miliar.

        Melansir dari laporan keuangan perusahaan, pendapatan PNLF tertekan hingga 55% dari Rp2,29 triliun per Juni 2019 menjadi hanya Rp1,04 triliun per Juni 2020. Penyumbang terbesar terhadap pendapatan PNLF adalah premi, di mana secara tahunan kontribusinya menurun dari Rp1,85 triliun menjadi Rp1,17 triliun. Pendapatan hasil investasi juga tercatat turun dari Rp347,66 miliar pada tahun lalu menjadi Rp320,09 pada tahun ini.

        Di tengah situasi pandemi Covid-19, PNLF membukukan klaim dan manfaat sebesar Rp346,49 miliar dalam enam bulan pertama tahun ini. Angka tersebut menurun signifikan dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp1,62 triliun. Kemudian, pada periode yang sama, PNLF mencatat beban lainnya mengalami peningkatan, yakni dari Rp383,12 miliar menjadi Rp405,69 miliar.

        5. Paninvest

        Masih dari sektor asuransi, perusahaan Panin grup berikutnya adalah PT Paninvest Tbk (PNIN). Sepanjang semester I 2020, PNIN mengantongi laba yang diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp522,29 miliar. Capaian tersebut anjlok sedalam 42,07% dari Rp901,62 miliar pada semester I 2019 lalu. 

        Bukan cuma laba, pendapatan PNIN juga ikut tergerus sedalam 62,97% secara tahunan dari Rp2,40 triliun menjadi Rp889,49 miliar. Pendapatan bersih dari premi menyumbang sebesar Rp1,17 triliun, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp1,85 triliun. Begitu pun dengan pendapatan hasil investasi bersih yang turun dari Rp381,49 miliar menjadi Rp364,51 miliar.

        Sejak Januari hingga Juni 2020, PNIN telah membayarkan klaim dan manfaat sebesar Rp346,48 miliar. Jika dibandingkan secara tahunan, capaian itu menurun dari Rp1,62 triliun per Juni 2019. Performa keuangan PNIN diperparah dengan total beban yang angkanya membengkak dari Rp385,29 miliar pada tahun lalu menjadi Rp407,69 pada tahun ini.

        6. Asuransi Multi Artha Guna

        PT Asuransi Multi Artha Guna Tbk (AMAG) menjadi perpanjangan bisnis Panin grup di bidang asuransi umum. Menariknya, AMAG berhasil mencetak kinerja positif sepanjang semester I 2020.

        Merujuk ke laporan keuangan perusahaan, laba bersih yang dikantongi AMAG mencapai Rp39,42 miliar pada semester I 2020. Angka tersebut bertumbuh hingga 22,15% dari semester I 2019 yang kala itu hanya sebesar Rp32,28 miliar.

        Kenaikan laba tersebut tidak beriringan dengan pendapatan AMAG yang justru menurun 1,15% secara tahunan. Jika pada Juni 2019 pendapatan AMAG mencapai Rp376,45 miliar, angkanya menurun jadi Rp372,11 miliar pada Juni 2020. 

        Pendapatan premi asuransi menyumbang porsi terbesar, yakni mencapai Rp344,06 miliar, namun turun daru tahun sebelumnya yang mencapai Rp353,83 miliar. Meski begitu, pendapatan AMAG dari hasil investasi justru melonjak cukup tinggi, yakni dari Rp24,72 miliar per Juni tahun lalu menjadi Rp34,98 miliar per Juni tahun ini.

        Bukan cuma itu, kinerja keuangan AMAG, khususnya laba bersih ditopang oleh keberhasilan perusahaan dalam menekan beban. Per Juni, beban yang ditanggung AMAG menurun dari Rp337,71 miliar menjadi hanya Rp329,15 miliar.

        7. Verena Multi Finance

        Beralih ke perusahaan Panin grup di sektor pembiayaan, kinerja PT Verena Multi Finance Tbk (VRNA) terbilang membaik secara signifikan. Pasalnya, perusahaan mampu memangkas rugi bersih secara drastis pada semester pertama tahun 2020. 

        Dilansir dari laporan keuangan perusahaan, per Juni 2020 rugi bersih VRNA hanya tercatat sebesar Rp1,17 miliar. Yang membuat merinding, angka ini jauh di bawah rugi tahun lalu yang angkanya mencapai Rp31,96 miliar. 

        Keberhasilan VRNA untuk memangkas rugi sejalan dengan pertumbuhan pendapatan perusahaan pada periode tersebut. Per Juni 2019, pendapatan VRNA tercatat sebesar Rp147,36 miliar. Adapun pada Juni 2020, angkanya bertumbuh menjadi Rp160,91 miliar.

        Bukan cuma itu, beban usaha juga berhasil ditekan cukup dalam sehingga angkanya turun dari Rp177,34 miliar pada tahun lalu menjadi hanya Rp165,50 miliar pada tahun ini.

        8. Clipan Finance Indonesia

        PT Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN) merupakan perusahaan finansial multinasional milik Panin grup. Sepanjang semester I 2020, CFIN berhasil mengantongi laba bersih sebesar Rp102,75 miliar. Angka tersebut menurun dari semester I 2019 lalu yang mencapai Rp161,64 miliar.

        Anjloknya laba disebabkan oleh penurunan pendapatan perusahaan dalam enam bulan pertama tahun ini. Jika pada Juni 2019 lalu perusahana mampu mengantongi pendapatan Rp1,06 triliun, angkanya turun menjadi Rp977,35 miliar pada Juni 2020. 

        Secara bersamaan, beban yang ditanggung perusahaan pun ikut membengkak pada periode tersebut. Dilansir dari laporan keuangan perusahaan, per Juni 2020 beban CFIN mencapai Rp847,26 miliar, sedangkan tahun sebelumnya hanya sebesar Rp837,06 miliar.

        9. Kawasan Industri Jababeka 

        Perusahaan berikutnya yang dikuasai oleh taipan Mu'min Ali Gunawan dan bukan termasuk dalam Panin grup adalah PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA). Sepanjang enam bulan pertama tahun 2020, KIJA membukukan rugi bersih sebesar Rp84,23 miliar. Angka tersebut berbanding terbalik dari semester I 2019 yang kala itu perusahaan mengantongi laba bersih Rp52,2 miliar.

        Meskipun begitu, KIJA menorehkan kinerja yang positif dari segi pendapatan. Bahkan, capaian pendapatan perusahaan bertumbuh hingga 41,35% dari Rp885,57 miliar pada Juni 2019 menjadi Rp1,25 triliun pada Juni 2020.

        Penopang terbesar atas melesatnya pendapatan ialah bisnis land development & property yang capaiannya bertumbuh 192% menjadi Rp663,1 miliar pada semester I 2020 ini. Penopang atas lini bisnis ini tidak lain dari penjualan lahan industri di kawasan Jababeka yang angkanya naik drastis secara tahunan dari Rp2 miliar menjadi Rp497,2 miliar. 

        Pada periode yang sama, KIJA mengantongi pendapatan dari bisnis infrastruktur sebesar Rp548,1 miliar. Kontribusi tersebut menurun 11% secara tahunan. Kendati dari segi pendapatan KIJA menorehkan kinerja yang amat positif, rugi selisih kurs sebesar Rp66,1 miliar menjadi faktor yang membuat laba bersih perusahaan berbalik menjadi rugi pada semester I tahun ini.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: