Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jokowi dan Prabowo Masih Capres yang Terkuat, Presiden 3 Periode Tak Melanggar Demokrasi

        Jokowi dan Prabowo Masih Capres yang Terkuat, Presiden 3 Periode Tak Melanggar Demokrasi Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
        Warta Ekonomi -

        Jokowi dianggap masih paling pantas menjadi presiden. Namun, konstitusi membatasi jabatan presiden hanya dua periode. Sehingga, Jokowi tak bisa lagi nyapres. Tapi, seandainya pemerintah dan para wakil rakyat bersepakat melakukan amandemen dan membolehkan presiden menjabat 3 periode, ya boleh-boleh saja. Toh, presiden 3 periode juga belum tentu melanggar demokrasi.

        Bukti Jokowi masih diidam-idamkan publik menjadi presiden itu, tercatat dalam hasil survei Litbang Kompas. Elektabilitas Jokowi masih tertinggi, sebesar 24 persen. Jokowi disusul Prabowo Subianto yang berada di posisi kedua dengan 16 persen.

        Baca Juga: Kalau Jokowi Tak Nyapres di 2024, Anies dan Ganjar Baru Bisa Dapat Berkah

        Survei Litbang Kompas itu digelar pada 13-26 April 2021, melalui wawancara tatap muka kepada 1.200 responden yang dipilih secara acak di 34 provinsi. Margin of error survei ini sebesar plus minus 2,8 persen.

        Dalam survei itu, awalnya, responden diberi pertanyaan terbuka. Kalau pilpres digelar hari ini, siapa tokoh yang layak menjadi presiden? Hasilnya, Jokowi menempati posisi pertama dengan elektabilitas 24 persen. Posisi kedua ditempati Prabowo 16,4 persen, posisi ketiga Anies Baswedan 10 persen. Di posisi keempat ada Ganjar Pranowo 7,3 persen.

        Selain empat nama di atas, ada 7 nama lain yang dipilih responden. Mereka antara lain, Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Hanya saja, elektabilitas mereka masih di kisaran 3 persen. Dalam survei ini, sebanyak 21,4 persen tidak menjawab.

        Hasil survei ini menarik lantaran Jokowi masih masuk dalam bursa capres. Padahal, Jokowi sudah menyatakan tidak berniat dan tidak berminat untuk tiga periode. Sebab, konstitusi mengatur, jabatan presiden maksimal dua periode.

        Karena itu, Litbang Kompas memberikan pernyataan lanjutan ke responden. Jika Jokowi tidak dapat mencalonkan diri, siapa capres yang akan dipilih. Hasilnya, tiga besar ditempati Prabowo, Anies, dan Ganjar. Prabowo mendapat limpahan suara sebesar 5 persen, Anies mendapat tambahan 2 persen, dan Ganjar bertambah 3 persen.

        Direktur Indo Barometer M Qodari senang dengan hasil survei tersebut. Soalnya, survei tersebut membuktikan pernyataannya soal imajinasi masyarakat tentang kepemimpinan nasional masih di dua nama, yaitu Jokowi dan Prabowo. "Menyatukan keduanya di 2024 akan membuat Indonesia aman, damai, dan sejahtera, Insya Allah," kata Qodari, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

        Dia mengakui, Jokowi tidak bisa maju lagi kalau menggunakan aturan konstitusi yang ada sekarang.

        "Tetapi, kalau misalnya bisa diadakan perubahan menjadi tiga periode, maka yang paling kuat untuk maju adalah Jokowi," cetusnya.

        Dia pun berharap, parpol sebaiknya memperhatikan dan mempertimbangkan imajinasi masyarakat ini. Sebab, hal tersebut penting untuk mempersatukan masyarakat yang sudah terbelah sejak 2014. Dia pun menyarankan parpol-parpol membuka pintu amandemen UUD 1945.

        Menurut Qodari, kalau parpol mengajukan nama lain pada 2024, sama saja dengan menyajikan makanan yang tak disukai rakyat. "Tidak akan dipilih oleh rakyat," ujarnya.

        Jika amandemen dibuka, Qodari memprediksi, Jokowi dan Prabowo akan melawan kotak kosong di 2024. Parpol-parpol akan bergabung di pasangan ini. Anies dan Ganjar, yang selama ini diangkat sebagai kandidat kuat di 2024, akan tertutup peluangnya.

        "Kalau terjadi amandemen tiga periode, maka peluang Anies dan Ganjar tertutup," imbuh.

        Kenapa terus menyerukan tiga periode? Menurut Qodari, dalam demokrasi, sah-sah saja hal itu disuarakan. Sebab, perpanjangan masa jabatan tidak melanggar demokrasi.

        Bagaimana tanggapan parpol? PDIP menganggap, hasil survei Litbang Kompas itu sebagai apresiasi terhadap kerja-kerja yang dilakukan Jokowi. Ada hasil nyata yang dirasakan masyarakat.

        "Secara tersirat juga ada harapan agar apa yang sudah dicapai bisa ditingkatkan atau minimal dipertahankan," kata politisi senior PDIP Hendrawan Supratikno, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

        Soal peluang Jokowi tiga periode, Hendrawan menyebut, dalam konstitusi yang sekarang berlaku, tidak bisa. Peluang tersebut bisa muncul bila MPR sepakat mengamandemen konstitusi, khususnya yang terkait masa jabatan presiden.

        "Ini berkaitan dengan aspirasi, komunikasi dan proses politik yang berkembang di MPR," ujarnya.

        Sedangkan PKB menilai, wacana tiga periode sebagai hal biasa dalam politik. Hanya saja, tak mudah untuk mewujudkannya. Untuk mewujudkannya, perlu mengubah konstitusi.

        "Selama itu bagian dari kehendak sebagian besar rakyat, bisa saja terjadi. Tapi, proses politik menuju ke sana kan masih lama," kata Waketum PKB Daniel Johan saat dikontak Rakyat Merdeka, tadi malam.

        Waketum NasDem Ahmad Ali menilai, hasil survei Kompas itu menunjukkan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah. Bagi pemerintah, ini tentu menggembirakan. Artinya kinerja baik pemerintahan Jokowi masih disukai dan dicintai masyarakat.

        Namun, kata dia, hasil tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk tiga periode. Soalnya, konstitusi membatasi masa jabatan presiden hanya 2 periode. Apalagi dalam berbagai pernyataan, Jokowi mengatakan tidak ingin tiga periode.

        "Jadi, orang-orang yang meniupkan wacana ini mereka yang ingin cari muka seperti yang disampaikan Pak Jokowi," kata Ahmad Ali, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

        Pengamat politik LIPI Prof Siti Zuhro heran wacana tiga periode terus ditiupkan. Padahal, sudah banyak yang menolak wacana itu lantaran menabrak konstitusi. "Ini artinya sama dengan menggaruk yang tidak gatal," kata Siti, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: