Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kader Partai Demokrat Rachland Jawab Keluhan Yusril, Ungkit 'Utang Budi' ke AHY

        Kader Partai Demokrat Rachland Jawab Keluhan Yusril, Ungkit 'Utang Budi' ke AHY Kredit Foto: Partai Demokrat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kader Partai Demokrat, Rachland Nashidik, menanggapi pernyataan Yusril Ihza Mahendra yang mengeluhkan reaksi keras kader Demokrat padanya. Perseteruan Yusril dengan Demokrat mulai memanas saat Yusril bersedia menjadi kuasa hukum empat eks kader yang dipecat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk mengajukan judicial review AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA).

        Rachland mencibir pengakuan Yusril yang mengaku melakukan itu semua demi demokrasi yang sehat. Rachland menjelaskan, Yusril tak peduli pada ide "demokrasi yang sehat" pada saat ia berkepentingan mendapat rekomendasi Partai Demokrat bagi anaknya. Ide itu disebut baru datang padanya belakangan, yakni setelah kubu KLB abal abal di Deli Serdang memberinya pekerjaan untuk membatalkan AD/ART Partai Demokrat.

        Baca Juga: Babak Baru 'Perang' di Tubuh Demokrat, SBY Tiba-Tiba Bilang: Hukum Bisa Dibeli, tapi...

        "Sebelum para begal partai itu datang, Yusril tak peduli pada AD/ART Partai Demokrat--konon pula terpikir menggugatnya. Sebaliknya, ia justru berterima kasih pada Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum Partai Demokrat hasil Kongres 2020, yang memberi anaknya rekomendasi untuk bertarung dalam pilkada," kata Rachland dalam keterangan tertulis yang diterima Warta Ekonomi di Jakarta, Selasa (28/9).

        Semua ucapan Yusril pun disebut hanya 'gincu' untuk mendandani upayanya membuka jalan bagi niat jahat dan praktik politik hina kubu Moeldoko membegal Partai Demokrat.

        "Sampai di sini, harusnya juga jelas, kenapa kader Demokrat bereaksi keras padanya. Yusril sudah mendapat kemanfaatan dari AD/ART Demokrat saat ia memiliki kepentingan terhadap karier politik anaknya. Tidakkah harusnya dengan demikian Yusril memilih sikap etis, menjauhi kemungkinan conflict of interest, dengan menolak permintaan kubu para begal itu? Setidaknya, Yusril bisa memajukan advokat lain demi konsistensinya sendiri. Ia sebenarnya bisa bekerja di belakang layar saja," jelas Rachland.

        Bahkan, Rachland menyebut Yusril bukan hanya profesor hukum tata negara, melainkan juga politisi karatan.

        "Bisakah kita simpulkan, Profesor Tata Negara ini pada akhirnya cuma manusia biasa yang menjual pengetahuannya pada para begal untuk membuka paksa pintu rumah korban?" tutup Rachland.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: