Pemerintah berencana melakukan impor beras, beleid itu diklaim bertujuan untuk menjaga stok kebutuhan dalam negeri yang terus berkurang disebabkan keadaan nasional seperti penyediaan pangan saat darurat dan menjaga stabilitas harga di pasar.
Meski banyak menuai protes, skema yang bakal dilakukan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Kemenko Perekonomian untuk rencana impor beras sebanyak 1 hingga 1,5 Juta ton tidak terlepas dari memperhatikan masa panen dalam negeri.
Menyikapi hal ini, anggota Komisi IV DPR Panggah Susanto menilai jika kebijakan tersebut bisa diambil bila melihat stok berdasarkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) proyeksi stok CBP tahun 2021 per tanggal 1 Maret 927.862 ton, stok tertinggi diperkirakan bulan Juli 1.435.246 ton dan 31 Desember 2021 diperkirakan stok akhir 1.018.033 ton.
Baca Juga: Ketum PBNU Angkat Bicara Tanggapi Impor Beras: 99 Persen Petani Warga NU!
"Artinya ada semacam rencana untuk menjaga ketahanan pangan yang dilakukan pemerintah. Ketahanan pangan itu intinya ketersediaan pangan secara tepat jumlah, kualitas, waktu dan harga. Tentu hal ini harusĀ diutamakan produksi dari dalam negeri, namun manakala ketersediaan dalam negeri kurang oleh banyak faktor tentu dapat dipenuhi dari import," kata Panggah Susanto saat dikonfirmasi, Jum'at (19/3/21).
Jatuhnya pilihan importasi ini tentu sudah melalui perhitungan dan pertimbangan seksama oleh pemerintah salah satu indikatornya adalah menipisnya jumlah stock dan kenaikan harga di tingkat konsumen. Kita ketahui bersama awal tahun banyak sekali bencana yang melanda di tanah air. Tentu ketersediaan pangan saat darurat dibutuhkan. Cuaca ekstrim juga sedang kita hadapi diberbagai daerah, faktor-faktor yg bisa mengurangi produksi pertanian dalam negeri," tambahnya.
Sementara itu, terkait sikap Bulog yang menolak rencana impor beras, kata politisi Golkar ini, sebaiknya perlu didudukkan dengan mempertimbangkan segala aspek ketersediaan, kebutuhan dan kecukupan stock di semua wilayah.
"Karena tak semua wilayah itu mengalami surplus beras, dalam keadaan normal tidak lebih dari 10 wilayah provinsi yang mengalami surplus, selebihnya 24 wilayah malah kurang. Itu pentingnya akurasi data antara Kementerian terkait dengan Bulog," jelasnya.
Sebelumnya pada 26 Januari 2021 lalu pembahasan mengimpor beras telah dibahas pada Rakortas (rapat koordinasi terbatas) yang dipimpin oleh Kemenko Perekonomian bersama beberapa Kementerian terkait juga dihadiri Dirut Bulog. Kemudian Rakortas selanjutnya digelar dalam Rangka PPKM pada 19 Februari 2021 menyepakati penugasan impor beras kepada Perum Bulog sebanyak 500 ribu ton untuk CBP dan 500 ribu ton sesuai kebutuhan Perum Bulog.
Kendati begitu pada Rakortas juga ada ketentuan berupa kapan waktu yang tepat untuk melakukan impor dan berapa besaran dan batas masuknya barang impor.
"Pemerintah tentu sudah mengkaji secara matang upaya menjaga ketahanan pangan lewat impor beras ini. Kita terkadang mendengar kata impor beras, semacam momok yang menakutkan. Padahal bila dilihat bahwa sasarannya ketahanan pangan tak boleh ambil risiko, mutlak stock CBP ini hrs terjamin, baik melalui pengadaan dalam negeri maupun impor, ada pertimbangan penting ketika mengambil langkah impor beras." tambahnya.
Selain itu kata dia, agar tidak menganggu panen petani, pemerintah juga mesti menjamin pemasukan beras impor tidak akan dilakukan pada masa panen raya dan hanya ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan stok beras.
Ia menyarankan sebaiknya stok beras impor hanya akan disalurkan melalui program Pemerintah melalui operasi pasar dan bantuan sosial COVID-19 sehingga tidak akan mendistorsi pasar.
"Jadi jika Rakortas memutuskan impor bulan Maret maka diperkirakan barang akan masuk paling cepat pertengahan tahun 2021. Kebijakan ini sangat tepat mengingat bulan Mei-Juni adalah masa di mana masa panen telah berakhir dan harga gabah dan beras mulai merangkak naik," tandasnya.
Dirinya berharap optimis impor beras tetap akan memperhatikan masa panen dalam negeri sehingga tidak mengurangi serapan hasil panen petani. Selain itu Panggah berharap Bulog meningkatkan kemampuan dalam mengamankan stock dengan membangun fasilitas pengeringan (dryer) dan penyimpanan gabah (silo).
"Karena saat ini pengeringan 95 persen masih mengandalkan pengering alami dengan matahari. Juga peningkatan kemampuan penyaluran di sisi hilirnya," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: