Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Klaim Big Data 100 Juta Rakyat Ingin Pemilu Ditunda Jadi Polemik, Luhut Ogah Buka-Bukaan

        Klaim Big Data 100 Juta Rakyat Ingin Pemilu Ditunda Jadi Polemik, Luhut Ogah Buka-Bukaan Kredit Foto: Instagram/Luhut Binsar Pandjaitan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memberikan tanggapan mengenai adanya sejumlah pihak yang memintanya membuka big data soal 110 juta rakyat ingin pemilu 2024 ditunda. Luhut mengaku punya data terkait itu namun ia tak mau membukanya ke publik.

        Luhut mengatakan saat ini teknologi berkembang cukup pesat untuk mendapatkan data tersebut. Dia juga menegaskan data yang dimiliki benar-benar ada bukan sekadar kebohongan saja. 

        Baca Juga: Gaduh Usulan Penundaan Pemilu 2024, Masinton PDIP Curiga Ada Sosok Ini Dibaliknya

        "Ya pasti ada lah (big data), masa bohong. Tapi janganlah (dibuka ke publik), buat apa dibuka," kata Luhut kepada wartawan yang dikutip Rabu, 16 Maret 2022. 

        Luhut menjelaskan mengenai apa yang pernah dikatakannya beberapa waktu lalu. Menurutnya, pernyataan terkait penundaan pemilu itu disampaikan karena melihat kondisi di masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah.

        Saat ini kondisi sudah mulai tenang tanpa adanya gejolak politik. Maka dari itu, menurutnya, banyak masyarakat kalangan bawah ingin kondisi ini tetap terjaga.

        "Yang saya tangkap ya, saya boleh benar boleh enggak benar. Sekarang kita tenang-tenang kok, yang kedua kenapa duit segitu besar untuk pilpres mau dihabisi sekarang. Kita kan masih sibuk dengan COVID-19, keadaan masih begini, dan seterusnya-seterusnya. Itu pertanyaan, kenapa kita mesti terburu-buru," ujarnya.

        Baca Juga: Oknum Pendeta Minta 300 Ayat Al-Qur.'an Dihapus, Ade Armando: Dia Tidak Menggunakan Akal Sehat

        Lagipula, tambah Luhut, terkait penundaan Pemilu 2024 itu memerlukan proses yang panjang. Karena terlebih dahulu harus meminta persetujuan kepada DPR dan juga MPR. 

        "Itu kan semua berproses, kalau nanti prosesnya jalan sampai ke DPR ya bagus. DPR enggak setujunya berhenti, kalau sampai di DPR setuju, sampai ke MPR enggak setuju, ya berhenti. Ya itulah demokrasi kita. Kenapa mesti marah-marah? Ada yang salah?" katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Adrial Akbar

        Bagikan Artikel: