Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kisah di Balik Startup: Begini Cerita Bisnis Unicorn Indonesia, Ada yang Sempat Mau Bangkrut!

        Kisah di Balik Startup: Begini Cerita Bisnis Unicorn Indonesia, Ada yang Sempat Mau Bangkrut! Kredit Foto: Unsplash/Annie Spratt
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dari seluruh negara di Asia Tenggara, Indonesia merupakan rumah bagi lima startup dengan valuasi lebih dari 1 miliar dolar AS (sekitar Rp14,2 triliun). Sudahkah Anda mengenal mereka?

        Menurut CB Insights, sebagaimana Warta Ekonomi lansir dari KrAsia, Jumat (13/11/2020), lima unicorn itu ialah Gojek, Traveloka, Ovo, Tokopedia, dan Bukalapak.

        Kelima perusahaan itu punya valuasi dan kisah yang berbeda. Cari tahu selengkapnya di artikel ini, yuk!

        Baca Juga: Hore! Rilis iPhone 12 di Indonesia Makin Dekat, Sudah Kantongi Izin Kemenkominfo Nih

        Baca Juga: Cara Buat Password Aman dan Kuat, Biar Terhindar dari Hacker!

        Gojek

        Valuasi: 10 miliar dolar AS

        Gojek memulai operasional bisnis dengan layanan ojek online (ojol) pada 2010. Saat itu, Gojek baru memiliki 20 mitra ojol. 

        Bisnis perusahaan itu tak kunjung 'lepas landas' hingga akhirnya Uber dan Grab memboyong layanan berbagi tumpangan serupa ke Indonesia.

        Melihat potensi Gojek, para investor pun berlomba menawarkan suntikan modal ke perusahaan besutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim itu.

        Karena sektor transportasi daring tak begitu menguntungkan, akhirnya Gojek mengembangkan layanannya ke berbagai sektor, seperti keuangan digital dan pemesanan-pengantaran makanan. Hasilnya, kini Gojek memiliki sekitar 18 layanan dalam aplikasi.

        Tokopedia 

        Valuasi: 7 miliar dolar AS

        Tokopedia meluncur pada 2009, menawarkan platform bagi para individu ataupun bisnis yang ingin menjual produk di saluran daring (online).

        Pada 2017, Alibaba mengucurkan dana senilai 1,1 miliar dolar AS (sekitar Rp15,7 triliun) untuk situs e-commerce tersebut.

        Setahun setelahnya, pendanaan dengan nilai Rp14,2 triliun, dengan SoftBank dan Alibaba sebagai pemimpin putaran itu. Di tahun yang sama, Tokopedia merilis layanan Mitra Tokopedia untuk para toko kelontong.

        Pada 2019, studi memproyeksikan, Tokopedia berhasil berkontribusi 12 miliar dolar AS (sekitar Rp...) untuk ekonomi Indonesia. Perusahaan itu juga membuka 857 ribu lapangan pekerjaan baru.

        Traveloka

        Valuasi: 3 miliar dolar AS

        Berdiri pada 2012, Traveloka kini beroperasi di Indonesia, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Perusahaan mengklaim, aplikasinya sudah mengumpulkan unduhan lebih dari 40 juta kali.

        Tak sampai di situ, Traveloka juga mengaku telah menggandeng lebih dari 100 maskapai penerbangan, baik domestik maupun internasional yang menjangkau 200 ribu rute secara global.

        Di luar bisnis utamanya, Traveloka merilis submerek bernama Traveloka Experience, yang berfokus pada layanan tiket travel dan gaya hidup.

        Lebih lanjut, di tengah pandemi COVID-19, Traveloka mencatatkan penurunan aktivitas bisnis dengan para partner dari layanan hospitality. Kini, dengan melonggarnya pembatasan antarnegara, bisnis mereka mulai pulih kembali.

        Ovo

        Valuasi: 2,9 miliar dolar AS

        Ovo merupakan unicorn terbaru dari Indonesia. Pengumuman resmi soal status unicorn Ovo baru mengudara pada awal 2019.

        Unit bisnis dari konglomerat Lippo Group itu merupakan dompet digital terbesar kedua setelah Gopay, berdasarkan jumlah pengguna bulanan.

        Pada 2019, Ovo memiliki lebih dari 110 juta pengguna yang tersebar di 300 kota di Indonesia. Perusahaan itu mengandalkan konsep kolaborasi, menawarkan dompet digitalnya di Grab dan Tokopedia.

        CEO Ovo, Jason Thompson mengatakan, pengguna baru Ovo bertumbuh 267% daripada sebelum PSBB.

        Bukalapak

        Valuasi: 2,5 miliar dolar AS

        Bukalapak berdiri pada 2010 dan mengawali bisnis yang goyah. Meski mengumpulkan jutaan kunjungan bulanan, perusahaan belum berhasil mengumpulkan pendapatan yang cukup.

        Pada 2011, Bukalapak hampir bangkrut. Sebelum akhirnya selamat berkat suntikan modal 2 miliar dolar AS dari pemodal ventura Jepang, Takeshi Ebihara.

        Akhirnya, Bukalapak menerapkan strategi pemasaran dengan menjangkau komunitas sosial dan forum di masyarakat. Pada 2013, Bukalapak memiliki lebih dari 80 ribu penjual dengan rata-rata transaksi 143.700 dolar AS per bulan.

        Pada 2017, perusahaan merilis Mitra Bukalapak; yang kini memiliki lebih dari 1,5 juta warung sebagai partner dan 3,5 juta penjual.

        Belum meraih keuntungan, saat ini Bukalapak masih berfokus mencetak pendapatan dari iklan dan partner logistiknya. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Tanayastri Dini Isna
        Editor: Tanayastri Dini Isna

        Bagikan Artikel: