Peningkatan Skala Pendanaan dan Transformasi Digital jadi Kunci Perlindungan Lingkungan Hidup
Peningkatan skala pendanaan serta transformasi digital menjadi salah satu langkah-langkah kunci Indonesia dalam memobilisasi sumber daya untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup, keanekaragaman hayati dan agenda iklim.
Demikian salah satu rangkuman utama dari dialog publik ketiga yang merupakan bagian dari kegiatan menuju konferensi dunia lingkungan hidup Stockholm +50 tahun, yang berlangsung 2-3 Juni nanti.
Dialog publik ketiga ini diselenggarakan secara virtual minggu oleh United Nations Development Programme (UNDP) bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia, Kedutaan Besar Swedia untuk Indonesia, Kantor Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, dan United Nations Environment Programme (UNEP).
Dengan mengusung tema “Memajukan Mobilisasi Sumber Daya untuk Mendukung Perlindungan Lingkungan Hidup, Keanekaragaman Hayati, dan Agenda Iklim”, dialog publik Ketiga ini bertujuan untuk memberi masukan kepada Indonesia terkait agenda lingkungan hidup global.
Berdasarkan temuan Indonesia Climate Budget Tagging (CBT), pada tahun 2018-2020 anggaran pemerintah hanya bisa menutup sekitar 23% dari total anggaran yang dibutuhkan dimana Indonesia membutuhkan anggaran sebanyak 322,86 miliar dolar AS untuk pelaksanaan aksi mitigasi dalam roadmap NDC (Updated NDC, 2021).
Sementara itu, terjadi kesenjangan pendanaan untuk keanekaragaman hayati, seperti pada Tahun 2015-2020 anggaran yang tersedia hanya Rp. 9,8 triliun dari kebutuhan sebesar Rp. 159,1 triliun.
Seperti yang diketahui, Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang menerbitkan obligasi syariah dalam bentuk Sukuk Hijau untuk mendanai adaptasi perubahan iklim.
Indonesia juga merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang menerbitkan Sustainable Development Goal Bond untuk mendanai program sosial dan lingkungan hidup tahun lalu. Namun, masih ada proyek dan instrumen keuangan inovatif yang potensial serta kerangka peraturan dan kebijakan yang belum sepenuhnya teridentifikasi, terstruktur, atau diimplementasikan.
Untuk itu, Dialog Publik Ketiga berfokus pada pembahasan mengenai percepatan implementasi dimensi lingkungan Hidup Pembangunan Berkelanjutan dalam konteks Dekade Aksi karena fenomena pandemi COVID-19 yang dipadukan dengan krisis iklim dan kesenjangan teknologi telah memaksa kita untuk mempercepat laju perubahan.
Mobilisasi sumber daya dalam membiayai proyek yang berkelanjutan – baik melalui ekonomi hijau maupun biru – merupakan salah satu elemen penting untuk mewujudkan agenda pemulihan dari pandemi serta lingkungan hidup secara global.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Siti Nurbaya Bakar menyatakan bahwa dialog publik ketiga ini khusus membahas langkah-langkah Indonesia dalam memobilisasi sumber daya untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup, keanekaragaman hayati dan agenda iklim.
“Di antaranya peningkatan skala pendanaan, reformasi tata kelola dan kelembagaan, transformasi digital dan kemitraan yang efektif, dan aksi kolektif serta penguatan kerjasama dalam memperkuat solidaritas global.
Direktur Regional dan Perwakilan UNEP Asia-Pasifik, Dechen Tsering mengatakan bahwa Indonesia memiliki suara yang kuat untuk memulai diskusi bersama berbagai elemen, mulai dari komunitas LSM global, profesional, ilmuwan, hingga akademisi terkait penanggulangan untuk perubahan iklim yang terjadi.
Kita perlu menyoroti beberapa pesan kunci, termasuk kebutuhan untuk meruntuhkan konflik yang telah berlangsung selama satu dekade, antara kepentingan lingkungan dan sosial ekonomi nasional.
“Diskusi hari ini juga fokus dalam membahas mobilisasi sumber daya di Indonesia, dalam konteks ini komitmen untuk mengentaskan kesenjangan yang akan mengakselerasi peningkatan pembiayaan melalui mekanisme dan instrumen pembiayaan yang inovatif,” ujar Dechen Tsering.
Sementara itu, Perwakilan Kedutaan Besar Swedia untuk Indonesia, Timor Leste, dan ASEAN, Nicki Khorram-Manesh menyampaikan bahwa perubahan iklim global dan berbagai krisis yang terjadi telah membawa banyak negara untuk bergerak bersama demi menanggulanginya melalui konferensi Stockholm.
Menurutnya saat ini menjadi tanggung jawab kita bersama setelah konferensi lingkungan pertama di Stockholm pada tahun 1972 dengan kembali mengundang Komunitas Internasional, untuk merenungkan kembali mengenai masa depan.
Dalam hal ini, stockholm +50 harus menjadi akselerator dan tindakannya harus mampu menyuarakan harapan bersama. Selain itu, kita perlu melakukan transformasi dalam mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam mencapai tujuan bersama.
“Untuk itu, kita membutuhkan semua tangan, kita perlu berkolaborasi di lintas sektor industri. Saya mendorong siapa pun agar mengambil kesempatan hari ini untuk terlibat bersama,” jelas Nicki Khorram.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Siti Nurbaya Bakar menyatakan bahwa dialog publik ketiga ini khusus membahas langkah-langkah Indonesia dalam memobilisasi sumber daya untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup, keanekaragaman hayati dan agenda iklim.
Di antaranya peningkatan skala pendanaan, reformasi tata kelola dan kelembagaan, transformasi digital dan kemitraan yang efektif, dan aksi kolektif serta penguatan kerjasama dalam memperkuat sodaritas global.
Acara yang telah dihadiri kurang lebih sebanyak 200 orang ini dimoderatori oleh Prita Laura, dan mengundang Ir. Laksmi Dewanthi MSc selaku Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Dian Lestari selaku Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM), Kementerian Keuangan yang diwakili oleh Joko Tri Haryanto, DR. Suzanty Sitorus selaku Wakil Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia, serta Muhammad Ichlassul Amal selaku alumni Green Leadership Indonesia KLHK 2021 sebagai pembicara.
Pada sesi pemaparan Ir. Laksmi Dewanthi MSc. berbicara mengenai pemetaan dan kebutuhan pendanaan lingkungan hidup dan iklim Indonesia. Sementara itu, Joko Tri Haryanto memaparkan topik mengenai kerangka kerja dan inovasi pendanaan berkelanjutan Indonesia. Kemudian disambung dengan DR. Suzanty Sitorus yang membahas mengenai keikutsertaan para pelaku usaha filantropi dalam penanganan perubahan iklim di setiap program kerjanya.
Sesi pemaparan pun ditutup oleh Muhammad Ichlassul Amal yang berbicara mengenai inovasi generasi muda dalam transformasi digital dan kemitraan masa depan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: