Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ketum Demokrat AHY Singgung Buzzer sebagai Profesi Baru: Kerjaannya Sebar Fitnah...

        Ketum Demokrat AHY Singgung Buzzer sebagai Profesi Baru: Kerjaannya Sebar Fitnah... Kredit Foto: Instagram/Agus Harimurti Yudhoyono
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY, menyinggung profesi pasukan buzzer di dunia maya. Menurutnya, demokrasi menjadi rusak karena di antaranya ada buzzer ini.

        Itu disampaikan AHY dalam Pidato Kebangsaan Memperingati 50 Tahun CSIS Indonesia yang ditayangkan secara daring, Senin 23 Agustus 2021. AHY awalnya mengulas tiga hal yang berdampak pada kualitas demokrasi Indonesia, yakni money politic, identity politic, dan post-truth politic.

        Baca Juga: Partai Demokrat Dirongrong Terus, AHY Kasih Kode Keras!

        Post-truth politic jelas AHY adalah politik fitnah dan saling membunuh karakter. Makin mudah diorkestrasi, manakala didukung oleh perkembangan teknologi dan informasi. Bahkan, bisa secara membabi buta di media sosial.

        "Hoaks, black campaign, hate speech, dan berbagai format disinformasi lainnya seolah menjadi norma baru dalam kehidupan demokrasi kita. Mengerikan, ketika mengetahui bahwa hari ini sangat mudah bagi siapa pun menjadi korban fitnah tanpa daya untuk mengklarifikasinya," jelas AHY dalam pidatonya.

        Kebohongan yang ditampilkan berulang-ulang, lanjut dia, bisa dianggap sebagai sebuah kebenaran baru. Apalagi kalau itu terus menerus ditampilkan di media sosial dengan kecanggihan teknologi dan informasi dewasa ini.

        Makin berkembang karena juga ada buzzer yang menurut AHY adalah profesi baru yang memang bertugas untuk menyebar fitnah dan kebohongan.

        "Kenyataannya, justru sekarang ada profesi baru, yaitu pasukan buzzer yang memang pekerjaannya adalah memproduksi dan menyebar fitnah dan kebohongan termasuk menghabisi karakter seseorang atau suatu kelompok yang dianggap berbeda sikap dan pandangan," ulas AHY.

        Maka dalam situasi seperti ini, di mana buzzer di media sosial begitu gencar menyebar fitnah dan kebohongan, harus ada arus media yang netral untuk membendungnya.

        "Dalam situasi seperti ini, kehadiran pers yang independen dan kredibel sangat dinantikan untuk menjadi referensi objektif bagi masyarakat di tengah tengah tsunami infomrasi dan disinformasi di dunia maya," kata AHY.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: