Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Luhut Pandjaitan Buka Suara Terkait Penundaan Pemilu, Begini Katanya

        Luhut Pandjaitan Buka Suara Terkait Penundaan Pemilu, Begini Katanya Kredit Foto: Instagram/Luhut Binsar Pandjaitan
        Warta Ekonomi -

        Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya buka suara ihwal usulan penundaan Pemilu 2024. Luhut mengatakan, partai politik (parpol) harus mendengar usulan Pemilu 2024 yang berasal dari rakyat.

        Terlebih ada pula dukungan penundaan Pemilu dari konstituen parpol di Senayan. Luhut mengklaim memiliki data akurat soal dukungan masyarakat terhadap penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden.

        Baca Juga: Luhut Klaim Miliki Big Data, Rakyat Ingin Pemilu 2024 Dundur

        "Suara rakyat itu kalau memang suara itu besar, iya kan DPR-nya, parpol-parpolnya mesti dengar. Itu kan konstituen dari pada parpol-parpol itu tadi," kata Luhut di podcast Deddy Corbuzier, Jumat (11/4/2022).

        Dia mengklaim berdasarkan data, dari 110 juta subjek akun di medsos, sebanyak 60 persen mendukung penundaan Pemilu dan 40 persennya menolak. Mereka yang mendukung penundaan Pemilu itu datang dari masyarakat kelas menengah ke bawah.

        Kelompok menengah ke bawah itu, kata dia, tak ingin polarisasi masyarakat yang terjadi setelah Pemilu 2019 kembali terulang pada masa yang akan datang.

        "Kalau menengah ke bawah itu pingin tenang, pengen bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin. Kan sakit gigi dengar Kampret lah, Cebong lah, Kadrun lah, itu kan menimbulkan enggak bagus," kata Luhut.

        Di sisi lain, suara kelas menengah ke bawah yang terpotret di data itu juga menginginkan agar perbaikan ekonomi terus dilanjutkan. Anggaran untuk Pemilu 2024 dialihkan untuk perbaikan ekonomi masyarakat.

        Hal itulah yang disebut Luhut ditangkap dari pembicaraan masyarakat yang terekam dalam data.

        "Masa terus-terusan gitu (Cebong dan Kampret). Sekarang kita coba tangkap dari publik dari suara-suara rakyat itu bilang kita menghabiskan Rp100 triliun lebih untuk memilih ini, sementara keadaan begini, ngapain sih Rp100 triliun lebih untuk pemilihan presiden dengan Pilkada serentak. Nah itu yang rakyat ngomong, nah ini kan ceruk ini atau orang-orang ini ada di Partai Demokrat ada di Gerinda ada di PDIP ada di Golkar ada di PKB di mana-mana. Kan ceruk ini ya kan mereka lihat mana yang mendengarkan suara kami kan," ujarnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Adrial Akbar

        Bagikan Artikel: