Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pengembangan Industri Hijau Lewat Percepatan Transisi ke Energi Bersih dan Digitalisasi Pengelolaan

        Pengembangan Industri Hijau Lewat Percepatan Transisi ke Energi Bersih dan Digitalisasi Pengelolaan Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Schneider Electric mengungkapkan peningkatan elektrifikasi perlu dibarengi dengan percepatan transisi energi bersih dari sumber energi terbarukan dan digitalisasi pengelolaan energi yang lebih cerdas. Dengan begitu pencapaian target pengurangan emisi karbon Pemerintah Indonesia di tahun 2030 mendatang dapat terealisasi. 

        Sektor industri sebagai tiga besar penyumbang gas rumah kaca (GRK) dapat menjadi motor penggerak bagi sektor lainnya untuk segera mengambil langkah proaktif menuju pembangunan ekonomi hijau dengan net-zero emission.

        Schneider Electric juga menekankan perlunya pelaku industri membuat sustainability framework yang holistik dan terukur, serta memilih mitra digital yang tepat dan menjunjung nilai yang sama untuk mendukung transformasi bisnisnya. 

        Baca Juga: Kemenperin Pacu Pengembangan Industri Rendah Emisi Karbon

        Dalam Diskusi Media bertajuk “Transisi Energi Bersih Menuju Pembangunan Industri Hijau” yang digelar Schneider, Mustaba Ari Suryoko, Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka EBT, Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM memaparkan terkait langkah dan rencana pemerintah dalam mengakselerasi pengadaan dan penyerapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS Atap) di Indonesia. Dalam hal sumber EBT, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan untuk terus menggenjot pembangunan infrastruktur khususnya PLTS. 

        “Pemerintah telah menyiapkan road map untuk mendorong peningkatan industri serta pembangunan infrastruktur PLTS yang tertuang di dalam RUPTL 2021-2030. Dalam RUPTL tersebut, pemerintah menargetkan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan mencapai 51,6 persen. Selain itu, Kementerian ESDM akan mengembangkan secara bertahap PLTS Atap sebesar 3,6 GW hingga 2025. Adapun sektor industri dan bisnis menjadi salah satu segmen konsumen prioritas,” ujar Mustaba, secara virtual, Kamis (17/2/2022). 

        Baca Juga: Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca, Pemerintah Susun Kebijakan Energi Nasional

        Lebih lanjut Ia menyampaikan bahwa target penambahan PLTS Atap diharapkan dapat menekan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 4,58 juta ton CO2e pada 2025. Adapun adopsi PLTS Atap di sektor industri perlu terus didorong dengan memberikan dukungan ahli melalui kemitraan strategis. 

        Dalam kesempatan yang sama, Eka Himawan, Managing Director Xurya Daya Indonesia mengatakan jika salah satu kendala yang dihadapi oleh pelaku industri untuk beralih ke energi bersih yakni biaya investasi awal yang tinggi, padahal penggunaan PLTS Atap bagi pelaku industri memiliki peran penting dalam pengembangan industri hijau. 

        “Maka dari itu, kami menyediakan alternatif pembiayaan instalasi PLTS Atap tanpa investasi sebagai bentuk komitmen kami dalam meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan bagi pelaku industri,” ucap Eka. 

        Sementara itu, Schneider Electric yang telah memulai perjalanan sustainability-nya sejak tahun 2005. Komitmen sustainability dalam operasionalnya di Indonesia ditunjukkan dengan mendigitalisasi operasional seluruh pabriknya menjadi pabrik pintar. 

        Perusahaan juga telah memulai peralihan ke PLTS Atap pada 2020 lalu untuk memenuhi kebutuhan energi di pabriknya di Cikarang. Saat ini, PLTS Atap pada pabrik Cikarang dapat menghasilkan 224 Mwh atau setara dengan 21,6% dari total konsumsi pabrik, mengurangi emisi karbon sebesar 164 ton karbon dioksida (TCO2) dan berhasil menghemat biaya energi sebesar 8%.

        Martin Setiawan, Business Vice President Industrial Automation Schneider Electric Indonesia & Timor Leste mengatakan bila dalam menjalankan komitmen sustainability, penting untuk memastikan sustainability framework dibuat secara strategis dan terukur. 

        “Perusahaan semakin dituntut untuk lebih transparan terhadap dampak bisnisnya terhadap lingkungan sehingga akurasi data menjadi ujung tombak dalam mengukur keberhasilan dari upaya sustainability. Dan teknologi digital memungkinkan hal tersebut,” ungkap Martin. 

        Baca Juga: Target Masih Jauh, Pemerintah Kejar Ketertinggalan Bauran EBT

        Ia mengungkapkan Schneider Electric global memiliki Sustainability Business Division yang menyediakan serangkaian layanan yang komprehensif dalam pengelolaan energi dan sustainability. 

        “Schneider Electric’s Energy & Sustainability Services yang menyediakan layanan konsultasi untuk mengembangkan rencana strategis, dan mengimplementasikan proyek dan program untuk memenuhi tujuan energi, sustainability, dan tujuan iklim perusahaan,” tutup Martin.

        Sustainability Business Division (SBD) telah memberi saran kepada ribuan perusahaan global tentang cara mengukur, mengelola, dan mengurangi jejak karbon mereka sendiri. SBD telah menjadi penasihat energi terbarukan perusahaan terbesar di dunia, dan telah memberikan konsultasi pada lebih dari 100 transaksi perjanjian pembelian listrik (PPA) hingga saat ini - lebih dari 8.000 MW tenaga angin dan surya baru di seluruh dunia. Selain mengurangi emisi, pelanggan SBD seperti Whirlpool telah melihat penghematan lebih dari $1 juta dengan mengurangi limbah dan mengadopsi solusi energi terbarukan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: