Tunggu Puzzle Lengkap, Kriminolog Soal Kematian Brigadir J: Yang Meninggal Belum Tentu Korban

Kriminolog ikut merespons kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang kini jadi bola panas di tengah masyarakat. Kisnu Widagso mengataan bahwa yang meninggal bukan pasti korban.

Penjelasan itu disampaikan oleh Kisnu dalam keterangan resminya terkait liarnya spekulasi masyarakat soal kematian Brigadir J di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Kriminolog dari Universitas Indonesia itu meminta masyarakat untuk tidak berspekulasi terkait kejanggalan kematian Brigadir J.

Baca Juga: Kapolri Beri Pernyataan Terbaru Soal Autopsi Ulang Jenazah Brigadir J, Simak!

Kisnu lantas meminta masyarakat untuk menunggu Tim Khusus mengungkap puzzle atau teka-teki terkait kasus tersebut. "Idealnya, puzzle-nya ngumpul dulu baru kemudian bisa dijelaskan," katanya, Rabu (27/7).

Menurut Kisnu, kejanggalan yang menjadi sorotan masyarakat diakibatkan asumsi yang terbentuk ketika kepingan puzzle masih belum lengkap. Berangkat dari hal tersebut, dirinya meminta kepada masyarakat untuk menunggu Tim Khusus bentukan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo melengkapi kepingan puzzle tersebut.

Kisnu menjabarkan bahwa kuncinya adalah keterbukaan informasi. Menurut dia, untuk melengkapi sebuah puzzle, terdapat informasi yang bisa diperoleh dari berbagai sumber, salah satunya korban, saksi, dan bukti lainnya.

"Lalu digital evidence (bukti/jejak digital). Digital evidence apakah CCTV doang? CCTV di luar rumah itu kan hanya menentukan bahwa si A ada di situ," ucapnya menjelaskan.

Tak lupa, Kisnu mengingatkan kepada masyarakat untuk jangan beranggapan bahwa setiap orang yang meninggal dalam kasus kejahatan itu merupakan korban.

"Luckenbill bilang, biasanya kekerasan itu ada trigger, ada yang memulai, ada yang melemparkan simbol, dan ada yang men-trigger munculnya simbol," katanya.

Baca Juga: Komnas HAM Buka-Bukaan Soal Posisi Irjen Ferdy Sambo Kala Brigadir J Tewas Ditembak

Hanya saja, Kisnu mengatakan kerap terjadi masalah yakni seringnya seseorang yang memulai itu memunculkan definisi situasi yang baru.

Definisi situasi baru itulah yang menyebabkan audiens merespons, dan ketika mendapatkan respons, sosok yang memulai ini kemudian merespons balik. Sampai pada satu titik, pertukaran simbol ini mencapai titik kritis.

"Di situlah kemudian terjadi pembunuhan, kekerasan yang menyebabkan seseorang meninggal dunia," tutupnya.