Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Halo, Pak Anies Baswedan! Udah Sepatutnya DKI Jakarta Contoh Jogja untuk Gratiskan....

        Halo, Pak Anies Baswedan! Udah Sepatutnya DKI Jakarta Contoh Jogja untuk Gratiskan.... Kredit Foto: Telkomsel
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL), Muhammad Arif Angga, mengatakan bahwa seluruh anggotanya mendukung penuh program pemerintah untuk memperluas penetrasi broadband di Indonesia. 

        Selain itu menurut Arif, anggota APJATEL juga mendukung program Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang akan menginginkan kabel udara yang ada di Jakarta untuk diturunkan. Bukti nyata dukungan APJATEL untuk memperluas penetrasi broadband adalah dengan menyediakan free wifi di beberapa titik di Jakarta. Baca Juga: Dear, Pak Anies! Pemprov DKI Dapat Jatah Puluhan Miliar Rupiah dari Perusahaan.....

        Sementara dukungan untuk menata kabel udara di Jakarta adalah dengan membuat Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) secara mandiri atau menggunakan yang sudah tersedia. Baca Juga: Orang PDIP: Cuma Nanya, Anies Baswedan Ngapain Sih Kok Segitunya Banget?

        "Namun, kami juga meminta agar penataan tersebut harus dikomunikasikan dengan baik agar tercapai win-win solution dan juga win-win partnership antara pemerintah daerah dan penyelenggara jaringan telekomunikasi. Jika anggota APJATEL diperintahkan untuk memindahkan jaringan yang sudah tertanam di tanah ke SJUT milik Pemprov DKI, tentunya kami menolak. Jangan dengan dalih penataan, kita dipaksa untuk menggunakan SJUT dengan tarif yang tinggi," terang Arif dalam keterangannya, Sabtu (28/8/2021).

        Jika anggota APJATEL dikasih beban yang tinggi untuk menyewa SJUT, menurut Angga, selain akan menggangu transformasi digital yang tengah digalakkan oleh Presiden Jokowi, langkah Pemprov DKI ini justru ini akan membebani masyarakat yang saat ini sangat tergantung terhadap layanan internet yang disediakan oleh anggota APJATEL.

        "Sama seperti bisnis pada umumnya, bisnis jaringan telekomunikasi juga ikut terdampak dari pandemi Covid-19. Apalagi bisnis jaringan telekomunikasi itu high CAPEX dan OPEX sehingga sangat butuh dukungan berupa kebijakan dari Pemda agar bisa memberikan layanan terbaik dan terjangkau bagi masyarakat," ingat Arif.

        Arif melanjutkan, jika Pemprov DKI Jakarta ingin mendukung program Presiden Jokowi yaitu Percepatan Transformasi Digital Nasional dan Smart City, idealnya Pemprov DKI dapat membangun dan menyediakan SJUT secara gratis. Sebab sejatinya penyediaan SJUT itu merupakan bagian dari pelayanan Pemprov DKI kepada masyarakat ibukota yang telah membayar pajak. Penyediaan SJUT ini tak berbeda ketika Pemprov DKI membangun jalan dan fasilitas umum lainnya dengan baik.

        "Ketika sarana dan prasarana umum dibangun dengan baik, maka Jakarta sebagai Megapolitan akan terwujud. Dengan itu pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi dan minat investor untuk menanamkan dananya di Jakarta juga akan semakin meningkat. Sehingga penyediaan SJUT sebagai bagian dari layanan umum di Jakarta akan meningkatkan PAD DKI Jakarta," terang Arif.

        Sebenarnya, tambahnya, pembangunan SJUT yang dilakukan oleh Pemprov DKI itu sudah tepat sebagai bagian penataan Jakarta menuju kota Megapolitan. Namun disayangkan sewa SJUT yang ditetapkan di Jakarta terbilang sangat tinggi. Bahkan ironisnya, Pemkot Surabaya memungut sewa yang tinggi terhadap penyedia internet, listrik dan gas tanpa membangun SJUT, seperti Pemprov DKI Jakarta.

        Arif berharap agar Pemprov DKI dan Pemkot Surabaya dapat mengambil contoh Pemkot Jogjakarta dalam membangun dan menyediakan SJUT. Pemkot Jogja membangun dan menyediakan SJUT. Anggota APJATEL, penyedia listrik dan air hanya tinggal memindahkan infrastruktur yang terpasang saja. Sehingga tujuan Pemkot Jogja untuk menata kabel udara dan menjadikan Smart City terwujud.

        Jika merujuk UU 28 Tahum 2009 tentang Pajak Daerah Retribusi Daerah, apa yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya tersebut tak sesuai. Menurut Henry Darmawan Hutagaol, Pengajar Hukum Administrasi Negara dan Hukum Keuangan Negara Universitas Indonesia (UI), UU tersebut jelas disebutkan retribusi yang dimaksud, pemakaian kekayaan daerah seperti penyewaan tanah dan bangunan, laboratorium, ruangan, dan kendaraan bermotor. Namun ada pengecualian bahwa tanah yang tidak berubah fungsi tidak masuk ke dalam kategori pemakaian kekayaan daerah.

        "Sangat jelas disebutkan di penjelasan aturan tersebut penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah. Antara lain, pemancangan tiang listrik/telepon atau penanaman/pembentangan kabel listrik/telepon di tepi jalan umum. Sehingga pemancangan tiang dan menanam kabel untuk listrik atau telekomunikasi tidak termasuk pemakaian kekayaan daerah. Pemda tidak berhak menarik retribusi ataupun sewa terhadap sesuatu yang bukan pemakaian kekayaan daerah," terang Henry. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: