Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Resapan Air di Jabar Harus Ditambah, Mulai Terkuak Alasannya...

        Resapan Air di Jabar Harus Ditambah, Mulai Terkuak Alasannya... Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Berbagai upaya penghijauan harus dilakukan. Pasalnya, hampir setiap hujan turun terjadi genangan di kawasan hilir bahkan tidak jarang menimbulkan banjir bandang.

        Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat, Dikky Achmad Sidik mengakui banyaknya kawasan hijau di wilayahnya yang beralih fungsi, seperti di Kawasan Bandung Utara (KBU) sehingga jumlah resapan air di Jabar mulai menurun.

        Baca Juga: Ribuan Warga Bandung Terpapar Corona, Halodoc Buka Drive Thru Tes COVID-19

        Ini berdampak terhadap kualitas resapan sehingga hujan yang turun menimbulkan aliran air yang deras ke wilayah hilir. 

        "Saluran yang ada seperti sungai sudah tidak mampu menampung derasnya aliran air,"katanya kepada wartawan di Bandung, Kamis (28/2/2021). Baca Juga: BNI Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Sulut dan Jabar

        Berbagai cara juga harus ditempuh untuk meminimalisasi potensi banjir, seperti normalisasi sungai agar air tetap mengalir pada tempatnya. Namun, langkah ini cukup berat mengingat terbatasnya lahan untuk pelebaran sungai serta kemampuan anggaran.

        "Susah untuk memperlebar sungai, apalagi kalau harus makan lahan orang," ujarnya.

        Oleh karena itu, perlu penambahan kawasan resapan agar air hujan yang turun tidak terbuang ke wilayah hilir.

        Selain melalui cara alami seperti penanaman pohon kembali, menurutnya perlu rekayasa teknis agar kawasan hijau yang sudah beralih fungsi tetap mampu menyerap air di saat hujan turun.

        "Jumlah kawasan resapan air harus terus ditambah, agar air hujan yang turun tidak mengalir ke hilir, sehingga tidak menyebabkan banjir," imbuhnya.

        Dikky menyebut, pihaknya akan menyosialisasikan agar pemilik bangunan baik komersial maupun tempat tinggal agar menyediakan sumur resapan atau kolam tampungan air. Selain bisa meminimalisasi air hujan yang terbuang ke hilir sehingga bisa mengurangi potensi banjir, menurutnya cara inipun efektif untuk menyimpan cadangan air tanah.

        "Contoh saat ini kan di Bandung, penggunaan air tanah terus bertambah, tapi jumlah lahan resapannya berkurang," katanya.

        Dia mengatakan perlu ada keseriusan dari semua pihak agar setiap bangunan yang ada memiliki sumur resapan atau kolam tampungan.

        "Kita kalikan saja, kalau semua bangunan ada sumur resapan, kolam tampungan, ada berapa air yang tersimpan sehingga tidak terbuang begitu saja," ujarnya. 

        Terlebih, Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah mewajibkan bangunan terutama yang berada di kawasan hulu untuk memiliki sumur resapan dan kolam tampungan.

        "Saat ini Pemprov Jabar sudah tidak mengeluarkan izin pembangunan di kawasan hulu. Dulu saat izin masih diberikan, salah satu syarat utamanya harus ada sumur resapan dan kolam tampungan," jelasnya.

        Untuk memaksimalkan kebijakan tersebut, ia menuturkan dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas sumur resapan dan kolam tampungan tersebut. 

        "Tapi sumur resapan dan kolam tampungan ini penting, pasti mereduksi jumlah air yang mengalir. Syukur-syukur bisa mereduksi total," tambahnya.

        Adapun, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat Meiki W Paendong mengatakan, terjadi kerusakan yang signifikan di kawasan hulu di provinsi tersebut. Bahkan, menurutnya kondisinya sangat memperihatinkan karena banyaknya pembangunan yang dilakukan sehingga menghilangkan fungsi konservasi.

        Misalnya di KBU saja terjadi alih fungsi sekitar 22% dari total luas kawasan tersebut. 

        "Selama 2019 saja, dari total 41 tibu hektare KBU, yang sudah terbangun 11.700 hektare," ujarnya.

        Tak hanya itu, tambah dia, kawasan lindung di KBU pun turut dibangun akibat keserakahan manusia. Dari jumlah 16 ribu hektare kawasan lindung, menurutnya sudah terbangun 3.000 hektare lebih.

        Dia menambahkan harus ada penghijauan kembali di kawasan hulu terutama yang berfungsi sebagai konservasi. Hal ini sangat penting agar bertambahnya kawasan resapan air sehingga meminimalisasi potensi banjir.

        "Harus ada pendekatan rekayasa teknis. Tapi jangan sampai itu menjadi untuk dikeluarkannya izin pembangunan," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: