Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ribuan Nakes dan Dokter Pilih Resign, Fasilitas Kesehatan Singapura Hampir Kolaps

        Ribuan Nakes dan Dokter Pilih Resign, Fasilitas Kesehatan Singapura Hampir Kolaps Kredit Foto: Straits Times/Lim Yaohui
        Warta Ekonomi, Singapura -

        Singapura mengalami krisis tenaga kerja di rumah sakit akibat naiknya angka pengunduran diri di kalangan tenaga kesehatan (nakes) tahun ini.

        Masalah tersebut dibeberkan Menteri Senior Kesehatan Janil Puthucheary di Parlemen pada Senin (1/11/2021).

        Baca Juga: Singapura Laporkan 4.248 Kasus Baru, Melonjak Signifikan dari Hari Sebelumnya

        Dilansir dari Channel News Asia, sekitar 1.500 nakes mengundurkan diri pada paruh pertama tahun 2021, dibandingkan dengan sekitar 2 ribu per tahun sebelum pandemi. Selain itu, makin banyak nakes asing yang hengkang.

        Hampir 500 dokter dan perawat asing mengundurkan diri pada paruh pertama tahun 2021. Padahal, angkanya hanya sekitar 500 sepanjang tahun 2020 dan sekitar 600 sepanjang tahun 2019. Sebagian besar mundur karena alasan pribadi, untuk migrasi, atau pulang ke negara asal mereka.

        Puthucheary pun mengutip keluhan yang diterimanya dari seorang anggota senior tim klinis dan seorang rekan tentang bagaimana kewalahannya mereka. Akibat krisis tersebut, mereka terlalu banyak bekerja dan kelelahan.

        "Tim kami kelelahan secara fisik, mental, dan emosional, entah mereka mengakuinya atau tidak. Karena itu, tak heran jika angka pengunduran diri meningkat tahun ini," ungkap Puthucheary.

        Ia menjawab secara rinci atas pertanyaan dari para anggota parlemen tentang topik tersebut, termasuk krisis tenaga kerja, jumlah cuti yang diambil, dan apakah mereka didiskriminasi saat mengambil cuti sakit.

        Sebagian besar nakes tak sempat mengambil cuti sejak tahun 2020. Lebih dari 90 persen tak bisa menghabiskan akumulasi cuti mereka untuk tahun 2021.

        "Proporsi ini lebih tinggi dibandingkan 2 tahun terakhir. Nakes kita telah melampaui kewajibannya untuk merawat pasien," sambungnya.

        Ia menambahkan kalau rumah sakit berusaha meminimalkan stafnya bekerja lembur. Pada bulan September, perawat bekerja rata-rata 160-175 jam per bulan.

        Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun menjangkau lebih banyak relawan untuk bergabung dengan fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta demi membantu meringankan beban nakes di rumah sakit umum. Kemenkes juga meningkatkan perekrutan nakes dari luar negeri.

        Menurut Puthucheary, perekrutan ini tak akan berdampak besar di unit perawatan intensif (ICU). Namun, penambahan tenaga kerja tersebut akanĀ  berdampak di sektor lainnya dalam ekosistem perawatan kesehatan.

        Terkait cuti sakit, Puthucheary mengakui adanya insiden nakes yang diasingkan sebelumnya. Namun, ia memastikan tak ada lagi kasus semacam ini. Ia pun mengajak staf yang mengkhawatirkannya agar menghubungi serikat pekerja mereka, Kemenkes, atau Kementerian Tenaga Kerja untuk meminta bantuan.

        Krisis nakes ini juga menghambat penambahan kapasitas tempat tidur ICU. Negara tetangga Indonesia ini sebenarnya punya kebutuhan untuk menambah jumlah total tempat tidur ICU menjadi 382 untuk pasien Covid-19 dan non-Covid-19 selama 2 bulan terakhir.

        Menurut Puthucheary, secara logistik, Singapura dapat terus menambah jumlah tempat tidur ICU. Ada ventilatornya, ada peralatannya, ada barang-barang sekali pakainya, tetapi tak cukup 'orangnya'.

        "Akibatnya, ketika kita menambah tempat tidur, kita menekan kapasitas nakesnya. Kita pun akan sampai di titik mereka tak bisa lagi memberikan perawatan yang sangat baik dengan konsisten," terangnya.

        Ia memperingatkan kalau setiap perawat jadi harus merawat lebih banyak pasien daripada yang mereka tanggung saat ini.

        "Meski ada rencana untuk menambah tempat tidur ICU, situasi sebenarnya di lapangan dan pertimbangan operasionalnya membuatnya tidak mudah," dalihnya.

        Jadi, setiap penambahan kapasitas tempat tidur ICU harus didukung oleh kenaikan tenaga kerja yang dialihkan dari tugas ICU non-Covid-19.

        "Setiap staf yang dipindahkan atau karyawan baru juga harus menjalani pelatihan untuk mengoperasikan peralatan dan perangkat medis khusus di ICU untuk merawat pasien Covid-19," tambahnya.

        Sembari mereka mempertahankan hasil klinis 'sangat baik', Puthucheary memperingatkan bahayanya.

        "Mereka mulai lelah. Mereka memikul beban perawatan yang terkadang tak terbayangkan. Merekalah yang memegang telepon untuk pasien, sehingga keluarganya dapat mengucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya. Merekalah yang menggenggam tangan pasien untuk menemaninya atas nama keluarga pasien. Mereka membutuhkan seluruh dukungan dari kita," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: