Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Soal Mafia Tanah Masih, DPR Sebaiknya MInta Penjelasan Langsung ke Kementerian ATR

        Soal Mafia Tanah Masih, DPR Sebaiknya MInta Penjelasan Langsung ke Kementerian ATR Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Upaya pemberantasan praktik mafia tanah di Indonesia sampai saat ini masih menemui jalan buntu. Makanya, sejumlah pihak mendorong upaya pemberantasan secara menyeluruh, termasuk menuntut pemerintah mengevaluasi Kementerian ATR/BPN.  

        Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, bahkan meminta Panja Mafia Tanah DPR untuk memanggil pihak Kementerian ATR/Kepala BPN dan Kepolisian untuk melakukan evaluasi terkait perkembangan perkara pertanahan.

        "Sangat penting untuk memanggil lembaga terkait apa hasil kerja dari MoU terkait pemberantasan mafia tanah. Ini supaya beberapa kerja prioritas penyelesaian konflik agraria. Apalagi konflik agraria ini menyebabkan masalah mafia tanah yang berkepanjangan," kata Dewi kepada wartawan, Rabu (10/11/2021).

        Dia menduga ada keterlibatan oknum di dalam Kementerian ATR/BPN dan Polri dalam memuluskan langkah mafia tanah untuk bekerja. Hal ini menyebabkan banyaknya sertifikat ganda beredar di masyarakat.  Dewi mendesak, Polri dan Kementerian ATR/BPN untuk segera melakukan bersih-bersih struktur di tubuh dua lembaga negara itu. "Ini juga tujuannya untuk membuat pemerintahan yang bersih. Jangan sampai masalah ini berlarut-larut," lanjutnya. 

        Baca Juga: Soal Mafia Tanah, Kementerian ATR/BPN Hukum 125 Pegawai

        Dewi mengamati, banyak faktor yang menyebabkan sindikat mafia tanah masih bertahan. Pertama, tak ada transparansi terkait administrasi. Lalu, keterbukaan informasi tentang pertanahan.  Tertutupnya informasi terkait pertanahan ini membuat mafia tanah bisa bekerja dengan leluasa. Hal ini membuat sulitnya pembuktian terkait karena minimnya data terkait pertanahan. 

        "Kalau masih ditutup bisa menjadi potensi tumbuh subur mafia tanah dari ketutupan informasi itu," lanjut Dewi. 

        Hal senada disampaikan Anggota Komisi II DPR dan Anggota Panja Mafia Tanah, Guspardi Gaus.  Panja Mafia Tanah sendiri mengaku akan fokus membasmi mafia tanah dan mendorong Kementerian ATR/BPN melakukan pembersihan pegawai yang menjadi  mafia tanah di kementerian terkait. Kalau ada indikasi praktik mafia tanah, maka harus diproses sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

        “Tidak mungkin tidak terlibat orang dalam. Karena ada oknum, ada yang mem-back up dan juga pasti ada orang dalam. Tidak mungkin mafia ini bisa jalan dan berhasil tanpa akses orang dalam itu,” tegasnya, kepada wartawan, Rabu (10/11).  

        Sementara itu, Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah menilai, para mafia tanah masih terus beraksi akibat pemerintah sangat lemah dalam hal pengawasan.

        “Birokrasi kita sangat mudah diintervensi, kualitas SDM ASN,  baik pegawai hingga oknum-oknum pejabat bermental bisnis, jadi ingin mencari keuntungan, bukan mental pelayan, ini terjadi baik di ATR/BPN hingga Pemprov dan Pemda,” ujarnya. 

        Ia bahkan menyebut praktik mafia tanah paling sering ditemukan di BPN. “BPN paling parah itu, oknum di BPN memang mental bisnis, cari keuntungan jangka pendek, reformasi birokrasi di BPN sangat lemah,” kata dia.

        Menurutnya, oknum-oknum ASN di ATR/BPN seharusnya diberi sanksi tegas. Jadi, bukan hanya dipindahkan ke wilayah lain, misalnya dari Jabotabek ke luar Jawa. 

        “Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 yang ditandatangani Presiden Jokowi menyebut ASN bisa dipecat langsung, tanpa harus PTUN, jadi memang butuh keberanian pemimpinnya (Menteri ATR/BPN), karena mafia tanah ini berjamaah, tidak bekerja sendiri,” ujarnya. 

        Ia juga meminta masyarakat mulai sadar untuk mengikuti aturan. Pasalnya, masyarakat sendiri juga sering mendukung mafia tanah dengan gratifikasi dan menggunakan calo. “Banyak masyarakat ini ingin cepat menjual, tidak mau antri, maunya instan, sehingga ikut dalam proses gratifikasi, salam tempel. Praktik seperti ini lah yang ikut membantu mafia tanah tetap beroperasi,” kata dia.

        Baca Juga: Suara Lantang Jokowi Ingatkan Polri: Jangan Bekingi Mafia Tanah!

        Persoalan mafia tanah diungkap pula oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana yang  menyatakan mafia tanah masih ada di kantor Badan Pertahanan Nasional (BPN). Dia mengungkapkan, laporan ke pihaknya banyak soal ini. 

        "Saya masih mendengar sebetulnya, selaku penegak hukum, kita mensertifikatkan tanah sendiri ini sulit. Saya juga bingung. Laporan pengaduan banyak ke kita , betapa sulit mengurus sertifikat. Nggak tahu mengapa sulit," kata Fadil dalam webinar Program Doktor Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, Selasa (9/11/2021). 

        Fadil menyebutkan,  salah satu masalah yang dihadapi di BPN adalah penerbitan sertifikat tanah. "Masih ada mafia juga di kantor BPN itu bagaimana, begitu sulit, lama, baru keluar. Apakah karena sengaja dibuat sulit agar menghadap atau memang SOP-nya lama," katanya.

        Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah berkomitmen penuh dalam memberantas mafia tanah. Oleh karena itu, Jokowi meminta jajaran Polri tidak ragu mengusut para mafia tanah. 

        “Jangan sampai juga ada aparat penegak hukum yang membekingi mafia tanah tersebut. Perjuangkan hak masyarakat dan tegakkan hukum secara tegas,” tegas Presiden.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: