Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ekonomi Nasi Goreng dan Keberpihakan Demokrat

        Ekonomi Nasi Goreng dan Keberpihakan Demokrat Kredit Foto: Cahyo Prayogo
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Perasaan pahit dan getir tersirat di wajah Trisnawati (40 tahun). Selama hampir dua bulan terakhir dia terpaksa bertahan hidup dengan hanya memakan nasi goreng.

        Nasi goreng di sini bukan seperti nasi goreng pada umumnya dengan berbagai macam lauk seperti irisan ayam, irisan daging, atau telur goreng. Namun, nasi goreng yang ia santap hanyalah nasi yang kembali digoreng dengan dicampur cabai dan beberapa bumbu dapur lain agar memiliki rasa. Tanpa ada lauk sama sekali.

        "Saya dapat beras dari bantuan Ketua RT," katanya kepada Warta Ekonomi di Jakarta, beberapa waktu lalu.

        Baca Juga: 'Terima kasih Ketum Demokrat Mas AHY', Luar Biasa...

        Wanita yang dahulu merupakan pelayan di rumah makan ini mengaku sudah hampir dua bulan tidak bekerja. Ia menjelaskan bahwa pada bulan Juli lalu sempat terpapar Covid-19 dan terpaksa melakukan isolasi mandiri. Ternyata, setelah dinyatakan negatif Covid-19 rumah makan tersebut sudah merekrut pegawai lain sehingga ia tak bisa lagi bekerja di tempat tersebut.

        "Saya sakit (Covid-19) hampir seminggu lebih. Tidak bisa bergerak sama sekali, hanya terbaring di atas kasur," ujarnya.

        Nasib yang sama dialami oleh sang suami. Ia mengatakan suaminya tidak bekerja sejak bulan Juli lalu karena proyek bangunan rumah terhenti di tengah kasus Covid-19 yang mengganas di DKI Jakarta. Alhasil, pasangan suami istri yang memiliki dua anak ini tidak memiliki penghasilan sama sekali sejak bulan Juli lalu.

        "Padahal, saya dan suami ini buruh harian. Kalau tidak bekerja maka tidak dapat uang," katanya.

        Seakan sudah jatuh tertimpa tangga, pada bulan Juli lalu ia diminta untuk meninggalkan rumah kontrakan karena tidak mampu membayar uang sewa. Ia pun pindah ke rumah kontrakan baru, tetapi sayangnya baru tiga hari sudah diminta kembali meninggalkan tempat tersebut. Lagi-lagi karena tidak mampu membayar uang sewa.

        "Di rumah kontrakan baru si pemilik minta bayar (uang sewa) di awal. Kami bilang minta waktu dua minggu buat bayar. Saya sampaikan, tidak punya uang karena tidak bekerja. Mereka (si pemilik) bilang setuju kasih waktu dua minggu. Tapi, baru tiga hari mereka datang lagi dan minta bayaran hari itu juga. Karena tidak bisa bayar, kami diminta pergi," tuturnya.

        Wanita asal Tegal, Jawa Tengah, ini seperti kehilangan arah. Di Jakarta tidak memiliki tempat tinggal, namun ia tidak bisa pulang ke kampung halaman karena tidak memiliki uang buat membiayai ongkos perjalanan. Dalam situasi tersebut ia khawatir dirinya dan keluarga akan hidup menggelandang di jalan.

        "Untungnya, ada seorang yang menawarkan kami tinggal di bangunan kosong. Kami setuju," kisahnya.

        Bangunan kosong itu ialah rumah setengah jadi yang proses pengerjaannya terhenti. Bangunan tersebut sudah memiliki atap, tetapi lantainya masih tanah. Selain itu, bangunan tersebut tidak memiliki aliran listrik dan air. 

        Karena tidak ada aliran air, ia pun harus pergi ke toilet musolah warga untuk keperluan mandi dan buang hajat. Setiap hari ia mandi sekitar pukul tiga atau empat pagi agar tidak mengganggu aktivitas warga yang ingin beribadah. Kemudian karena bangunan tidak memiliki aliran listrik, kedua anaknya terpaksa putus sekolah akibat tidak bisa lagi mengikuti pelajaran daring.

        "Untuk makan, saya dapat beras dari Pak RT. Beras itu saya masak lalu saya goreng supaya ada rasanya," lirihnya.

        Ekonomi Nasi Goreng

        Kisah Trisnawati dan keluarga yang bertahan hidup dengan memakan nasi goreng mungkin hanya segilintir kisah pilu selama pandemi Covid-19 melanda negeri ini sejak Maret 2020 lalu. Di beberapa wilayah ada banyak orang kehilangan penghasilan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK). Kemudian ada banyak pelaku UMKM terpaksa gulung tikar karena mengalami penurunan pendapatan.

        Situasi tersebutlah yang secara simbolis dipotret oleh politisi Partai Demokrat, Andi Arief, yang menyebutkan situasi ekonomi di Tanah Air sungguh berat sehingga Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpaksa "berjualan" nasi goreng.

        "Ekonomi makin berat, jual nasi goreng jadi opsi," cuit Andi Arief pada Januari 2021 lalu. 

        Meski Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat, Ossy Dermawan, sudah mengklarifikasi bahwa SBY tidak berjualan nasi goreng dan memasak sebagai bentuk penyaluran hobi, namun tidak bisa dipungkiri bahwa pandemi Covid-19 telah berdampak negatif ke kondisi ekonomi rakyat Indonesia.

        Kondisi keterpurukan ekonomi Indonesia inilah yang menjadi sorotan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), saat menyampaikan pidato kebangsaan bertajuk Daya Tahan dan Daya Saing Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045. AHY menyampaikan ekonomi Indonesia selama satu setengah tahun terakhir ini mengalami tekanan yang cukup signifikan.

        "Resesi ekonomi terjadi, ditandai oleh kontraksi pertumbuhan ekonomi selama empat kuartal berturut-turut mulai kuartal II 2020 hingga kuartal I 2021," katanya.

        AHY memprediksi angka kemiskinan akan mengalami peningkatan akibat pemberlakuan kebijakan PPKM Darurat yang dipicu oleh lonjakan gelombang ke-2 pandemi Covid-19. Ia melanjutkan, sekitar 90 persen pelaku UMKM mengalami persoalan pendapatan secara serius. Padahal, selama ini UMKM dikenal sebagai rumah bagi mayoritas tenaga kerja dan sekaligus basis kekuatan ekonomi nasional.

        "Akibatnya, tingkat pengangguran terbuka terproyeksikan kembali naik setelah PPKM Darurat. Selanjutnya, peningkatan angka kemiskinan dan pengangguran ini tentu akan berkorelasi langsung terhadap meningkatnya ketimpangan sosial di masyarakat," paparnya.

        Lulusan terbaik Akademi Militer pada tahun 2000 ini memaparkan pelemahan ekonomi Indonesia juga terlihat dari penurunan pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI) per kapita Indonesia menjadi sebesar US$3.870 pada tahun 2020 lalu.

        Adapun, sebelumnya pada tahun 2019 GNI per kapita Indonesia sebesar US$4.050. Hal tersebut lantas mengembalikan Indonesia ke kelompok negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income country) dari sebelumnya upper-middle income country.

        "Pasca pandemi, kita semua harus segera mengubah keadaan ini agar Indonesia tidak lebih lama terjebak dalam middle income trap," tegasnya.

        Oleh karena itu, Partai Demokrat mencanangkan Bulan Bakti Partai Demokrat dengan memberikan bantuan berupa sembako dan bantuan langsung tunai kepada masyarakat yang membutuhkan.

        "Yang menjadi sasaran utama kami adalah kelompok-kelompok masyarakat yang kehidupan ekonominya sangat sulit, khususnya para pekerja harian dan lepasan," tutur AHY.

        Berpihak ke Rakyat

        AHY menegaskan komitmen Partai Demokrat untuk selalu berpihak kepada rakyat. Sudah banyak program dan kegiatan yang dijalankan Partai Demokrat guna menyelamatkan ekonomi masyarakat. Ia mengatakan Demokrat memegang dan menjalankan prinsip actions speak louder than words.

        "(Partai Demokrat) mengulurkan tangan secara langsung, membantu masyarakat yang sangat terdampak oleh pandemi," tegasnya.

        Melalui program Bulan Bakti Partai Demokrat, pria yang pernah memperoleh gelar Master in Public Administration dari Universitas Harvard ini menyampaikan Demokrat telah memberi bantuan permodalan kepada para pelaku UMKM.

        "Kami juga tergerak untuk memberikan bantuan modal kepada pedagang-pedagang kecil dan para pelaku UMKM lainnya yang gulung tikar, akibat lesunya daya beli masyarakat," ujarnya.

        Ia juga menegaskan, Partai Demokrat mendukung penuh upaya pemerintah bersama parlemen untuk melakukan realokasi dan refocusing APBN untuk tiga prioritas utama dalam mengatasi krisis pandemi Covid-19. Pertama, melindungi kesehatan masyarakat melalui penguatan infrastruktur dan fasilitas medis, termasuk tenaga kesehatan.

        Kedua, membantu masyarakat miskin dan kurang mampu melalui sejumlah skema jaring pengaman sosial.

        "Dan ketiga, memulihkan ekonomi rakyat, terutama dengan memberikan berbagai keringanan dan bantuan yang diperlukan untuk menyelamatkan puluhan juta pelaku UMKM kita," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Cahyo Prayogo
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: