Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Apakah PSBB Jakarta Akan Lanjut Lagi?

        Apakah PSBB Jakarta Akan Lanjut Lagi? Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketika demonstrasi di DKI Jakarta terjadi, muncul pertanyaan seputar peningkatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

        Karena rata-rata warga ibu kota yang terpapar virus corona sebanyak 1.147 orang per hari, ahli menilai, hasil PSBB belum optimal. Pakar Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, memaparkan penyebab belum maksimalnya PSBB di Jakarta karena tak adanya sinergi antara pemerintah Jakarta dengan pemerintah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek).

        "Seharusnya seluruh kepala daerah di kawasan Jabodetabek menyinergikan kebijakan penanganan Covid-19. Misalnya dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Jabodetabek," ucap Pandu, dilansir Portal Surabaya dari Warta Ekonomi pada Jumat (9/10/2020).

        Baca Juga: Demo Omnibus Law Tumpah di Jakarta, PSBB Ketat Anies Bakal Berakhir Sia-sia

        Baca Juga: Pengendara Waspada! Jabodetabek Akan Alami Fenomena Ini, Sabtu 10 Okt

        Pandu menjelaskan bahwa pengetatan PSBB di Jakarta harusnya dijadikan alarm daerah penyangga ibu kota untuk turut serta memperketat kebijakan mereka.

        Ia juga mengingatkan, kasus di wilayah penyangga tersebut berpotensi meningkat jika tidak melakukan pembatasan ketat seperti di Jakarta.

        "Sebenarnya dengan PSBB, penularan kasus tidak meninggi. Memang belum bisa menurun, tapi penularannya melambat. Tapi akan sulit menekan penularan virus kalau antar-daerah tidak sinergi," kata Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI tersebut.

        Tidak jauh berbeda, hal serupa juga disampaikan Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Abdul Aziz.

        Aziz pun menilai pengetatan PSBB dilakukan Jakarta kurang efektif. Hal tersebut disebabkan tidak didukung ileh daerah penyangga seperti Bodetabek.

        "Daerah sekeliling Jakarta mempunyai kebijakan berbeda. Sehingga, banyak orang Jakarta yang pergi ke daerah-daerah penyangga untuk berkumpul sambil makan-makan. Pergerakan orang keluar masuk tak terkontrol," ucap Aziz.

        Pemerintah pusat menurut Aziz, perlu turun tangan membuat satu regulasi penanganan Covid- 19 antara Jakarta dengan wilayah penyangga.

        "Harus satu komando kebijakannya. Kalau enggak, susah dikendalikan penularan virus ini," lanjutnya.

        Sebelumnya bahwa pengetatan PSBB di Jakarta berlaku sejak 14 September lalu. Awalnya hanya diberlakukan selama dua minggu, tapi diperpanjang dua minggu kembali, sampai Ahad, 11 Oktober 2020 esok. Hal tersebut terjadi karena penularan akibat virus Covid-19 diketahui masih tinggi.

        Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengaku ingin adanya kesamaan langkah dalam penanganan Covid-19 di kawasan Jakarta dan wilayah penyangga seperti Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek) agar penyebaran virus corona dapat dikendalikan.

        "Banyak klaster keluarga, ini datang dari klaster kantor, karena mayoritas warga Bodebek kerja di Jakarta. Ini sedang kita teliti. Apakah karena kantor yang di Bogor atau klaster kantornya di Jakarta," kata Ridwan Kamil.

        Kesamaan langkah dimaksud Gubernur Jabar tersebut, salah satunya mengenai sinkronisasi kebijakan pembatasan kegiatan.

        Contohnya, sekarang ini Kota Depok memberlakukan jam pembatasan aktivitas usaha untuk layanan di tempat hanya sampai pukul 18.00 WIB. Akan tetapi, beberapa wilayah lainnya seperti Bogor dan Tangerang belum sama kebijakannya.

        Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, jumlah kasus aktif sampai 7 Oktober 2020 sebelumnya mencapai 13.254 orang.

        Sementara total kasus konfirmasi positif mencapai 82.383 orang dengan total sembuh mencapai 67.310 orang atau sebanyak 81,7 persen. Sedangkan, kasus meninggal 1.819 orang atau 2,2 persen.

        "Sedangkan tingkat kematian akibat Covid-19 di Indonesia sebesar 3,6 persen," ucap Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes DKI Jakarta, Dwi Oktavia.

        Menurutnya, untuk positivity rate (persentase kasus positif) dalam sepekan terakhir di Jakarta sebesar 12,2 persen.

        Selain itu, persentase kasus positif secara total sebesar 8,1 persen. Hal tersebut dinilai cukup tinggi karena Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen.

        Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan sebelumnya menyebutkan bahwa selama pengetatan PSBB, kasus Covid-19 mulai melandai.

        Akan tetapi, klaim tersebut tak sesuai dengan angka penyebaran Covid-19. Jumlah penambahan kasus harian corona bahkan masih melampaui angka 1.000 per hari.

        Dari catatan sebelumnya, hanya ada tiga hari dengan penambahan kasus di bawah angka 1.000 selama PSBB ketat di Jakarta; pada 19 September dengan 932 kasus, 28 September 807 kasus, dan 5 Oktober dengan 822 kasus.

        Jika data dihitung dalam rata-rata, penambahan kasus harian Covid-19 selama PSBB ketat hingga 7 Oktober adalah 1.147 kasus per hari.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Tanayastri Dini Isna

        Bagikan Artikel: