Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mas AHY, Ini Pengamat Lho yang Ngomong: Pak Moeldoko Itu Berhak Jadi Ketum Demokrat

        Mas AHY, Ini Pengamat Lho yang Ngomong: Pak Moeldoko Itu Berhak Jadi Ketum Demokrat Kredit Foto: Antara/Endi Ahmad
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        VIVA - Sejumlah kader Partai Demokrat menginisiasi digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) partai tersebut di Deli Serdang, Sumatera Utara. Hasilnya, forum tersebut memilih Kepala Staf Presiden Moeldoko sebagai ketua umum yang baru.

        Apakah ini artinya era SBY, juga AHY, yang merupakan anaknya berakhir?

        Ninoy Karundeng, yang aktif sebagai pengamat politik, pegiat media dan media sosial, menuturkan sepak terjang SBY sejak menjadi politikus memang terkenal ugal-ugalan. Dia mengatakan kekuasaan bagi SBY ditempatkan pada titik tertinggi. Baca Juga: Pak Moel, Kamu Tega! SBY Kesel Banget Anaknya Dibuang dari Demokrat, Sampai Bawa-Bawa...

        "SBY menempatkan partai sebagai alat untuk menggenggam kekuasaan, kini kekuasaan itu serasa hilang beralih ke Moeldoko," kata Ninoy melalui keterangannya kepada wartawan, Sabtu, 6 Maret 2021.

        Baca juga: SBY Ungkap Akal-akalan Moeldoko Agar Dianggap Sah Jadi Ketum Demokrat

        Atas keterpilihan Moeldoko melalui KLB tersebut, SBY bereaksi keras dengan mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan Moeldoko. SBY mengaitkan dipilihnya Moeldoko oleh kader Demokrat karena jabatannya sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP). Baca Juga: Pengumuman... Pengumuman, Ini Nama Pengganti Mas AHY, Pak SBY Jangan Kaget Yah!

        Tidak hanya itu, SBY juga mengungkit penyesalan yang membawa-bawa nama Allah SWT untuk urusan politik, mengangkat Jenderal Moeldoko sebagai Panglima TNI.

        “Moeldoko diminta oleh kader Demokrat di KLB Deli Serdang menjadi Ketua Umum Partai Demokrat sebagai warga negara yang memiliki hak politik untuk dipilih dan memilih, bukan karena jabatannya sebagai Kepala KSP,” kata Ninoy.

        Terkait jabatan Moeldoko selama menjadi Panglima TNI, dalam catatan Ninoy, Jenderal Moeldoko tidak pernah menyalahgunakan kekuasaan, menjadi Panglima TNI yang amanah dalam menjaga NKRI.

        Moeldoko mengamankan pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2014 bersama Polri. Moeldoko pun menjaga jabatan sampai akhir masa jabatan dengan sangat baik.

        “SBY menunjukkan sifat aslinya yang kerdil dan cengeng dalam berpolitik dan minta dikasihani, dia seakan lupa pernah menelikung Megawati Soekarnoputri dalam perebutan kursi presiden ketika menjabat sebagai Menko Polhukam,” kata dia.

        Bukan Anak Buah

        Ninoy melanjutkan serangan SBY terhadap Moeldoko yang mengungkit keputusannya di masa lalu tidak pada tempatnya, karena Moeldoko bukan anak buah SBY. SBY tidak berhak menentukan jalan kehidupan dan pilihan politik Moeldoko, termasuk menerima amanat memengang tampuk Ketua Umum Partai Demokrat.

        “Justru pernyataan SBY yang mendeskreditkan dirinya sendiri, menunjukkan kekerdilan politik yang menjadi cirinya, dari dulu SBY memang cengeng, sebaliknya Moeldoko pun tidak mengomentari serangan SBY yang menunjukkan kematangan Ketua Umum HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) tersebut,” kata Ninoy.

        Menurutnya, reaksi SBY yang langsung menyerang pribadi Moeldoko semakin menunjukkan ambisi politik SBY yang menggunakan Demokrat sebagai benteng terakhir kepentingan keluarga. Kinerja masa lalu SBY yang meninggalkan puluhan proyek mangkrak, dan penyebutan keterlibatan Ibas dalam korupsi Wisma Atlet menjadi, alasan SBY mempertahankan kekuasaan di Demokrat mati-matian.

        “Pilihan kader Demokrat meminta Moeldoko sebagai Ketua Umum adalah upaya untuk menyelamatkan partai yang kehilangan arah dan elektabilitasnya menurun di bawah kekuasaan Dinasti SBY. Para kader sadar Demokrat menjadi alat politik kekuasan SBY yang berpotensi ditinggalkan oleh rakyat,” kata Ninoy.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: